02

27 5 11
                                    

CERITA DENGAN GENRE THRILLER, MISTERI, DAN DARK ROMANCE.

PERINGATAN: BANYAK SEKALI ADEGAN KEKERASAN, UMPATAN KASAR, ADEGAN BERDARAH, DAN LAIN SEBAGAINYA. DIHARAPKAN UNTUK PEMBACA BISA BERTINDAK BIJAK DALAM MENERIMA INFORMASI. PEMBACA DIHARAPKAN BERUMUR 17 TAHUN KE ATAS DEMI KENYAMANAN MASING-MASING.

CERITA INI HANYALAH FIKSI BELAKA, SAMA SEKALI TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN APA PUN.

SERI KEDUA DARI BOOK MAYARA.

SERI KEDUA DARI BOOK MAYARA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


||• EPISODE 02 •||
.

.

.

"Ugh..." Dia mulai tersadar, membuka mata perlahan.

Kepalanya terasa pusing, dadanya pun terasa sesak. Apa yang terjadi? Kenapa dia tertidur? Dan, kenapa tubuhnya sama sekali tidak bisa digerakkan?

Dia berusaha untuk bergerak, menarik tangan sekuat tenaga tapi tidak bisa. Sekarang dia dalam keadaan terikat dengan posisi duduk. Mulutnya juga dibungkam oleh lakban yang entah asalnya darimana.

Sialan, ini pasti perbuatan Ayahnya. Dasar gila, apa yang sang Ayah rencanakan sebenarnya? Dia sama sekali tidak bisa memahaminya.

Tes.

Satu tetes air jatuh mengenai rambutnya, kemudian turun melewati pelipis. Dia mengernyit samar, merasa keheranan. Apakah di luar sedang turun hujan? Apakah atapnya bocor?

Tapi, itu tidak mungkin. Atap rumahnya kan tidak serapuh itu, jarang sekali terjadi kebocoran. Karena penasaran, dia pun refleks mengangkat dagunya, mendongak ke atas. Tepat menatap langit-langit rumah.

Bersamaan dengan itu, sepasang mata hitamnya membulat lebar. Jantungnya seakan berhenti untuk beberapa saat, mencelos begitu saja. Dia berteriak, tapi suaranya bungkam. Dia tidak bisa berteriak atau bahkan mengeluarkan suaranya.

Pemandangan mengerikan apa ini?

Jasad Ibunya menempel di antara langit-langit rumah tepat di atas kepalanya. Tetesan air yang menimpa kepalanya itu adalah darah dari sang Ibu.

"Bagaimana? Pemandangan yang cantik, bukan?" Suara itu kembali menyapa, diiringi oleh kekehan ringan.

Kemudian derap langkah kakinya mulai terdengar, menghampiri.

"Kamu sayang sama Ibumu, kan?" Pertanyaan itu sekali lagi terlempar.

Sekali lagi, dia mencoba untuk mengeluarkan suaranya. Membuka mulut selebar yang dia mampu. Namun, usahanya hanya akan berakhir sia-sia. Sekarang dia sudah menjadi tawanan. Tidak ada harapan lagi.

Malam yang Mengintai [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang