Haechan ku

782 34 5
                                    

Renjun menghela nafas lelah. Baru saja ia menyelesaikan pekerjaan nya, sekarang ada lagi yang harus ia selesaikan. Siapa lagi kalau bukan si bengal Haechan, kesayangan nya.

"Kamu ngapain lagi sih?"tanya Renjun dengan nada pasrah.
"Aku liat dia dorong temen aku, ya aku bela dong. Dia nya main tangan, aku bales lah"cerita Haechan, tak terima sekali di salahkan.
"Nggak harus pake otot, Chan"
"Dia duluan, kak"ujar Haechan.
"Iya tapi kan ngobrol baik-baik dulu bisa"
"Kejadiannya ada di depan toilet fakultas aku yang di lantai 3. Coba aja cek sendiri"

Lelaki tampan itu menurut, ia lihat hasil cctv yang memang sudah ia minta sebelumnya. Awalnya hanya ada empat orang yang berdiri di lorong depan toilet, ada teman Haechan di antara mereka. Keroyokan? Lalu tak lama terlihat teman Haechan mundur seperti menolak beberapa kali sebelum di dorong lalu terjatuh hingga kepalanya mengenai pintu depan toilet.

Lalu Haechan mendekat, membantu temannya berdiri sebelum bertanya pada tiga orang lainnya. Bukannya menjawab, Haechan justru di dorong keras hingga menabrak bangku di sana. Selanjutnya yang Renjun ingat hanya Haechan yang mulai memukuli mereka secara bergiliran, ia tidak berniat melihat lagi karna sekarang ia justru mendekat pada manis nya untuk mengecek punggung milik si kesayangan.

"Buka baju kamu"titah Renjun.
"Jangan disini, nanti aja di rumah. Malu dong"
"Chan"
"Apa? Kamu pengen banget apa?"tanya Haechan dengan wajah polos nya.
"Yang serius ah, aku mau liat punggung kamu luka apa enggak"
"Oh kirain mau yang iya-iya"

Sabar sekali Renjun ini menghadapi Haechan nya, ia perlahan mengangkat baju bagian belakang Haechan lalu menghela nafas lagi ketika mendapati lebam yang cukup lebar di bagian pinggang sebelah kiri.

"Susah-susah aku jagain kamu, seenaknya bikin kamu luka. Siapa nama mereka?"tanya Renjun, aura nya sudah mulai gelap.
"Kak, ud-"
"Siapa namanya?"
"Kamu mau apa?"
"Aku mau lapor polisi, enak aja bikin Haechan ku lebam"gerutu Renjun.
"Biar pihak kampus aja yang urus"
"Kalo aku nggak ikut turun tangan nggak akan beres. Bilang siapa namanya"

Dengan terpaksa Haechan menyebutkan nama tiga orang yang sudah ia habisi itu. Haechan sendiri itu ahli beladiri, jadi ya ketiga anak tadi sudah di pastikan babak belur. Tapi Renjun masih emosi melihat lebam di punggung Haechan.

"Aku kasih salep"ucap Renjun.

Haechan mengangguk saja, kalau sudah begini maka Renjun tidak bisa di bantah. Daripada menimbulkan pertengkaran baru, lebih baik Haechan menurut.

"Pelan-pelan, kak. Sakit kalo di pegang"keluh Haechan sembari mendesis.
"Beneran nggak bisa di tinggal santai sebentar kamu ini"
"Aku nggak salah ih"rengek Haechan masih tak terima.

Selesai dengan salep, Renjun segera membalik bangku yang Haechan duduki supaya menghadap ke arahnya.

"Iya kamu nggak salah, tapi aku khawatir kamu kenapa-kenapa. Ngerti nggak?"
"Hm"
"Jawab yang baik"titah Renjun dengan wajah yang serius.
"Iya, kak. Maaf ya, lain kali nggak begitu lagi"ujar Haechan sembari menunduk. Tak lama ia mendapat usapan lembut di kepalanya.
"Dasar bocil"
.
.
.
Haechan membalikkan tubuhnya menghadap tembok kala merasa tidurnya kurang nyaman. Sudah hampir seminggu tapi lebam nya masih ada dan rasa pegal nya pun belum banyak berkurang. Sedikit kesulitan saat beraktivitas.

"Kenapa? Sakit lagi?"tanya Renjun saat merasakan pergerakan di ranjang.

Haechan menoleh pada Renjun yang kini mengucek matanya dengan wajah mengantuk.

"Kebangun ya, kak? Maaf ya"sesal Haechan.
"Kamu desis terus gitu, sakit?"
"Iya. Sakit banget tiba-tiba"keluh Haechan dengan suara serak.
"Mau di kasih pereda nyeri lagi nggak?"
"Mau"

Echanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang