Pagi hari ini terasa amat sangat ramai daripada biasa nya. Ruang makan kost putri milik Bu Melody itu dipenuhi oleh berbagai obrolan dan canda gurau sembari mengisi perut untuk bersiap memulai aktivitas yang melelahkan.
Gita yang di himpit antara Shani dan Gracia pun cukup dibuat lelah oleh perdebatan kecil mereka.
"Kamu ini bisa ngga stop nempel-nempel ke Gita!" Gracia mendorong Shani yang asik bersender di bahu adiknya, entah mengapa ia merasakan gejolak panas yang memburu di hatinya.
Apalagi semenjak Gracia memergoki Gita yang nyaman di temani oleh Shani kemarin malam. Gracia sangat cemburu, dirinya kan juga ingin menemani adiknya itu semalaman kemarin tapi malah ada si Shani Shani itu.
Shani memeluk lengan Gita. "Kenapa sih kak Ge? Cemburu aja ih! Kak Ge kalau mau Shani senderin bilang aja, nanti biar gantian." Tingkat ke genit an Shani ini benar-benar sudah di ambang batas normal.
Gracia bergidik ngeri. "Kepedean kamu! Udah jauhin itu Gita nya, dia risih di tempeli anomali kayak kamu!" Gracia mencoba melepaskan gelayutan tangan Shani di lengan Gita, bukan tanpa sebab karena dirinya tau luka lebam nya pasti nyeri di sentuh seperti itu.
"Cewek se cantik Shani di bilang anomali, mata kak Ge butuh di obati. Nih"
Jinan yang sudah jijik melihat kepedean temannya itu segera menendang tulang kering nya." Stop banget Shan!"
Ya begitulah suasana makan pagi Gita hari ini.
Seusai sarapan bersama yang dilakukan karena paksaan seorang Shani Indira dan Gracia.
Kini Gita berdiri di gerbang kost, mengantarkan kepergian Gracia yang sedang di jemput supir pribadinya, pak Andi.
Gracia mengelus luka di pinggir bibir Gita. "Hati-hati ya, jangan lupa nanti di obati lagi luka nya. Makan yang bener jangan terlalu fokus belajar terus." Nasehat nya, Gracia merasa sedih harus kembali berpisah dengan adiknya.
Gita mengangguk. "Iya, kak Gre juga."
Entah dorongan dari mana yang menghampiri Gita, tetapi semalaman dia tiba-tiba merenungkan untuk menghilangkan kebiasaan penggunaan kalimat formal nya itu.
Gracia melotot tak percaya, kini tangannya berganti menarik bahu adiknya. "Bisa ulangin lagi kalimat mu tadi? Aku ga denger! Plis!" Setelah sekian lama akhirnya dirinya kembali mendengar panggilan 'kak' itu, hatinya amat berbunga-bunga.
Gita memutar matanya malas. "Udah sana masuk, kasian Pak Andi nungguin." Gita mendorong badan Gracia untuk memasuki mobil Pajero hitam itu.
Senyuman tak bisa luntur dari bibir Gracia. "Semangat ya kuliah nya dek."
Ada perasaan geli yang menggelitiki perut Gita saat mendengar kalimat Gracia, perasaan senang yang bercampur aduk menjadi satu. Gita mengangguk sekali lagi.
"Dan jangan terlalu deket-deket sama anomali satu itu!" Peringat nya menjurus kepada Shani.
"Iya kak! Udah sana berangkat!"
"Nanti aku hubungin lagi ya!" Gracia tersenyum lebar dan melambaikan tangannya seiring mobil nya mulai berjalan menjauh dari pandangan Gita.
Gita memandangi kepergian kakaknya itu, ada perasaan sedih yang menghampiri lubuk hati nya. Meski Gracia menyebalkan tak bisa dipungkiri Gita amat menikmati waktu singkatnya bersama sang kakak setelah sekian lama.
Lama berdiri di gerbang, dirinya segera beralih menuju mobil putih nya guna berangkat menuju kampus.
Baru saja membuka pintu kemudi, Gita sudah dibuat terkejut oleh gadis yang duduk di kursi sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidup itu Luka
FanficHidup susah mati pun tidak di ijinkan. "Ma, sebenarnya Gita hidup untuk apa?" ⚠️Content Warning ⚠️