After

407 26 1
                                    

Jemari lentik itu kembali mengusap air mata yang enggan berhenti mengalir. Sudah berjam-jam ia menangis tanpa suara karna takut jika ada orang yang mendengar maka ia akan mendapat perkataan buruk lagi. Tidak. Rasa sakit ini sudah lebih dari cukup untuk Haechan.

Tok tok

"Chan? Udah tidur ya?"

Tok tok

"Kamu nggak mau makan malem dulu?"

Enggan menjawab, Haechan memilih memaksa mata nya untuk terpejam hingga ketukan pada pintu kamarnya terhenti. Sepertinya kakek dan nenek nya menyerah membujuk nya untuk makan malam. Rasa bersalah muncul namun Haechan kembali memilih abai, ia sedang dalam kondisi yang tidak baik.

Perlahan tangan Haechan terulur meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja nakas. Jemari nya menari di atas layar lalu mulai menggeser perlahan setelah berhasil masuk ke dalam file galeri.

"Injun, dulu aku bahagia banget lahir dari keluarga Seo yang luar biasa. Aku bangga jadi bagian nya dan berhasil kasih prestasi yang aku capai. Tapi sekarang aku nggak mau, aku mau lahir di keluarga sederhana aja biar aku boleh sama kamu. Hiks hiks, salah kita ada dimana ya?"gumam Haechan lirih.

Flashback

Haechan menjerit tertahan saat melihat wajah kekasihnya babak belur ketika masuk ke dalam kelas.

"Injun, muka kamu kenapa begini? Siapa yang pukulin kamu?"tanya Haechan.

Renjun tak menjawab, lelaki itu memilih memeluk Haechan tanpa peduli dengan beberapa mahasiswa yang menatap mereka dengan tatapan penasaran.

"Baba kamu ya?"tebak Haechan.
"Hehehe iya. Ternyata kemarin orang baba ngikutin kita waktu jalan-jalan"jawab Renjun lalu terkekeh.
"Aku kan udah bilang kita jangan pergi berdua dulu"omel Haechan kesal.
"Ya gimana, aku mau berduaan sama pacar ku"balas Renjun tak mau kalah.
"Ayo ke ruang kesehatan, aku obatin ya?"ajak Haechan.
"Iya. Tolong ya, sayang"

Keduanya di sambut Jaemin, salah satu rekan mereka yang kebetulan memang sedang berada di ruang kesehatan.

"Ngapain kalian? Anjing! Muka Lo kenapa, Jun?"tanya Jaemin heboh.
"Biasa lah, incident"
"Incident apaan sample bonyok begitu?"
"Baba tau gue jalan sama Haechan kemaren"jawab Renjun menjelaskan.
"Susah, susah. Yang musuhan keluarga tapi anaknya ikutan kena imbas. Gila emang keluarga kalian"komentar Jaemin yang kini membantu Haechan mengobati luka Renjun.
"Kita putus aja apa ya? Aku sedih liat kamu di pukulin terus"kata Haechan.
"Heh! Nggak mau aku, kan kita janji sama-sama terus kan?"protes Renjun.
"Tapi kamu selalu kena pukul"
"Segini doang nggak bakal bikin aku mundur, kamu tenang aja. Aku tau bukan cuma aku, di rumah kamu juga pasti selalu di marahin kan? Kamu di pukul nggak?"

Haechan menggeleng, kenyataan nya memang ia tak pernah di pukuli. Tapi lisan juga terkadang bisa menyakiti lebih parah bukan? Segala macam ancaman sudah pernah Haechan dapatkan bahkan di perlakukan berbeda dengan kakak nya pun ia rasakan, namun Haechan tetap pada pendirian nya.

Jaemin menghela nafas, kasihan juga dengan kedua teman nya yang harus menjadi korban keluarga. Ingin membantu tapi tidak tau dengan cara apa. Mereka sama-sama masih menjadi tanggung jawab orang tua.

"Jangan nangis ah, nanti jelek"kata Renjun dengan jari yang mengusap air mata sang kekasih.

Flashback end
.
.
.
Klingg

"Minta ice cream gratis"pinta Jaemin sesaat setelah masuk ke dalam kedai ice cream Haechan.
"Ambil sendiri deh"titah Haechan.
"Banyak ya?"
"Sampe pilek juga boleh"
"Emang paling baik temen gue satu ini"puji Jaemin senang.

Echanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang