00. Prolog

75 9 11
                                    

CERITA DENGAN GENRE THRILLER, MISTERI, DAN DARK ROMANCE.

PERINGATAN: BANYAK SEKALI ADEGAN KEKERASAN, UMPATAN KASAR, ADEGAN BERDARAH, DAN LAIN SEBAGAINYA. DIHARAPKAN UNTUK PEMBACA BISA BERTINDAK BIJAK DALAM MENERIMA INFORMASI. PEMBACA DIHARAPKAN BERUMUR 17 TAHUN KE ATAS DEMI KENYAMANAN MASING-MASING.

CERITA INI HANYALAH FIKSI BELAKA, SAMA SEKALI TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN APA PUN. SERI KEDUA DARI BOOK MAYARA.

PROLOG||• EPISODE 00 •||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PROLOG
||• EPISODE 00 •||
.

.

.

"Dasar binatang! Anak sial pembawa bencana!"

Tiga pukulan menyambar kedua pipinya dengan keras. Suara yang dihasilkan telak menggema ke seluruh penjuru ruangan. Tubuh mungil itu jatuh beserta air mata yang mengiringi. Anak kecil tersebut menangis serta memohon sebuah pengampunan dari sang Ibu. Berharap bahwa siksaan itu akan segera pergi.

Wanita paruh baya itu menggeram marah. Alih-alih merasa iba dan kasihan, amarah yang menyeruak masuk ke dalam dadanya semakin besar. Tanpa basa-basi, dia menarik rambut yang tergerai panjang darinya. Menjambak dengan sepenuh tenaga.

"Nggak usah nangis! Kenapa kamu baru pulang, hah!? Lagi-lagi pulang terlambat, pasti kamu keluyuran nggak jelas, kan? Mau jadi apa kamu ini? Mau jadi perempuan nakal, hah!?"

Perempuan malang itu membeku. Bahkan hanya sekadar mengeluarkan suaranya saja dia tidak bisa. Dia takut untuk mengutarakan perasaannya. Dia takut kalau Ibunya akan semakin murka jika dia membantah atau memberontak. Akhirnya dia hanya bisa merintih menahan lara yang berlebih, meringis menahan pedih. 

"Jadi anak itu juga mikir, kamu ini sama sekali nggak pernah memikirkan perasaan Ibu ya? Kamu ini selalu sengaja bikin Ibu kesal atau sebenarnya kamu suka Ibu aniaya begini, hah!? Suka melihat Ibu marah-marah setiap hari, mukulin kamu karena nggak pernah bener jadi anak!? Jawab, anak sial!"

Dia masih tetap diam. Menerima seluruh teriakan serta bentakan yang tertuju untuknya. 

"JANGAN DIAM AJA, MAYARA!"

Karena merasa tak ada ujungnya, wanita itu menghempaskan tubuh ringkih tersebut ke arah tembok. Lantas menjambak rambutnya secara berulang kali dan membenturkan kepala itu pada permukaan tembok yang keras. Benturan tak bisa dihindari. Tubuh dari perempuan cilik itu ambruk, darah tampak mengucur deras melewati pelipis keningnya.

Dia meringkuk, kesadarannya masih tersisa. Dia masih sadar. Rasa sakit yang menimpa tubuhnya terasa sangat jelas. Bahkan sekarang gendang telinga miliknya mendengung kencang akibat benturan tersebut. 

"Kamu mau bilang apa sekarang?" tanya sang Ibu sembari menatap rendah pada sosok putrinya yang tergeletak di lantai.

Dengan mulut terbata-bata, dia bergumam lirih. "Ma-maaf, Ibu..." 

.

.

.

TBC.....

Malam yang Mengintai [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang