2. Kado Dari Rey

7 1 0
                                    

Sinar matahari  menerobos bingkai pintu berwarna coklat karamel,  menampilkan siluet manusia pemalas sedang berjalan layu sembari menggerus permukaan lantai ubin dengan telapak sepatu. Ia Kinara. Gadis imut berbadan jangkung yang hidup bagai replika patung selamat datang di gerbang sekolah. Tak kenal panas, tak tahu hujan, beku tak bergeser barang sesenti. Keliru jika berkata ini tentang kesetiaan, bukan. Ini tentang Kinara, manusia dengan filosofi hidup adalah tentang menerima. Menerima apa saja yang dikatakan takdir. Buat apa memberontak terhadap hal yang tak bisa diubah. Yang terjadi biarlah terjadi.

Manusia super cuek itu mendapati kejutan door to door pagi ini. Sembari menguap malas, ia memicingkan mata, memusatkan bola matanya pada sebuah boneka kelinci yang duduk lucu di atas bangku miliknya. Sambil mendesah panjang, ia menghampiri boneka itu.

"Rey ?" Kinara menerawang tulisan kecil di ujung surat berwarna putih tulang. Siapa itu Rey ? 

 "Cieee… Kinara." ledek Febi yang baru saja muncul dari balik pintu. Menyusul siulan dan sorak menggoda dari teman-teman kelas, membuat bola mata Kinara berputar malas.

 "Dari siapa, Ra ?" Kinara mengedikkan bahu, tidak tahu.  Selama bernapas di bumi, ia tidak merasa kenal seseorang bernama Rey.  Bodoh amat, Kinara melemparkan boneka itu ke arah Febi. Hap ! Febi menangkap benda itu tanpa ragu.

 "Nggak mau, nih ?" Febi memastikan.

 Kinara melambaikan tangan, menyuruh Febi ambil saja. Peduli amat dengan boneka, kamar Kinara sudah begah dengan barang lucu itu. Urusan Rey itu belakangan, kalau memang jodoh pasti tidak akan kemana, begitu pikirnya.

"Kasih aku aja, Ra. Aku juga mau !" Lisa merebut paksa boneka itu dari tangan Febi. Membawanya lari. 

"Enak aja ! Kinara kasihnya ke aku, bukan kamu !"

"Kasih aku aja !" Seru yang lain. Sepertinya semua gadis di dalam kelas menginginkan benda itu.

Aksi kejar-kejaran itu pun berlangsung seru. Boneka tersebut digilir kesana kemari. Berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Sementara Kinara tidak peduli. Ia membenamkan wajahnya di atas meja. Melanjutkan tidur.

"Rey ?" Arumi yang baru tiba membaca sepucuk surat yang tergeletak begitu saja di atas meja. Cukup lama. Surat itu menyita seluruh perhatiannya.

 Beberapa hari kemudian, saat rinai hujan berkelontangan di atap sekolah, nama Kinara mengaum heboh. Kali ini bukan lagi tentang kado di pagi buta melainkan soal isi rapor yang sedang dipegang Bu Ratna. Nama Kinara menggema memenuhi ruangan. Menghentikan aktivitas ngemil sembunyi-sembunyi gadis itu.

"Ada apa ?" Kinara bertanya polos.

"Kamu juara dua tuh, maju sana !" Arumi mendorong lembut pundak Kinara.

Teman-teman kelas Kinara terpukau, siapa sangka, si gadis pemalas berhasil menyabet juara di kelas. Mengukuhkan kedudukannya sebagai siswa terpintar kedua setelah si tampan Rayyan yang sudah lebih dulu berdiri di depan sana dengan tampang garang. Entah apa yang membuat moodnya berantakan. Menjadi pemilik nilai tertinggi di kelas tidak lantas membuatnya sumringah. 

Hari itu menjadi titik awal hubungan mereka. Dendam, marah dan benci melebur bersama rinai hujan yang rebah di halaman sekolah. 

**********

Maret, 2013.

"Ini orang kesurupan apa gimana ?" Kinara memperhatikan punggung Rayyan yang mulai hilang di balik pintu. Sambil memainkan seutas rambutnya yang panjang, ia menyelisik roman wajah Rayyan dalam ingatan. Belum pudar benar kejadian tempo hari saat Rayyan tersenyum melambaikan tangan ke arahnya. Meskipun jika diingat-ingat lagi bikin Kinara merinding, setidaknya itu jauh lebih baik dibanding dengan situasinya sekarang. Setelah terima rapor, Rayyan mendadak berubah. Air wajahnya yang selalu nampak ramah pada semua orang sekarang tiba-tiba punya pengecualian, yah, kecuali pada Kinara.

Takdir BerkataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang