13. Berdamai

2 0 0
                                    

Kata Ibu cinta itu seperti dabu-dabu. Ada cabe dan bawang yang pedas berbaur dengan tomat dan jeruk nipis yang asam. Dipersatukan garam yang asin dan micin yang gurih. Berbagai rasa yang dipaksa bersatu dalam satu piring.

Cinta sama seperti dabu-dabu, nano-nano rasanya. Kadang ada senangnya, kadang ada sedihnya. Tapi apakah orang-orang kapok dengan cinta ? Ternyata tidak. Berbagai rasa yang dikecap direngkuh jadi satu. Diterima dan dimaknai keberadaannya.

Dan Kinara seperti dabu-dabu. Mencintainya ternyata tidak mudah. Berbagai jenis perasaan datang menyergap bersamaan dengan rasa yang terus tumbuh di dalam dada.

Rayyan pikir merindukannya setiap malam menjadi hal terberat yang harus dilalui saat perasaannya mulai tumbuh. Ternyata ada hal lain yang datang menyesakkan dada.

Setelah hujan turun semalaman, halaman sekolah tak ubahnya lapangan lumpur.

Pagi itu hari piket Kinara sekaligus hari sialnya. lihat, halaman sekolah berubah menjadi genangan lumpur. Siswa-siswa yang datang lebih dulu membawa becek masuk ke dalam kelas. Memberi cap sepatu dari teras sampai lantai ruangan. Belum lagi siswa kelas lain yang berlalu lalang, memberi cap ganda pada lantai.

Kinara mengepel lantai sambil meracau. Kesal mengerjakan pekerjaan tambahan. Ia sampai memarahi teman kelasnya, menyuruh membersihkan telapak sepatu. Jangan sampai ada becek lagi setelah ia susah payah mengepel.

Selesai. Kinara menghembuskan napas lega. Lantai sudah bersih mengkilat. Saatnya membersihkan alat pel dan mengembalikannya ke tempat asal. Namun saat Kinara hendak pergi membersihkan alat pel, Rayyan mendadak muncul, menginjak lantai dengan sepatunya yang terbungkus becek. Melihat lantai yang susah payah ia bersihkan, Kinara sontak menjerit marah.

"Rayyaaaaaaaaaaaaaan !!!"

Yang dipanggil menoleh. Menelan ludah.

"Kau ini manusia bukan, sih ?" Kinara bernapas cepat, wajahnya merah padam. Sejurus kemudian membanting kasar alat pel di depan Rayyan.

"Kau ketua kelasnya, kau yang tanggung jawab !!" Tukas Kinara bernada mengancam. Pergi meninggalkan kelas.

Rayyan memperhatikan sepatunya. Sial ! Dari tadi fokusnya hanya terarah pada wajah sendu yang sedang mengepel itu, tidak sadar kalau sepatunya penuh becek. Membuat gadis itu mengamuk.

"Kinaraaaa !!" Percuma. Gadis itu sudah jauh.

Belum sempat meletakkan tas, Rayyan menemukan masalah baru. Di ujung sana, Kinara menyapa Valen yang entah kenapa terlihat berjalan sambil menyeret-nyeret kakinya. Gadis itu langsung sigap menolong, mengalungkan lengan Valen di pundaknya.

"Ya Tuhan !" Rayyan gusar. Ia mengusap wajah sebentar. Lalu beranjak meletakkan tas di bangku. Duduk sebentar untuk meredakan gejolak di dada. Sesak sekali rasanya.

Setelah termenung beberapa saat, ia mulai beranjak meraih alat pel. Meneruskan pekerjaan Kinara.

"Kok kamu yang ngepel ? Kinara mana ?"

Rayyan hanya menghela napas, malas menanggapi.

"Aku bantu, ya ?"

Arumi tanpa diminta segera meraih alat pel. Riang membantu orang yang disukainya mengepel lantai. Sementara Rayyan sebaliknya, wajahnya kusut seperti benang berpintal. Sebentar-sebentar melirik ke arah Kinara.

Siangnya giliran wajah Aldi yang kusut.

"Kata orang kalau kita jatuh cinta berarti harus siap patah hati." ucap Aldi tiba-tiba. Rayyan bergidik ngeri menyaksikan tampang Aldi yang nelangsa.

"Apaan sih ?"

"Lihat noh !" Telunjuk Aldi terarah pada dua sejoli yang tengah menikmati makan siangnya di bangku taman. Itu Valen dan Kinara.

Takdir BerkataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang