Forgiveness

421 27 1
                                    

"Hari ini aku jemput ya?"
"Iya. Kamu nggak lembur?"tanya Haechan.
"Enggak, sayang. Nanti telpon aku ya kalo udah selesai kerja nya?"pinta Jeno.

Haechan mengangguk lalu mendekat pada sang suami agar mendapatkan kecupan sebelum keluar dari mobil.

Cup

Cup

"Semangat kerja nya ya, sayang"ucap Jeno.
"Makasih. Kamu juga semangat kerja nya ya. Nanti kita ketemu lagi sore"ujar Haechan.
"Iya, sayang ku"

Haechan berjalan memasuki kantor nya setelah mobil sang suami tidak lagi terlihat. Senyum nya merekah membalas sapaan teman-teman kerja nya.

"Chan"

Haechan menoleh, ia tersenyum saat melihat Jisung, salah satu teman kerja nya yang sudah ia kenal sejak masih SMP dulu.

"Hai, Ji"
"Dianter Jeno?"tanya Jisung.
"Iya dong. Siapa lagi?"
"Nggak usah senyum lebar-lebar ah"larang Jisung.
"Kenapa sih emang nya?"
"Orang yang punya senyum paling lebar, tawa paling keras, itu orang yang menyimpan luka paling besar. Gue nggak suka liat Lo sok baik-baik aja padahal aslinya enggak"kata Jisung serius.
"Ji"
"Di depan orang Lo boleh gitu, tapi seenggaknya kalo sama gue nggak usah. Lo bisa jadi Lo pas lagi sama gue"

Haechan diam. Mungkin Jisung ada benarnya. Ia butuh setidaknya satu orang untuk mengerti keadaan nya. Itu salah satu cara mencegah ia untuk tidak gila sepertinya.

"Makasih ya, Ji"ucap Haechan.
"Gue penampung cerita Lo, inget kan?"
"Inget banget"
"Nggak usah sungkan sama gue"kata Jisung sembari merangkul yang lebih pendek dari nya.
"Gue kalo nggak ada Lo kayaknya udah gila sih"kata Haechan.

Keduanya masuk ke dalam ruangan Haechan, Jisung memilih duduk di sofa yang ada di dekat pintu lalu menatap teman nya yang masih sibuk menyiapkan pekerjaan nya.

"Gue kalo nggak ada Lo dulu juga kayaknya gila"balas Jisung.
"Kenapa harus ada patah hati sih? Benci banget gue"keluh Haechan kesal.
"Kan Lo pake perasaan. Kalo nggak mau patah hati ya jangan pake perasaan dong. Cuma masalah nya Lo nggak bisa ngontrol perasaan Lo sendiri"kata Jisung.
"Bener banget lagi"
"Kalo ada cara biar perasaan mati juga gue mau tuh"gumam Jisung.
"Kenapa? Lo bilang Lo udah sembuh kan, Ji?"
"Iya. Tapikan mencegah sakit hati ke depannya"
.
.
.
Haechan berlari kecil mengejar balita yang baru saja bisa berlari itu.

"Ryo, jangan lari"tegur Haechan.
"Momo, Momo, Momo"celoteh si bayi.

Happ

"Anak nakal ini udah buat Momo kewalahan ya? Iya?"tanya Mark setelah berhasil mengangkat tubuh putra nya.
"Cium aja, pa. Cium"kata Haechan.

Mark menciumi wajah bayi nya hingga tawa nyaring memenuhi hunian orang tua mereka.

"Siapa ya yang ketawa nya kenceng banget"kata Taeyong sembari membawa puding yang baru saja ia buat.
"Bubu nggak usah repot. Sini duduk aja, tadi Haechan sama Renjun udah bawa Snack kok"kata Haechan sembari menuntun mertua nya untuk duduk di sofa.
"Makasih, sayang. Kamu keliatan capek banget, sering lembur ya?"tanya Taeyong sembari mengusap wajah Haechan lembut.
"Hehehe iya, Bu. Udah mau seminggu lembur terus, minggu ini udah enggak kok"
"Jangan capek-capek ya, nak. Kamu udah ngurus rumah, ngurus Jeno, ke kantor juga. Banyakin istirahat ya?"pesan Taeyong.
"Iya, bubu. Makasih ya"
"Kalian baik-baik kan?"
"Kalian?"tanya Haechan dengan wajah tak mengerti.
"Kamu sama Jeno, sayang. Baik kan?"

Haechan sempat hening namun akhirnya tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.

"Bubu tau sebagai suami, Jeno masih banyak kurang nya. Banyak hal yang kurang baik dari dia. Tapi bubu minta tolong sama kamu, tolong dampingi Jeno ya?"pinta Taeyong sembari menggenggam jemari menantu nya.
"Iya, bubu"
"Tapi kalo suatu saat kamu mau berhenti, tolong kasih tau bubu lebih dulu. Ya, nak? Jangan sungkan sama bubu. Bubu memang ibu nya Jeno, tapi kamu juga anak bubu. Ngerti, sayang?"
"Ngerti bubu. Makasih ya udah ngertiin aku. Haechan sayang banget sama bubu"ucap Haechan sembari memeluk mertua tercinta nya itu.

Echanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang