"Oh, jangan-jangan kamu ngikutin jejak Kakak, ya?" Raut wajahnya yang terkejut berganti dengan cengiran senang.
"Jangan ngaco," respons Khail malas.
Kakaknya mengayun-ayunkan stick golf seolah sedang membidik bola golf dan berniat melambungkan bola golf sampai ke lubang kecil. "Gimana pendapat kamu tentang Imperium School? Sekolah itu keliatan kayak sekolah hebat yang berkaitan langsung sama pemerintah, tapi sebenarnya Imperium School cuma arena gladiator bagi orang-orang kayak kita."
"Semuanya keliatan normal dan biasa aja." Sorot mata Khail tertuju pada ujung stick golf kakaknya yang memukul rumput hingga rumput keluar dari tanah dan tanah pun menjadi berantakan.
"Terus, gimana sama permainan yang Kakak ciptain? Kamu suka? Kamu have fun?" Rasa percaya dirinya melambung tinggi. Laki-laki berusia dua puluh tahunan lebih itu tersenyum dengan stick golf di belakang tekuk leher dan setiap sisi stick golf dipegang tangannya.
"Makasih udah ciptain permainan yang seru," ujar Khail seraya tersenyum.
"Sama-sama." Senyum di bibir sang kakak semakin lebar.
"Udah jam segini, kita harus udahan, dan lanjut kegiatan lain." Teman kakaknya menatap jam tangan dengan serius.
Kakaknya memanyunkan bibir dengan helaan napas panjang. "Padahal gue masih mau habisin waktu bareng adek gue."
"Lebih baik Kakak pilih pekerjaan Kakak daripada aku," ujar Khail dengan senang hati.
"Harusnya lo ngertiin gue. Adik gue mau menghabiskan waktu bareng gue lebih lama," keluhnya kepada teman sekaligus orang kepercayaannya yang kadang mengatur jadwalnya.
"Berhenti ngerengek. Kita udah nggak ada waktu. Khail, kita pergi duluan." Ditarik kakaknya itu secara paksa.
Kakanya terus merengek ketika jaraknya dengan Khail semakin membesar. Sedangkan Khail justru melambaikan tangan menyambut kepergian kakaknya.
Tinggallah Khail seorang diri di lapangan golf yang luas dan sepi. Setelah berdiam diri selama beberapa saat, ia pun memutuskan pergi menggunakan buggy car ke ruang ganti dengan membawa tas golf di pundaknya. Untung saja ruang ganti tidak ada siapa pun. Membuat Khail merasa lebih leluasa mengganti pakaian. Tidak membutuhkan waktu lama, Khail langsung keluar dari ruangan ganti setelah mengganti pakaian olahraga golfnya dengan kaus oblong putih dan celana jeans.
"Aduh," rintihan itu terdengar ketika seseorang menabrak Khail dari belakang.
Khail yang baru saja keluar dari ruang ganti cukup terkejut dirinya ditabrak. Lantas ia menoleh untuk memastikan suara yang tidak asing di telinganya. "Biru?" Kening Khail mengernyit ketika melihat seseorang yang menabraknya ternyata Albiru.
Albiru yang sedang mengusap hidungnya lantaran cukup kencang menabrak punggung itu pun terkejut melihat seseorang yang dikenalnya. "Khail?"
Khail menelisik Albiru dari atas sampai bawah. Albiru tampak mencurigakan lantaran mengenakan jaket hitam, celana training hitam, topi hitam, dan memakai kupluk jaket. Penampilan Albiru seperti mata-mata yang sedang mengintai dan berusaha menyembunyikan identitasnya. "Kenapa lo ada di sini?" tanyanya curiga.
Seketika raut ekspresi Albiru berubah panik dan bola matanya bergerak melihat kiri-kanan mencari sebuah ide. "G-gue... gue... gue abis main golf sama sepupu gue. Nggak, nggak. Dibandingkan main golf, bisa dibilang gue cuma bagian nonton doang." Perlahan Albiru menghembuskan napas setelah berhasil melewati masa kritis dan menemukan alasan yang paling cocok.
"Sepupu? Terus di mana sepupu lo?"
"Udah balik duluan. Tadinya gue juga udah balik. Tapi gue... hp gue ketinggalan. Makanya gue balik lagi buat ambil hp." Sangat kebetulan Albiru sedang memegang ponsel. Jadilah ponsel itu ia angkat untuk menunjukkannya kepada Khail.
YOU ARE READING
Hetairoi : The King of Imperium School
Teen FictionSeri Ke-2 dari The King: Battle of Imperium School ________________________________________________ Hetairoi yang bagaikan angin monsun membawa perubahan besar pada sistem Imperium School; entah untuk mendatangkan bencana atau keagungan. Hetairoi me...