Berada di tengah pematang yang dikelilingi oleh pohon beringin, sebuah bangunan tua dua lantai bergaya Jepang disana tengah di kelilingi oleh puluhan yokai yang bersorak-sorak girang. Mereka kompak menyerukan nama si pemilik rumah, Nurarihyon yang telah kembali setelah membawa seorang manusia yang dikabarkan memancarkan kekuatan suci milik musuh bebuyutan lama mereka, Abe no Seimei. Duduk di sebuah singgasana dalam aula besar, Nurarihyon menopang pipi dan melayangkan tatapan penuh minat pada manusia bersurai putih yang mendongak kearahnya. Dari sorot mata dan mimik wajah si manusia, tidak ada ketakutan terpancar dari sana. Justru itu adalah sebuah perlawanan non-verbal yang bisa Nurarihyon sebut hebat.
"Kau mirip pendahulumu. Begitu lancang dan angkuh seolah dunia adalah milikmu," sindir Nurarihyon dengan seringai.
Mafu tidak membalas. Walau ia memang tidak membiarkan dirinya terlihat lemah akan tetapi ia juga tidak bodoh untuk bertindak nekat. Ia yang biasanya mengeluh dengan mempertanyakan manfaat mempelajari sejarah di kelas kini telah mengecap manisnya. Dari parade iblis sampai makhluk tua bertongkat di singgasana sana, Mafu yakin seratus persen bahwa dirinya sekarang bukan lagi di dunia manusia.
Dia pasti sedang berada di Achira no Sekai, dunia milik para makhluk urban.
Mendengus ringan, Mafu menjawab agak lirih. "Pendahuluku hanyalah pedagang yang mewariskan toko roti. Apanya yang menguasai dunia."
Nurarihyon tertawa. Pun barisan yokai yang mengelilingi aula juga tertawa dengan intonasi yang sama dengan pemimpin mereka. Jika Mafu lihat baik-baik, semua yokai yang ada di aula ini ada beberapa jenis yang dia ketahui. Namun dari sekian yokai yang hadir, ada satu yang amat sangat ingin Mafu jauhi apapun caranya. Dan yokai itu berdiri tepat disisi kanan Nurarihyon.
"Aah, manusia kecil ini bahkan sama lucunya dengan Seimei saat masih muda. Bukan begitu Kuroura?" tanya Nurarihyon pada yokai iblis merah bertanduk satu di sebelah kanannya.
Yang dipanggil Kuroura menyudahi tawa dan menjawab penuh hormat. "Benar, tuanku."
Entah sampai kapan ia akan didudukkan disini hanya untuk dipermalukan, prioritasnya saat ini adalah berusaha semaksimal mungkin untuk bertahan hidup hingga punya celah untuk kabur. Meski ia masih meragukan apakah dirinya bisa keluar dari dunia ini atau tidak, tapi jika ia tetap disini hanya menunggu waktu untuk dirinya menjadi bahan makanan. Apalagi sejak tadi ia terus disebut sebagai keturunan Abe no Seimei karena suatu hal, persentase dirinya untuk bisa kabur jelas dibawah 10%.
"Yukiko, apa sudah ada kabar dari Batta?" tanya Nurarihyon yang menoleh ke sisi kiri, tepatnya kearah seorang wanita cantik serba putih yang diselimuti oleh uap dingin.
Yuki Onna yang dipanggil Yukiko itu menghadap. Ia yang sebelumnya menutup separuh wajah dengan kipas lipat hitam menurunkan tangan dan mengulum senyum tipis. "Berkat tengu kita, Batta hampir tiba di tanah Shirozuki, mantan Dewi yang mendiami salah satu mata air pegunungan di Hakone."
"Hemm ... kapan Batta akan kembali?"
"Perkiraan adalah besok malam, Tuan."
"Baiklah!" Nurarihyon meraih tongkat di dekatnya dan mengetuk lantai sekali. "Seret manusia itu ke ruang bawah tanah! Sisanya persiapkan ritual untuk mengkristalkan jiwa!"
Seluruh yokai menjawab serempak dan menghilang dalam satu kedipan. Adapun Mafu, ia ditarik oleh dua yokai berwujud kerbau keluar dari aula dan diseret menuju ke ruang bawah tanah. Sesampainya di ruang gelap yang hanya diisi oleh jejeran jeruji, Mafu di lempar masuk ke salah satunya dan dipenjara. Satu yokai bertubuh manusia dan berkepala ular tinggal menjaga penjara. Sedangkan dua yokai yang menyeretnya segera pergi dari sana. Menghela napas kesal, Mafu menelisik seluruh tempat dan menatap ventilasi kecil yang menjadi satu-satunya jendela diatas kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kioku no Sora || SoraMafu [ END ]
FantasyUtaite Fanfiction First book of Sore wa Ai to Yobudake Series Achira no Sekai, atau yang disebut sebagai dunia lain dimana makhluk selain manusia tinggal menjadi sebuah dunia yang tabu bila dimasuki manusia. Mereka yang tak sengaja menginjakkan kaki...