5. Melihat Masa Depan

7 2 0
                                    

"Dia baik-baik saja, kan ?"

 Ada sesal yang bergejolak di dada Rayyan. Sesak sekali hingga bernapas pun  terasa berat. Bangku itu masih kosong. Sama kosongnya dengan perasaan Rayyan ketika tidak menemukan keberadaan Kinara lagi hari ini.  Apakah ia harus minta maaf ? Kalau bukan karenanya, Kinara tidak akan sakit begini. Tapi.. 

"Aakkhh…."

Rayyan mengacak rambutnya frustasi. 

Di puncak rasa  sesalnya itu, seseorang dengan mata bengkak dan langkah malas menapaki ujung pintu. Rayyan tahu betul itu derap langkah siapa. Ia menoleh dengan cepat dan menemukan orang yang menjadi penyebab resahnya pagi ini berjalan mendekat. Rayyan terkesiap. Manik matanya mengikuti langkah gadis itu.

"Apa ?!" Kata Kinara ketus dengan nada tinggi.

Rayyan bak gulali disiram air. Menciut seciut-ciutnya. Kata maaf yang hampir ia keluarkan tersangkut di tenggorokan. Tertelan lagi.

"Morning ! " Sapa Aldi ceria saat memasuki pintu.

"Eh, sudah sembuh, Ra ?" 

Kinara mengangguk dengan senyum tipis.       

"Hp mu rusak ? Kok ditelpon nggak aktif? Kamu kemana aja, sih ?" Arumi yang juga baru tiba langsung memberondong Kinara dengan pertanyaan.

"Nggak, hpku mati, malas ngisi."

"Waktu itu aku ke rumahmu tau, digedor berapa kali pun nggak ada yang nyaut"

"Aku berobat kesana kemari, Mi. Sampe sumpek liat jalanan terus".

"Segitu parahnya ?" Arumi membulatkan mata, penasaran.

"Begitulah"

"Rayyan sudah minta maaf ?"

"Ya kali dia minta maaf. "  

Rayyan mendengar dengan jelas pembicaraan kedua teman itu dari balik punggungnya. Namun melihat tatapan galak Kinara barusan membuat lidahnya kelu untuk mengucap maaf.

"Rayyan, minta maaf kek !"

Arumi menoyor punggung Rayyan namun Rayyan pura-pura acuh. Sengaja membuka buku biologi dan membaca isinya.

"Rayyan !" Arumi mulai membentak.

"Aku tidak apa-apa, Mi. Ayo duduk." Kinara menarik tangan Arumi, memintanya tenang. 

"Dia sakit gara-gara kamu ! Cepat minta maaf !!" Arumi berang.

Rayyan diam. Membuka halaman selanjutnya. Tertulis 'sel eukariotik' di lembaran yang dibukanya. Ia tak bergeming sedikitpun.

"Yan !" Aldi menyiku, berbisik pelan. Rayyan akhirnya menoleh. Celingukan saat menyadari semua pandangan tertuju padanya. Rayyan menjadi kikuk lalu segera merapikan buku dan memboyongnya keluar. Melangkah dengan santai . Arumi hampir melompat dari bangku, bersiap menerkam Rayyan namun Kinara menahannya lebih dahulu. 

"Dia tuh harusnya minta maaf ke kamu."      

Kinara menggeleng.

"Jadilah seperti nelayan yang membaca cuaca dan arah angin terlebih dahulu baru pergi melaut."

"Jadi ?"  Arumi penasaran.

"Jadi kita tunggu saja saat yang tepat untuk...,"

"membalas dendam ?"

"Pergi melaut." Kinara tertawa geli, apalagi melihat ekspresi tak biasa Arumi, gadis itu bertambah marah. 

"Sudahlah, orang seperti itu tidak perlu diladeni, buang-buang waktu. "

Takdir BerkataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang