Found you

604 37 6
                                    

"Dek, kamu serius mau jadi relawan?"tanya Johnny saat melihat anak bungsu sedang mengemasi barang-barangnya.
"Daddy tanya udah seratus kali"ujar Haechan geli.
"Ya daddy kan khawatir, disana itu tempat bencana kamu harus hati-hati banget. Kemungkinan ada gempa susulan itu ada"ujar Johnny dengan wajah khawatir.
"Tau, dad. Tempat yang jadi pengungsian itu aman kok, adek udah tanya-tanya sebelumnya"kata Haechan mencoba menenangkan sang ayah.
"Hati daddy nggak tenang deh"
"Ini kan pekerjaan mulia, dad. Adek mau bantu mereka yang lagi membutuhkan banget. Kayak daddy"Haechan genggam tangan sang ayah singkat.

Johnny duduk di pinggir ranjang anak nya itu, menatap pada si bungsu yang entah sejak kapan sudah sangat besar. Sudah menjadi dokter seperti dirinya. Seingatnya dulu anak itu masih suka merengek dan minta di gendong saat sakit, sekarang sudah bisa menyembuhkan orang sakit. Waktu benar-benar berjalan dengan cepat.

"Nggak lama, dad. Cuma dua bulan"bujuk Haechan.
"Tapi Daddy boleh nengok kesana kan?"tanya Johnny.
"Nggak usah. Jauh tau, nanti Daddy capek di jalan doang hehehe"
"Kamu ini. Jaga kesehatan ya, sayang? Jam makan jangan sampe berantakan. Kalo bisa kabarin daddy setiap kamu ada waktu"pesan Johnny yang kini ikut duduk di atas karpet membantu bungsu nya menata perintilan yang akan di bawa.
"Iya, dad. Adek usahain kabarin daddy terus, kalo adek nggak ada kabar nanti Daddy bisa tanya Injun"
"Cuma kalian berdua aja?"tanya Johnny.
"Enggak, ada dua dokter lain juga. Jisung sama Jaemin"jawab Haechan.
"Bestie kamu semua dong"
"Iya, makanya Daddy nggak perlu khawatir, yang jagain adek banyak"kata Haechan.

Drap

Drap

Drap

"Dek!"
"Astaga, Seo Hendery! Yang bener kamu"omel Johnny dengan tangan yang mengusap dada nya karna rasa terkejut.
"Maaf, dad"Hendery menyengir melihat sang ayah kesal.
"Kamu kenapa belingsatan gitu?"tanya Johnny.
"Abang lupa kalo besok adek udah berangkat ya? Perasaan aku nggak enak eh, nggak usah berangkat aja gimana, dek?"pinta Hendery sembari membawa tubuh sang adik untuk ia peluk penuh drama.
"Ih nggak bisa gitu dong, kan udah di setujui sama pihak rumah sakit juga. Nanti aku di kira nggak profesional"Haechan mendorong tubuh sang kakak dengan kesal.
"Janji baik-baik aja ya?"
"Iya, kak. Tenang aja"

Johnny diam. Jika perasaan nya sendiri yang tidak enak maka ia akan beranggapan dirinya terlalu takut berlebihan karna tak pernah jauh dari si bungsu. Namun jika sulung nya juga merasa tidak tenang apa benar semuanya akan baik-baik saja?
.
.
.
Tubuh Haechan di peluk erat oleh sosok yang sudah bertahun-tahun tak ia temui. Sepertinya terakhir kali adalah saat dirinya masih SMA kelas 3. Rindu sekali rasanya.

"Kamu apa kabar, sayang?"tanya Taeyong.
"Baik, bubu. Bubu kabarnya gimana? Baik kan?"Haechan balik bertanya.
"Iya semuanya baik kecuali Mark"jawab Taeyong sembari menatap ke arah sang anak.
"Huh? Kenapa, Bu?"
"Liat aja tuh, dia jadi pemadam kebakaran dan ninggalin kerjaan nya ke adek nya"

Haechan tatap lelaki yang berdiri jauh di hadapannya, pandangan keduanya bertemu namun tak lama karna Mark lebih dulu memutus pandangan dengan wajah tak ramah. Mungkin lelaki itu masih membenci nya.

Semua ini di luar kendali Haechan, saat ia dan teman-temannya sudah berada di lokasi selama 4 hari ternyata regu pemadam kebakaran yang menjadi sukarelawan baru saja tiba. Lalu sosok Taeyong yang ikut datang mengantarkan anak sulung nya menjerit heboh saat melihat mantan kekasihnya putra nya yang sudah sangat lama tak ia temui. Berbeda dengan Mark yang justru terlihat malas melihat ada nya Haechan disana.

"Lain kali bubu kesini sama papa deh biar ketemu kamu, papa kangen sama kamu tau"ujar Taeyong sembari mengusap kepala Haechan lembut.
"Iya, bu. Haechan juga kangen"
"Sehat-sehat ya, dek. Bubu titip Mark boleh? Tolong ingetin makan, anak itu susah banget"pinta Taeyong pada Haechan.

Echanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang