Sinar matahari pagi yang masuk melewati jendela kecil itu berhasil mengusik tidur Gita. Sejenak Gita mengedipkan matanya mencari sisa-sisa nyawa yang masih melayang entah dimana, perlahan dirinya bisa merasakan bahwa badannya terasa jauh lebih enak meski masih ada rasa pusing yang hinggap.
Gita terlonjak kaget melihat jam yang menggantung di tembok. Pukul 10 pagi, Gita segera terduduk. Ia baru saja melewati 1 kelas pagi nya hari ini.
"Matilah saya." Gumamnya dan dengan segera ia bangkit dari kasurnya dan membuat pusing kembali menghantam kepala nya.
Gita memijat pelipisnya pelan sambil mengumpulkan tenaga untuk melangkah ke ke kamar mandi
Kelas selanjutnya ada di jam 12 siang, Gita harus bersiap.
Baru saja berdiri dari kasurnya seseorang membuka kamar nya, Gita menoleh mendapati Shani berdiri di ambang pintu sedang tersenyum amat cerah ke arahnya bahkan sinar matahari diluar sepertinya kalah cerah dengan senyumannya.
"Selamat pagi Gita, udah bangun toh." Sapa nya penuh ramah.
Gita mengangguk. "Pagi," balasnya singkat.
Dengan sempoyongan Gita melangkah kan kakinya ke kamar mandi, melihat itu Shani dengan cepat meraih pinggang Gita dan menahannya masuk ke kamar mandi.
Gita mengkerutkan dahinya dalam atas perbuatan Shani.
"Mau kemana? Kamu tuh jangan banyak gerak dulu deh." Shani menangkup pipi Gita membuat tangannya merasakan hawa hangat dari tubuhnya. "Lihat badan kamu masih hangat begini, jalan kayak orang mabuk juga."
"Saya ada jam kuliah, tolong minggir." Seru Gita, lagian dia hanya demam bukan patah tulang kenapa dia tidak boleh banyak gerak.
Shani semakin menangkup pipi Gita dengan kuat membuat bibir nya manyun. "Dasar bandel."
Gita menarik wajahnya, ia merasa risih. "Tolong jangan pegang-pegang begini dan tolong minggir saya mau mandi." Gita menatap tajam ke arah Shani yang terus menghalangi pintu kamar mandi.
"Aku udah minta Oniel buat absen in kamu sayang." Shani bersedekap dada tak ragu untuk membalas tatapan tajam nya. "Kamu belum fit jadi ngga aku izinin buat kemana-mana dulu hari ini."
Gita berdecak kesal, siapa dia seenaknya membuat keputusan. "Apa maksud nya? Anda bukan siapa-siapa saya! Yang berhak memutuskan apa yang mau saya lakukan ya diri saya sendiri." Kesal nya.
"Aku?" Tunjuknya pada diri sendiri. "Aku cuman teman yang menghawatirkan sesama teman kost nya, tapi kalau kamu mau jadi cewek aku juga boleh kok." Shani tersenyum manis tetapi tetap menjaga sorot tajam matanya.
"Dasar aneh."
Jinan yang baru saja memasuki kamar Gita dibuat bertanya-tanya dengan kedua orang yang sedang saling tatap itu, memunculkan hawa tegang di antara keduanya. "Ditungguin malah open war disini! SHANI!" Jinan berteriak membuat pandangan mereka terputus.
"Apa sih ganggu aja." Ucap Shani tak terima.
Sedangkan Gita hanya memijat pelipisnya merasa kan pusing, apakah tinggal di kost ini adalah keputusan yang salah. Hidup nya benar-benar penuh kebrisikan belakangan ini, Gita amat membenci nya.
"Lu tuh cuman disuruh ngajak anak orang makan malah open war." Cerca Jinan.
Shani berdecak kesal. "Kamu tuh ga sabaran banget deh, ayo dipake sabar nya! kamu ga lihat yang aku ajak ini bayi gede keras kepala?!" Shani melihat Gita yang menatap tidak suka.
"Hadeh." Jinan menghembuskan nafas nya lelah. "Gita libur aja dulu ya hari ini, kasian badan lu tuh udah ngomel-ngomel butuh istirahat." Nasehat Jinan mendekati kedua orang yang masih bersih tegang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hidup itu Luka
FanfictionHidup susah mati pun tidak di ijinkan. "Ma, sebenarnya Gita hidup untuk apa?" ⚠️Content Warning ⚠️