Salah paham

500 37 2
                                    

Haechan bersama Renjun dan Chenle masih sibuk dengan tugas dari dosen mereka saat tiba-tiba Renjun berpamitan lebih dulu karna ibu nya meminta untuk di antar ke rumah nenek nya.

"Yakin tidak apa?"tanya Renjun ragu.
"Tidak apa. Tinggal sedikit lagi, aku dan Chenle bisa menyelesaikan nya berdua"jawab Haechan dilengkapi senyum nya.
"Cepat pergi sebelum mama mu mengamuk"ujar Chenle.
"Besok ku traktir makan siang ya. Dah!"

Mobil putih itu segera berlalu, sepertinya Renjun memang sedikit tergesa. Chenle melirik ke arah Haechan yang kembali mengerjakan sisa tugas mereka yang memang akan rampung sedikit lagi.

"Chan"panggil Chenle.
"Hm?"
"Bag-"
"Bear!"
"Astaga! Berhenti datang dengan cara seperti itu, Jeno!"seru Haechan dengan tangan yang masih mengusap dada nya, lain dengan Chenle yang melempar bantal sofa nya ke arah lelaki yang saat ini masih terkekeh.
"Sialan, Lee Jeno!"umpat Chenle.
"Oh? Kalian hanya berdua? Ku lihat tadi ada Renjun"

Chenle menatap Haechan yang kini tengah memasang wajah mengejek pada Jeno, ia tau betul jika bukan itu yang sedang si manis rasakan.

"Pulang. Malas ada kau"kata Haechan.
"Tidak mungkin. Renjun yang manis itu tidak akan begitu"
"Nyenyenye"
"Dimana kak Mark?"tanya Jeno setelah duduk di samping Haechan beberapa saat.
"Kamar. Sana dengan kakak saja, tugas ku sebentar lagi selesai"usir Haechan.

Jeno benar beranjak setelah mengusap rambut Haechan hingga berantakan.

"Jeno!"

Tawa Jeno yang keras semakin mengecil kala lelaki itu berlari menaiki tangga.

"Bagaimana rasanya, Chan?"tanya Chenle.
"Rasa apa?"
"Menyukai seseorang yang menyukai teman mu sendiri"

Haechan menatap Chenle dengan tatapan sendu lalu tersenyum di paksakan.

"Ya bagaimana lagi? Aku tidak mungkin memaksanya menyukai ku atau meminta teman ku menjauhi nya. Jika mereka jodoh, maka aku akan jadi orang jahat"jawab Haechan dengan senyum yang di paksakan.
"Tapi mereka juga akan jahat jika tau kau terluka tapi masih ingin bersama kan?"sanggah Chenle sedikit tidak terima.
"Tidak juga. Bisa saja aku sudah sembuh dengan luka ku saat itu"
"Dasar sok baik. Kau juga harus egois di beberapa waktu, Chan. Jangan hanya mengalah"kata Chenle mengingatkan.
"Seumur hidupku, kakak, ibu dan ayah serta beberapa orang sudah banyak mengalah padaku. Mungkin ini giliran ku?"
"Omong kosong"

Haechan tertawa saat melihat wajah tak terima Chenle kala tak puas dengan jawaban nya.

"Setidaknya Jeno harus tau kau menyukai nya seperti hampir gila"kata Chenle.
"Aku tidak begitu!"
"Ya, kau begitu"
.
.
.
"Chan, mau ikut kakak basket?"tanya Mark pada sang adik yang tengah asik menonton televisi.
"No. Rumah is the best"tolak Haechan yang sedang sibuk dengan tontonan nya.
"Rumah sepi sampai malam, yakin?"
"Siapa saja?"tanya Haechan saat tau sang kakak akan pergi dalam waktu lama.
"Kakak, Jeno dan Jisung saja. Kalau jadi nanti Jaemin juga ikut"

Haechan tatap kakak nya dengan tatapan memelas sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan.

"Pakai jaket karna di lapangan pasti berangin"titah Mark.
"Ay, ay"

Benar saja. Sampai di lapangan outdoor yang sering mereka gunakan basket ternyata angin memang bertiup kencang. Sudah ada Jeno dan Jisung disana.

"Kak Haechan tumben ikut"kata Jisung.
"Aku takut di rumah sendiri, jadi ikut"jawab Haechan lalu terkekeh.
"Si bayi besar ini masih penakut?"goda Jeno yang segera mendapat pukulan di lengan nya.

Haechan memilih duduk di atas rumput tak jauh dari ketiga lelaki itu bermain basket, tak lama Jaemin datang. Teman nya yang juga menjadi akrab dengan sang kakak karna basket.

Echanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang