09 Human, Devil, or both?

66 12 17
                                    

"Jelas-jelas itu bohong."


Meregangkan tubuhnya beberapa saat, Mafu menoleh sekilas ke arah bukit sebelum kemudian lanjut berjalan menuju ke dalam hutan. "Kalau aku sungguh punya insting setajam itu aku gak akan terseret rombongan Hyakki Yakou. Mereka terlalu fanatik Seimei."


Bukannya Mafu tidak mengerti tingkat loyalitas dan kepercayaan para yokai itu padanya. Meski tidak dapat dipungkiri kalau dirinya juga punya semacam kekuatan, tetap saja itu bukan alasan yang membuatnya harus berdiam diri di tengah situasi yang sulit di prediksi. Prioritasnya sampai detik ini masih sama, yaitu keluar dari dunia ini hidup-hidup. Dan untuk mencapai tujuan itu ia butuh Soraru untuk melindunginya. Tidak hanya menjadi keturunan seseorang berkekuatan besar, siapapun yang mengenal leluhurnya itu langsung menargetkan hidupnya. Kalau orang lain yang berada di posisinya, pasti orang itu tidak akan tahan jika tidak melakukan apapun, kan?


"Kalau sampai aku mati disini aku akan menuntut Seimei bajingan itu. Kujambak sampai botak sekalian. Dia yang punya musuh kenapa aku yang kena getahnya," gerutu Mafu.


Meski ini kedua kalinya Mafu masuk ke dalam hutan pulau ini, ia masih belum terbiasa. Mungkin juga tidak akan pernah. Pepohonan menjulang tinggi memenuhi seluruh zona pandangnya, rapat berjajar membentuk kanopi raksasa yang menghalangi sinar matahari sore. Cahaya yang berhasil menembus menciptakan bayangan-bayangan samar di lantai hutan yang berlumut. Kabut tipis merayap di antara batang-batang pohon, seolah menari perlahan dalam kesunyian yang mencekam.


Angin sesekali berhembus, membisikkan desah lembut melalui dedaunan. Namun, tak ada kicauan burung yang menyambut. Tak ada derap langkah hewan mengendap-endap. Mungkin inilah perbedaan hutan di dunia manusia dan Achira no Sekai, hampa dari kehidupan yang biasanya menghuni rimba belantara. Akar-akar pohon meliuk bak ular raksasa, mencengkeram tanah sekaligus tampak mencekik kuat-kuat. Di sana-sini, jamur-jamur aneh tumbuh, mengeluarkan pendar kebiruan atau kehijauan yang misterius. Bau tanah basah dan tumbuhan membusuk mengambang di udara, menciptakan atmosfer yang berat dan pengap.


Keheningan yang tak wajar ini membuat Mafu merinding. Terasa ada sesuatu yang ganjil seakan diawasi oleh beberapa pasang mata dari balik rimbun dedaunan. Mafu hanya berharap kalau sensasi ini hanya imajinasinya saja karena saat mencari Oborosou kemarin dia tidak bertemu ataupun melihat satupun yokai di dalam hutan. Mari berharap seperti itu demi kenyamanan.


Berada di sisi hutan yang lain dari Mafu, tepatnya di atas salah satu pohon besar, Eve yang tidur dalam posisi duduk dan bersedekap membuka mata dan mengerjap lemah beberapa kali. Sedikit bergeser, ia menoleh kearah pemuda yang menjadikan tubuhnya sebagai sandaran dan memeluknya erat. Ikut terbangun dari lelap, pemuda itu mendongak sebelum kemudian menoleh kearah Tuannya.


"Maaf membangunkanmu. Bagaimana dengan penghalangnya?" tanya Eve.


Pemuda yang adalah Ayakashi bawahan itu memancarkan sebuah gelombang halus yang menyebar ke sekitar. Hening sekian saat, pemuda bersurai keperakan itu kemudian berbisik ke telinga Eve.


" ... begitu, ya." Eve mengusak rambutnya beberapa kali sebelum kemudian menegakkan punggungnya. "Mau bagaimana lagi. Satu-satunya pilihan kita sekarang hanyalah menetap di hutan ini sampai bala bantuan datang. Aku sudah mengirim sinyal bantuan dan harusnya beberapa anggota aliansi sudah masuk kemari. Apa ada lagi hal lain selain penghalang yang masih melemah?"


Ayakashi perak itu menunjuk kearah bukit.


"Ada sesuatu disana?" tanya Eve. Ayakashi itu mengangguk.


"Yokai?" tebak Eve yang kembali di jawab dengan anggukan. "Mononoken?"


Ayakashi itu menggeleng lantas berbisik lagi, yang mana membuat Eve membelalakkan matanya. "Makhluk surgawi ... jangan-jangan Naga Biru Seimei?"

Kioku no Sora  ||  SoraMafu [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang