Katanya takdir adalah sebuah keniscayaan. Yang bukan ditakdirkan untukmu, tidak akan pernah menjadi milikmu. Yang ditakdirkan untukmu, pasti akan menjadi milikmu entah bagaimana caranya.
Menyaksikan ojek pilihan Mama yang baru saja tiba, kalimat pamungkas takdir langsung mengular dalam kepala. Benarkah yang ditakdirkan untukmu pasti menjadi milikmu ? Kalau begitu adanya, bagaimanalah ia bisa mengubah takdir. Tapi bukankah orang di hadapannya ini sudah berubah ? Masih perlukah dirinya mengubah takdir ? Kinara menggeleng keras. Membuang jauh-jauh pikiran konyol tadi.
"Tunggu sebentar." Kinara berlari masuk ke dalam toko. Toko kue lengang. Hanya ada satu karyawan toko yang gesit membersihkan etalase. Baru pukul setengah tujuh, toko belum buka. Kinara beranjak ke bagian belakang toko, tempat pembuatan kue.
Baru-baru ini Mama menambah karyawan baru. Dua orang baker berpengalaman. Sehingga sepagi ini oven sudah terisi penuh. Meja-meja besar terhidang kue beraneka jenis. Siap ditata ke dalam etalase.
"Mama !"
Mendengar teriakan Kinara, Mama menghentikan sejenak kesibukannya. Melepas celemek biru. "Loh, belum berangkat ?"
"Kenapa harus Rayyan sih yang Mama pilih jadi ojek pribadiku ?!,"
"Aku nggak mau dia yang jemput. Aku menolak !!" Kinara menyilangkan tangan di dada.
"Jangan seperti itu, Nak. Kau pikir mudah membujuknya agar mau jadi ojek ? Pertama kali Mama menawarkan Rayyan pekerjaan ini, dia langsung menolaknya mentah-mentah. Mama sampai harus memohon pada Ibunya."
"Ibu ?" Kinara menepuk dahi. "Kalau dia menolak, kenapa Mama bersikeras ?"
"Mama menyukai anak itu. Dia pribadi yang bertanggung jawab, lagipula dia yang menyelamatkanmu baru-baru ini. Kita berhutang budi padanya."
"Lupakan saja. Mulai sekarang aku akan berani pergi sekolah sendiri." kinara hendak pergi meninggalkan sang Mama namun segera dicegat.
"Mama sudah bayar gajinya bulan ini."
"Anggap saja sedekah."
Mama mencengkram tangan anaknya kuat. "Itu tidak sopan, Kinara. Setelah Mama memohon-mohon agar Rayyan mau dipekerjakan, sekarang kamu ingin memecatnya ?"
Kinara menarik napas panjang. Benar kata Mama, tindakan itu sangat tidak beretika. Sial ! Sejauh apapun ia berusaha menghindar, takdir selalu mengatur siasat untuk mempertemukan.
"Baiklah. Tidak ada pilihan lain." kinara menunduk lesu. Meraih tangan Mama untuk bersalaman.
Ia berhenti sejenak di teras toko. Memerhatikan motor matic merah yang tertambat di pinggir jalan. Rayyan masih di sana, menunggu sambil memandang kosong ke arah jalan. "Wah, pagi yang sial !" Gerutunya.
Rayyan terdiam. Inilah alasan kenapa awalnya ia menolak tawaran pekerjaan dari Mama Kinara. Ia terlalu takut menerima penolakan gadis ini.
"Jalan nggak nih ?"
Lamunan Rayyan terputus. Segera melajukan kendaraannya.
Setelah melaju beberapa saat, Rayyan tiba-tiba melambat. Motor berguncang. Setir merayap tak kenal arah. Rayyan sigap membaca situasi, menepi untuk berhenti. Kinara hendak protes namun kalimatnya tertahan di ujung lidah saat melihat ban belakang motor meleleh.
"Bannya bocor ? Wah, aku benar-benar sial." Kinara mengusap wajah kesal.
Rayyan memerhatikan ban bocor itu dengan saksama. Menimbang-nimbang langkah apa yang akan ia lakukan. Di depan tidak ada bengkel. Jarak sekolah dari tempat mereka berada tidak jauh lagi. Mendorong motor adalah satu-satunya pilihan. Segera diraihnya stir motor, mendorongnya cepat. Kinara patah-patah mengikut dari belakang. Berjalan sambil bersungut-sungut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Berkata
أدب المراهقين"Rayyan, apakah dengan melihat masa depan bisa menjamin aku akan hidup bahagia dengan kamu di sisi aku ? Apakah benar demikian ? Bukankah takdir tidak pernah menjanjikan kehidupan bahagia secara cuma-cuma ?"