Mr. Alexander, yang tampak masih marah dan sedikit bingung setelah pertemuan yang menegangkan sebelumnya, melangkah masuk ke ruangan setelah pintu dibuka. Dia melihat Mr. Thompson berdiri di tengah ruangan dengan ekspresi serius, sementara Mrs. Victoria dan Isabella duduk di sampingnya.
Andrew, yang sebelumnya ada di sana, sudah pergi setelah berbicara dengan ayahnya. Dia rasa tidak perlu untuk melanjutkan pertemuan ini karena sudah mengungkapkan yang sejujurnya dengan sang Ayah. Tinggal menunggu keputusan.
Mr. Thompson menatap Mr. Alexander dengan tatapan tegas. "Mr. Alexander," katanya, "Sepertinya kita perlu berbicara sejenak."
Mr. Alexander mengangguk, menyadari bahwa situasi ini memerlukan perhatian lebih lanjut. Dia mengambil kursi yang ditawarkan oleh Mr. Thompson dan duduk dengan sikap yang masih agak tegang. "Tentu saja. Apa yang ingin kita bicarakan?"
Mr. Thompson memulai, "Seperti yang kau ketahui, anak-anak kita telah menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap perjodohan ini. Andrew juga sudah pergi setelah menyatakan keputusannya, dan Isabella juga telah mengatakan bahwa dia tidak ingin dijodohkan."
Mr. Alexander terlihat agak terkejut, ternyata Isabella juga menolak perjodohan ini, dia merespon, "Saya mengerti. Andrew memang memiliki hak untuk memilih jalan hidupnya sendiri, begitu pula Isabella. Namun, saya berharap kita bisa menemukan solusi yang baik untuk semua pihak."
Mr. Thompson mengangguk. "Aku menghargai sikapmu. Aku juga menyadari bahwa kita seharusnya tidak memaksakan sesuatu yang tidak diinginkan oleh anak-anak kita.
Kita harus mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang bisa diterima oleh semua pihak. Mungkin kita bisa mencari jalan tengah yang lebih sesuai dengan keinginan mereka."
Mrs. Victoria menambahkan dengan lembut, "Kita semua ingin yang terbaik untuk anak-anak kita. Jika mereka merasa tidak nyaman dengan perjodohan ini, mungkin ada baiknya kita duduk bersama dan membicarakan kembali rencana kita. Kita harus menghormati perasaan mereka dan mencari solusi yang baik."
Mrs. Eleanor ikut mengangguk-angguk, Isabella hanya diam di samping ibunya.
Mr. Alexander menghela napas panjang. "Kau benar. Mungkin kita perlu waktu untuk memikirkan langkah selanjutnya. Aku hanya berharap kita bisa menemukan jalan keluar yang tidak merusak hubungan keluarga kita."
Mr. Thompson mengangguk. "Setuju. Mari kita ambil waktu untuk merenung dan mencari solusi yang terbaik. "
Kesepakatan sudah dibuat, suasana di ruangan menjadi sedikit lebih tenang. Meskipun ada ketegangan yang tersisa, kedua belah pihak tampaknya sepakat untuk mencari penyelesaian yang lebih baik.
Mereka sepakat untuk menjadwalkan pertemuan lanjutan setelah mereka memikirkan langkah-langkah selanjutnya, dengan harapan bahwa solusi yang memuaskan semua pihak dapat ditemukan.
-------
Andrew mengemudikan mobilnya dengan cepat menuju lapangan basket setelah dua kali teleponnya kepada Ethan tidak diangkat. Ia merasa sedikit cemas, tapi kemudian teringat bahwa Ethan mungkin sedang terlalu fokus bermain basket, seperti yang terakhir ia baca di chat.
Setibanya di lapangan basket, Andrew memarkir mobilnya dan berjalan ke arah lapangan. Dari kejauhan, ia melihat Ethan sedang bermain dengan teman-temannya, menunjukkan skill yang mengesankan di tengah-tengah pertandingan. Sebelum berangkat tadi, Ethan mengajak teman-temannya untuk berlatih di lapangan...
Meskipun Ethan tampak asyik bermain, begitu dia melihat sosok Andrew di tepi lapangan, raut wajahnya langsung berubah menjadi senang.
Ethan berlari cepat ke arah Andrew, meninggalkan teman-temannya yang bingung karena dia tiba-tiba meninggalkan permainan. "Kak!" teriak Ethan dengan senyum lebar di wajahnya, tidak peduli dengan tatapan heran teman-temannya.
Andrew menyambut Ethan dengan senyum hangat dan berkata, "Kau hebat sekali di lapangan, seperti biasa. Maaf mengganggu permainanmu, aku mencoba meneleponmu tadi."
Ethan, yang sedikit terengah-engah, tertawa kecil, "Ah, maaf, Teleponnya terlalu jauh, aku ngga denger, hehe."
Andrew mengusap rambut Ethan dengan lembut, "Ada kabar baik dan buruk yang perlu aku ceritakan, tapi yang penting sekarang adalah... Aku sudah di sini."
"Ayo kita pulang kak, kita omongin di rumah aja," Ajak Ethan.
Ethan tersenyum, merasa lega karena Andrew datang menemuinya.
Andrew mengernyitkan dahi, "Bukankah kamu masih bermain? Apa tidak apa-apa meninggalkan mereka seperti ini?"
Ethan menggeleng dengan senyum tipis. "Tidak apa-apa, Kak."
"Axel! Gua pulang dulu yaaa! Makasih temen-temenn!"
Mereka meninggalkan Axel dan teman-teman Ethan lainnya yang kebingungan, sejak kapan boss investor mereka bisa dekat dengan Ethan??
Kemudian mereka berjalan menuju mobil Andrew. Selama perjalanan, Ethan diam, memperhatikan jalanan sore yang penuh dengan kehidupan. Cahaya matahari yang mulai redup menerangi wajahnya dengan lembut. Andrew sekali-kali melirik ke arah Ethan, dan matanya tertuju pada baju yang dipakai Ethan.
"Bukankah itu baju yang aku pakai saat SMA?" gumam Andrew dalam hati, sedikit terkejut dan tak bisa menahan senyum kecil yang terukir di wajahnya.
Ethan merasa pandangan Andrew tertuju kepadanya, lalu menoleh dengan senyum manis. "Kenapa, Kak? Ada yang aneh?"
Andrew menggeleng, "Enggak, aku cuma... senang melihat kamu pakai baju itu."
Ethan tertawa kecil, "Ini baju kesayangan aku sekarang, Kak. Rasanya nyaman banget."
Andrew tersenyum lebar, merasa ada kehangatan khusus yang mengalir di antara mereka, seakan baju itu menjadi simbol kenangan masa lalu yang kini berlanjut ke masa depan mereka bersama. Setelah beberapa saat, Andrew menggenggam tangan Ethan dengan lembut, sambil tetap fokus mengemudi, merasakan kedekatan yang semakin dalam antara mereka.
----To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss BL {COMPLETED} ✅
RomanceEthan Miller, seorang pemain basket ceria dan penuh semangat, memiliki kehidupan yang sederhana tapi memuaskan sebagai bagian dari tim basket yang sedang berkembang. Di luar lapangan, kafe kecil di sudut kota adalah tempat favoritnya untuk bersantai...