Buna

689 39 2
                                    

"Bear, nanti kalo udah selesai langsung kabarin aku ya? Biar aku jemput. Jangan nekat pulang sendiri"ingat Mark pada kecintaan nya yang masih sibuk memasak.
"Iya, kak. Nanti aku kabarin, kalo kerjaan banyak aku bisa minta tolong di jemput Jeno kok"
"Enggak. Biar kakak sendiri yang jemput kamu"

Haechan tersenyum saat mendengar suaminya kekeh untuk menjemput nya meskipun pekerjaan nya sendiri sulit untuk di tinggalkan.

"Kamu anter Chenle kan?"tanya Haechan seraya meletakkan hasil masakan nya pagi ini.
"Iya. Biar aku aja, kamu istirahat sebelum nanti Mae jemput. Acaranya nggak lama kan?"
"Cuma sebentar, kak"
"Jangan capek-capek ya?"pesan Mark sembari menatap Haechan.
"Aku bantuin Mae ngawasin pegawai aja. Fashion show kali ini aku nggak ikut sibuk kok"terang Haechan mencoba menenangkan sang suami.
"Bagus. Client yang minta gambar kamu selesai cepet itu gimana?"
"Pasrah abis kamu marahin waktu itu. Katanya terserah aku mau selesai kapan asal aku sendiri yang desain semuanya"jelas Haechan.

Gemas sekali memang lelaki nya ini, protektif tingkat tinggi. Ya memang kadang bisa membuat Haechan sesak dan sulit beraktifitas namun ia tetap senang dan bersyukur di beri suami yang amat sangat menyayangi nya.

"Dad, please. Buna cuma mau kerja, kayak mau di tinggal liburan 2 bulan aja deh"keluh Chenle, anak mereka satu-satunya yang sejak tadi menjadi saksi ke protektifan sang ayah.
"Buna kamu kalo udah kerja suka lupa waktu. Dad nggak suka liat buna mu sakit"sanggah Mark, matanya menatap protes pada sang anak.
"Buna mau mandi dulu, kalian kalo udah selesai sarapan nya langsung berangkat aja ya"pesan Haechan yang di iyakan anak serta suami nya.
"Cium dulu, sayang"
"Mark Lee memang tidak punya malu"keluh Haechan.
"Silahakan. Lele dengan senang hati akan menutup mata"kata Chenle seraya menutup kedua matanya dengan telapak tangannya.

Mark dan Haechan terkekeh melihat putra mereka.

Cupp

"Hati-hati di jalan ya, sayang"kata Haechan.
"Kamu juga harus selalu hati-hati ya?"
"Iya, kak"

Setelahnya Haechan menghampiri anak nya. Chenle segera memeluk perut sang ibu dengan manja lalu tersenyum saat mendapat kecupan di wajah nya.

"Belajar yang baik ya, anak buna. Jangan lupa bekal nya"pesan Haechan dengan nada lembut nya.
"Siap, buna ku"
.
.
.
Chenle rasanya hampir pingsan saat tiba-tiba guru nya datang ke kelas sesaat sebelum istirahat kedua untuk meminta nya segera mengemasi barang-barangnya lalu pulang karna buna nya masuk rumah sakit.

"Bapak tau dari siapa?"tanya Chenle.
"Papa kamu datang. Ayo kemasi buku mu, nak"

Menurut. Chenle segera mengemasil peralatan sekolah nya dengan di bantu Jisung, teman sebangku nya.

"Jangan panik. Kau harus tenang, buna mu akan baik-baik saja"kata Jisung sebelum Chenle pulang.
"Terima kasih, Ji. Aku pulang ya"
"Iya. Hati-hati"

Langkah kaki yang awalnya hanya berjalan cepat kini menjadi berlari kecil kala melihat sang ayah berdiri tak jauh dari nya.

"Dad!"panggil Chenle.
"Halo, sayang. Kita ke rumah sakit ya? Buna sakit"sapa Mark, wajah ayah nya terlihat pucat sekali.
"Dad enggak nyetir sendiri kan?"
"Ada om Jeno"

Lega. Chenle yakin jika ayah nya menyetir sendiri maka mereka tidak akan sampai di rumah sakit dengan aman karna ayah nya pasti akan ugal-ugalan.

"Tenang ya, dad. Buna pasti baik-baik saja. Chenle yakin karna buna itu kuat banget"ucap Chenle lalu memeluk pinggang ayah nya.

Senyum yang biasanya lebar itu kini terlihat lebih tipis dan terkesan di paksakan. Kasihan sekali ayah nya. Baru mendengar pasangan nya sakit saja seperti hidup nya sudah hancur. Chenle juga sedih tentu saja, namun ia menjadi bertanya-tanya tentang keadaan sang ibu karna raut sedih sang ayah.

Echanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang