20. Tabung Gas Tante Ima

6 1 2
                                    

“Bekal kamu, Yan.” Kinara meletakkan kotak bekal di atas meja. Itu kotak bekal yang kesekian. Setiap hari selama 3 bulan terakhir rutinitas itu berlangsung tanpa jeda. Kadang Mama yang menyiapkan bekal, kadang karyawan toko Mama.  Para Tante komplek juga tidak mau ketinggalan. Berduyun-duyun memberikan bekal kepada anak ganteng favorit mereka. Apalagi Mama Irna sering nyeletuk aneh tiap kali menyerahkan rantang warna-warninya. “Rayyan ini persis Papa Irna waktu muda dulu. Ganteng. Bawaannya bikin rindu masa lalu.” Asli, Kinara geli mendengarnya.

“Bukan maiiiiin, udah kaya Istri Rayyan aja kamu, Ra. Tiap hari nganterin bekal.” Ujar Aldi sembari berdecak.

“Kan latihan.” Seloroh Kinara, membuat kepala Rayyan terangkat. Menatap  dengan rasa tak percaya.

“Ciieee… udah terang-terangan nih ceritanya ?”

Kinara mengedikkan bahu. Menjawab dengan gaya cool. Itu benar, bukan ? Takdir berkata Rayyan adalah jodohnya di masa depan. Meskipun ia ragu apakah Rayyan akan bertahan sampai masa itu tiba.

“Makan disini aja, Ra. Sama aku. Nggak usah ke kantin. Bekalnya kebanyakan ini.” Rayyan menunjuk isi bekal yang baru saja ia buka.

Kinara menatap makanan di dalam rantang. Benar juga. Rantang itu seperti
Akan meledak karena kebanyakan isi. Namun sedetik kemudian ia menggeleng. Ia punya urusan di kantin. Lagipula sekarang ia sedang memakai baju batik. Ia harus waspada tingkat tinggi.

“Makan sama Aldi aja. Liat tuh, ilernya mau netes.”

Tatapan Rayyan beralih ke arah teman sebangkunya. Benar saja, laki-laki itu sudah meneguk ludahnya sendiri untuk kesekian kali.

“Kamu makan disini Saja. Jangan kemana-mana. Ingat ! DI SINI SAJA !” Tegas Kinara. Mengetuk meja berulang kali dengan jari telunjuk. Tanda ia tidak main-main dengan ucapannya.

Setelah itu ia mulai beranjak dari kelas Rayyan.

“Ra !” Panggil Rayyan.

“Diam !” Lantas melambaikan tangan, menghilang di balik pintu.

Hari ini misinya masih sama, memantau keadaan kantin. Namun sesampainya di sana, kantin Tante Ima tutup. Pintunya digembok. Aneh, padahal ia yakin betul Tante Ima berjualan hari ini.

“Cari apa, Ra ?” Kebetulan yang pas. Ada Valen si tetangga Tante Ima yang tiba-tiba melintas.

“Tante Ima kok nggak jualan ? Padahal tadi pagi buka.”

“Barangkali ikut penyuluhan pemakaian kompor gas, Ra. Tadi pagi Mamak bilang begitu. Katanya ada bagi-bagi gas elpiji gratis juga.”

“Apa ?” Akhirnya terjawab sudah rasa penasaran Kinara soal darimana asal muasal tabung gas itu.

Beberapa tahun terakhir pemerintah daerah sedang giat-giatnya melakukan penyuluhan. Bukan tanpa alasan, hal ini dilakukan guna mendukung program pemerintah pusat untuk mengkonversi penggunaan minyak tanah ke gas elpiji. Tujuannya tidak lain untuk menekan konsumsi minyak tanah. Apalagi di daerah berkembang seperti kota kecil Kinara. Minyak tanah masih menjadi bahan bakar favorit masyarakat di sini. Untuk itu pemerintah melakukan langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan minyak tanah dengan mengadakan penyuluhan dan pembagian gas elpiji gratis.

Tanpa bertanya lagi, Kinara langsung lari lintang pukang. Menyalip beberapa siswa yang hilir mudik.

Valen masih di situ. Menggaruk kepala bingung.

“Abang Riz, izin keluar sebentar.” Ucap Kinara sesampainya di gerbang. “Bukain gerbangnya dong.” Kinara memelas. Mengerjap-ngerjapkan mata.

“Izin dulu ke guru piket, Kinara.”

Takdir BerkataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang