PDKT 18 tahun

480 34 1
                                    

Renjun tatap Haechan dan Jaemin yang saat ini tengah bercanda entah tentang apa. Dua orang itu memang sering sekali berbicara tentang sesuatu yang hanya mereka saja yang tau. Tidak seru sekali.

"Kalian ngomongin apa sih? Coba ajakin gue biar ikutan ketawa"protes Renjun.
"Ini kejadian waktu SD, Njun. Jadi Jaemin pernah ambil penghapus yang gue lempar ke atas TV kelas, pas dia udah di atas, guru kita masuk. Dia di marahin soalnya naik-naik kayak monyet katanya"cerita Haechan.
"Mana gue bukan anak kelas itu, makin di omelin"tambah Jaemin.
"Nggak habis pikir. Bucin sejak dini apa gimana?"tanya Renjun.
"Gue lahir buat bucinin Haechan kayaknya"jawab Jaemin santai.
"Najis banget"
"Udah ah, kerjaan gue masih banyak. Duluan ya"pamit Haechan sebelum beranjak menuju ruangan nya.
"Yaaah kabur"canda Jaemin yang segera mendapat lirikan maut dari Haechan yang sudah berdiri di depan pintu kantin.

Jaemin terbahak.

"Kalian ini kenal nya dari kecil banget kan?"tanya Renjun.
"Iya. Pas masuk SD mama kita yang temen lama nggak sengaja ketemu jadi mulai dari sana gue sama Haechan kenal terus temenan deket"
"Anjir sampe kerja. Mana barengan terus lagi, nggak muak?"
"Haechan mungkin iya, kalo gue nggak akan pernah sih"jawab Jaemin santai.
"Bucin najis"
"Najis melulu"
"Ya Lo ngomongnya geli banget"
"Kan gue jujur"
"Terus kenapa enggak pacaran aja?"tanya Renjun penasaran.

Pertanyaan Renjun berhasil membuat Jaemin tersenyum kecut. Kalau semudah itu mungkin ia dan Haechan sudah di tahap yang sangat serius sekarang.

"Susah anaknya. Nggak ngerti gue, emang nggak suka gue apa gimana kali"ujar Jaemin pasrah.
"Udah pernah Lo ajakin pacaran belum?"
"Sering. Dari jaman sekolah dulu, dia nya nggak mau"
"Pasti ada bagian yang Lo lewatin deh, Jae. Anak itu keliatan suka juga kok sama Lo"kata Renjun yakin.
"Jangan bikin gue berharap"
"Enggak, anjing"

Jaemin diam. Ia ingat-ingat lagi bagian mana yang ia lewatkan hingga Haechan masih enggan menerima nya.

"Apa nya yang kurang ya?"
.
.
.
"Capek banget"keluh Haechan saat berjalan menuju lift, hari ini ia lembur bersama beberapa kawan nya.
"Hei, cupcake"

Tubuh pendek itu berjenggit saat mendengar bisikan di telinga kanan nya, ia menoleh lalu terkekeh saat mendapati Jaemin sudah tersenyum lebar di sebelah nya. Pakaian lelaki itu sudah berganti dengan baju santai, sepertinya Jaemin pulang lalu kembali ke kantor untuk menjemput nya.

"Kamu ngapain disini?"tanya Haechan.
"Jemput cupcake ku"
"Idih. Udah pulang ya tadi?"
"Iya. Sengaja mandi dulu biar ganteng"jawab Jaemin dengan wajah tengil nya.
"Kurang kerjaan banget sih, aku bisa pulang sendiri"
"Enak aja, selama ada aku ya kamu kemana-mana sama aku lah"omel Jaemin dengan wajah lucu.
"Berasa punya bodyguard"
"Kan emang iya"

Tingg

Lift terbuka lalu keduanya masuk bersamaan. Sebetulnya Jaemin ini sudah memiliki perusahaan yang ia rintis bersama saudara nya, namun ia memilih bekerja di kantornya yang sekarang karna ingin ikut Haechan. Ia bilang akan berhenti saat Haechan juga berhenti nanti. Tidak tau tujuan nya apa tapi diamkan saja, seorang Na Jaemin tidak akan pernah bisa di atur.

"Aku capek banget"keluh Haechan sembari bersandar pada lift.
"Utututu, kasian banget sih. Sini, sini, aku kasih hug"Jaemin rentangkan kedua tangan nya bersiap menerima tubuh Haechan.
"Aku belum mandi, masih bau"tolak Haechan.

Grepp

"Nggak ada sejarahnya Echan bau. Kamu mau nggak mandi seminggu juga tetep wangi"bisik Jaemin setelah berhasil membawa tubuh yang lebih kecil untuk ia dekap.

Tingg

"Wesss ada yang mesum nih"canda Jisung, salah satu rekan kerja mereka yang sepertinya juga lembur.
"Ini romantis dong, tolol. Kalo mesum mah telanjang"balas Jaemin emosi.
"Romantis buat orang pacaran aja, friendzone kayak Lo sih nggak cocok"balas Jisung dengan wajah julid nya.
"Anjing"
"Heh, nggak boleh"tegur Haechan seraya memukul bibir Jaemin pelan.

Echanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang