•• Obsession 🥀 | 21

123 5 0
                                    

Keseharian mereka kali ini memang sangat menyenangkan, tapi sedikit terasa hampa. Bagaimana tidak? Mereka sudah terbiasa bermain ber-empat sejak masa-masa SMA dulu sampai beberapa hari lalu, tapi sekarang? Mereka hanya bermain bertiga tampa kehadiran sahabat gila mereka.

Sebbie melihat beberapa pengunjung kafe, sesekali mengeluarkan cengiran saat memandangi beberapa pengunjung. “Disini banyak cogan, ya?! Kalo aja Kerin ada di sini, pasti dia udah teriak-teriak heboh dari tadi.”

Ketiganya langsung tertawa serempak. “Bukan teriak-teriak lagi, sih ... Pasti dia bakal ngedip-ngedip pin mata dengan badan yang udah kayak ulet.” Zeara berkata sembari menirukan gerakan Kerin. “Kayak gini, haha ....”

Sebbie memukul-mukul meja, benar sekali perkataan Zeara itu. Dan entah mengapa, walaupun Kerin bertingkah seperti ulet, para pria tetap saja terbius dengan ibu anak satu itu.

“Sekarang, Kerin lagi ngapain, ya?” Semua gadis itu terdiam mendengar perkataan Naily, dengan pikiran masing-masing.

“Lagi mesra-mesraan sama suaminya, mungkin? Bulan madu~” canda Zeara memecah keheningan.

Sebbie merenggut tak terima. “Dih? Udah nikah tua masih bulan madu?”

“Nggak papa sih menurut gue mah, dari pada jomblo dari janin, ya nggak?” sindir Naily dengan kekehan kecil.

“Udah jomblo, terjebak friendzone lagi!” Zeara ikut menyindir.

Wajah Sebbie memerah padam, menahan kekesalan. “Ya nggak papa, dari pada punya pacar tapi cuek dan dari pada di tinggal tunangan-nya,” cecar Sebbie dengan wajah sinis.

Sekat-mat! Keduanya langsung terdiam, menatap Sebbie datar.

•• Obsession••  

Mata Gitano bersitatap dengan mata Zean, kedua pria itu saling melemparkan tatapan dengan mulut sama-sama terdiam, keduanya tidak mengeluarkan suara, dan ini sudah berlangsung selama tiga menit lamanya.

Ruang tamu sekarang terasa mencengkam dengan aura masing-masing. Tatapan Gitano semakin menelisik tajam dan mata Zean yang semakin berkilat dingin.

“Benar tidak berbuat aneh-aneh?” selidik Gitano kesekian kalinya. Tentu saja wajib di selidik, kata Bik Nia tadi, Zean sudah tingal disini lebih dari seminggu. Tebalkan ini ... Sudah lebih dari satu minggu!

“Ya, tentu saja.”

Gitano semakin menajamkan tatapannya, menyelidiki pria di depannya ini dengan cermat. Dari gerak-geriknya tidak ada yang mencurigakan, tapi tingkah laku pria ini membuatnya bingung. “Anda ini orang kaya, mengapa Anda mau dijadikan seorang bodyguard oleh adik menjengkelkan saya itu?”

Zean menyeringai kecil. “Saya menyukai adik Anda, saya ingin memilikinya.”

Gitano hampir tersedak minum mendengar perkataan dari pria di depannya ini. “Memilikinya? Maksudnya ... Menikahi adik saya?”

"Hm,” dehem Zean pelan.

Gitano menyorotkan tatapan sinis kearah Zean, menatap Zean dari bawah ke atas, sampai tepat menatap mata pria itu. “Anda harus mendapatkan ijin saya terlebih dahulu.”

“Untuk apa mendapatkan ijin?”

Gitano mendelik tak suka. “Tidak sopan,” ketusnya. “Jika tidak ada ijin dari saya, siapa yang akan menjadi wali untuk, Zea?”

Zean mengetuk-ngetuk pembatas sofa mengunakan jari telunjuk, ada benarnya perkataan Gitano. “Jika begitu ... ijinkan.”

Gitano menyilangkan kaki dengan otak yang mulai bekerja. Kali ini Gitano tidak akan mengatur-ngatur kehidupan pernikahan Zeara, ia ingin gadis itu yang memiliki pasangan hidupnya atas dasar cinta, jadi untuk sekarang, ia tidak akan mengambil keputusan sendiri. “Jika Zeara menyukai Anda, saya akan ijinkan. Jika tidak, yaa, untuk apa? Berusahalah jika benar-benar menyukai adik saya.”

Terjerat ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang