Di tengah kegelapan yang mencekam, angin dingin berhembus melalui dedaunan hutan yang rimbun, membawa aroma pertempuran antara dua sosok yokai yang berhadapan dengan mata berkilat penuh kebencian yang membara. Urata mengepakkan sayap hitamnya yang megah dan menggenggam kipas besarnya, sementara Nurarihyon berdiri tegak dengan busur di tangan dan menarik sebuah anak panah dari wadahnya.
"Nurarihyon!" Teriak Urata, suaranya menggelegar membelah kesunyian hutan. "Apa semakin tua kau semakin jadi pengecut?!"
Nurarihyon hanya terkekeh pelan. "Bagaimana denganmu? Apa kau hanya bisa terbang kesana-kemari seperti burung pipit?!"
Dengan kecepatan yang hampir tak terlihat oleh mata biasa, Nurarihyon melesat ke balik pepohonan. Urata mengepakkan sayapnya, terbang rendah di antara cabang-cabang pohon, matanya awas mencari tanda-tanda keberadaan musuhnya. Tiba-tiba, sebuah anak panah melesat dari balik rimbunnya dedaunan. Urata berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, merasakan hembusan angin dari anak panah yang nyaris mengenai wajahnya. Ia membalas dengan ayunan kipasnya, mengirimkan gelombang angin yang membelah beberapa pohon di depannya.
Nurarihyon kembali bersembunyi dengan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya sembari menembakkan panah demi panah. Urata terus bergerak menghindari serangan dengan lincah, namun gerakan terbangnya mulai terbatas karena kepadatan pepohonan.
Mulai frustasi, Urata menggeram kesal, "Hadapi aku langsung, Nurarihyon!"
Tawa Nurarihyon menggema di seluruh hutan. "Kau lupa, tengu-chan? Dalam perang, yang terpenting adalah kemenangan, bukan cara kita mencapainya! HAHAHA!!"
Menyadari bahwa ia harus mengubah strategi, Urata menyimpan kipasnya dan mengeluarkan sebuah tombak besar yang ia munculkan dari kedua telapak tangannya. Tombak itu berkilau ditimpa cahaya bulan yang menembus celah-celah dedaunan.
"JAGA LEHERMU, TUA BANGKA!!" Teriak Urata.
Dengan satu ayunan kuat, Urata memutar tombaknya. Energi yokai yang luar biasa terpancar dari senjata itu, menciptakan gelombang destruktif yang memotong semua pohon dalam radius 300 meter. Suara gemuruh memenuhi udara saat ratusan pohon tumbang bersamaan, menciptakan area terbuka yang luas di tengah hutan. Nurarihyon yang kehilangan tempat persembunyiannya, terpaksa melompat ke area terbuka. Matanya melebar melihat kehancuran yang ditimbulkan oleh serangan Urata.
"Sekarang, Nurarihyon," Urata tersenyum puas, "Antara kakimu dan sayapku, mana yang akan bergerak lebih cepat."
Pertarungan pun memasuki babak baru. Urata, dengan tombak besarnya, menyerang Nurarihyon tanpa henti. Nurarihyon, yang terkenal dengan kecepatan dan kelincahannya, berusaha keras menghindari setiap tusukan dan tebasan.
Sementara itu, di bagian lain hutan yang belum terjamah kehancuran, pertarungan lain yang tak kalah sengit sedang berlangsung. Sakata yang tampak lebih ganas dari sebelumnya menyerang lebih membabi buta. Matanya menyala merah, dan aura api yang mengelilinginya terasa dua kali lebih panas dan intens. Soraru yang sebelumnya tidak kewalahan kini harus terbang menjauh sejauh mungkin dari lawannya.
"Shoyuusha! Sadarlah!!" Teriak Soraru, berusaha mengembalikan kesadaran temannya.
Namun, Sakata hanya merespon dengan raungan penuh amarah. Ia melesat maju, melancarkan pukulan berapi ke arah Soraru. Soraru berhasil menangkis serangan itu, namun ia mendapatkan luka bakar baru di tubuhnya. Pertarungan antara dua naga itu semakin sengit. Mereka bertukar pukulan demi pukulan, setiap benturan menciptakan gelombang energi yang mengguncang tanah. Api Sakata berkobar liar, membakar segala yang disentuhnya, sementara Soraru menggunakan kekuatan airnya untuk memadamkan dan melindungi diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kioku no Sora || SoraMafu [ END ]
FantasiUtaite Fanfiction First book of Sore wa Ai to Yobudake Series Achira no Sekai, atau yang disebut sebagai dunia lain dimana makhluk selain manusia tinggal menjadi sebuah dunia yang tabu bila dimasuki manusia. Mereka yang tak sengaja menginjakkan kaki...