Regrets

444 35 0
                                    

Bugh

Bugh

Bugh

Bugh

"Mampus sekalian Lo! Mati! Mati!"

Bugh

Bugh

"Anjing! Jen, Abang Lo bisa mati itu!"seru Jaemin yang sengaja menghampiri teman baiknya karna tak kunjung menghampiri nya ke kantin justru tengah memukuli Abang kandung nya di belakang gedung fakultas nya.
"Biarin mati sekalian"
"Sadar! Bubu Lo, inget bubu Lo!"

Berhasil. Jeno menghentikan pukulan dan tendangan nya pada sang kakak saat mengingat wajah ibu nya yang pasti akan sedih jika tau yang sudah ia lakukan hari ini.

"Jauh-jauh Lo dari Haechan kalo masih mau hidup"kata Jeno sebelum pergi dari sana.

Jaemin memilih untuk membantu Mark untuk bangun, mendudukkan nya di salah satu bangku disana.

"Gue salah. Haechan sedih gara-gara gue"kata Mark terbata.
"Iya Lo salah. Nggak habis pikir gue sama Lo, bang. Selingkuh? Najis banget emang"
"Pikiran gue lagi kacau waktu itu"
"Dan Lo milih ciuman sama temen Lo itu? Ya anjing"
"Jaemin, perasaan gue aneh. Gue nggak lagi ngerasain cinta ke Haechan. Gue nggak lagi pengen punya masa depan sama dia. Aneh. Semuanya aneh"cerita Mark dengan wajah kacau.
"Lepasin Haechan deh, bang. Kasian kalo dia sama Lo, lama-lama anak itu yang gila bukan cuma Lo. Kalo udah nggak cinta, baiknya emang nggak bareng-bareng lagi"

Mark tak menjawab, matanya terpejam. Ia masih berusaha mencari-cari alasan ia jatuh cinta pada Haechan nya. Mengingat semua janji yang pernah mereka angan bersama. Nihil. Getaran itu tak lagi ada. Perasaan nya mati pada Haechan. Entah sejak kapan, entah karna apa.

"Kalo Lo nggak bisa ngomongnya, biar gue atau Jeno aja. Please, nggak usah temuin dia lagi. Kalo Lo nekat, bukan cuma Jeno yang pukulin Lo, gue juga bakal abisin Lo"kata Jaemin sebelum beranjak dari duduknya.
"Sorry"
"Lo nggak pantes buat Haechan, bang. Anak itu harusnya dapet pasangan yang bisa lindungin dia, bukan pengecut kayak Lo"
.
.
.
Tangisan Haechan sudah berhenti. Nafasnya juga sudah kembali teratur meskipun kadang masih tersengal-sengal. Jeno kembali usap wajah manis itu, menghilangkan jejak air mata.

"Udah ah nangisnya. Jelek"kata Jeno.
"Kan sedih"
"Ya nggak boleh lama-lama nanti bahagia mau mampir jadi males"
"Iya kah?"
"Iya dong. Coba buat jalani hidup dengan lebih baik, semuanya bakal baik kok. Kamu nggak sendiri, ada aku, ada Jaemin, ada Renjun. Daddy sama Mae juga selalu ada. Jangan takut. Kita nggak akan ninggalin kamu"
"Kak Mark juga dulu bilang nggak akan pergi"gumam Haechan.
"Pengecualian buat manusia pengecut kayak dia"
"Dia kakak kamu, Jeno"ingat Haechan.
"Nggak peduli. Orang yang buat kamu sedih nggak akan lagi dapet respect dari aku lagi"

Terharu. Haechan tak menyangka jika teman baiknya itu memiliki rasa peduli yang besar padanya. Bahkan memusuhi kakak nya sendiri karna dirinya.

"Nanti kalo aku udah baik-baik aja, kamu juga harus maafin kak Mark ya? Kalian itu saudara kandung, kalian cuma punya satu sama lain nantinya"pesan Haechan.
"Iya. Tapi nanti ya?"
"Take your time"
"Harusnya itu kata-kata buat kamu kan? Kenapa jadi aku yang di besarin hatinya?"tanya Jeno geli.
"Karna kamu juga butuh kata-kata itu. Ayo kita berjuang bareng-bareng buat memaafkan orang yang udah bikin kita nggak bahagia. Gimana?"
"Nggak perlu di paksa, mbul. Semua itu ada porsinya, nggak ada yang maksa buat kita baik-baik aja dalam waktu dekat. Nikmati prosesnya"

Kembali diam. Jeno benar. Dia berhak menentukan kapan ia akan memaafkan. Tidak ada yang menuntut nya segera pulih, ia bisa mengambil waktunya dengan sesuka hati.

"Kamu bener"
"Mending kita saingan IPK semester ini aja kayak biasa. Yang lebih tinggi dapet hadiah. Mau?"tawar Jeno.
"Mau! Mau! Nanti aku mau minta jalan-jalan ah"
"Boleh"

Echanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang