Sebuah suara-suara pembicaraan membuat tidurku sedikit terganggu. Secara perlahan mataku mulai terbuka, pandanganku langsung menampakkan orang-orang asing, aku sama sekali tidak mengenal siapa mereka semua.
Satu wanita paruh baya dan dua laki-laki remaja. Entah siapa mereka, aku tidak mengenali satu orang pun. Saat mereka bertiga mulai menyadari kesadaranku, semua mata langsung tertentu kearahku, membuatku merasa malu. Aku menarik selimut berwarna putih untuk menutupi sebagian muka.
“Zea ...?” panggil wanita paruh baya entah kepada siapa, tetapi tatapan wanita itu mengarah kepadaku.
Aku semakin mengeratkan genggaman pada selimut, semakin merasa tidak nyaman dengan tatapan-tatapan orang dewasa itu.
“Aku panggil dokter dulu.” Salah satu pria berseragam olahraga bersuara dan melangkah pergi keluarga dari ruangan.
“Zeara, hey? Kenapa melamun, hm?”
Aku sontak menyentak tangan pria di sebelah kanan, pria itu hendak menyentuh kepalaku, “Kalian siapa?” cicit-ku pelan, Aku semakin menaikan selimut putih sampai hanya memperlihatkan kedua mata.
“loh ... Masa kamu lupa, Zea?” Wanita paruh baya tadi kembali mengeluarkan suara.
“Siapa, Zea?” tanya-ku kembali, rasa penasaran mulai menyerang pikiran, sedari tadi nama itu yang selalu aku dengar.
“Zea itu kamu.”
Kelopak mata milikku berkedip cepat, aku bernama ... Zea? Mengapa aku sama sekali tidak mengetahui hal tersebut ...? Tapi, jika itu bukan namaku, terus namaku siapa? Aku ini siapa? mengapa aku berada di sini? Dan mereka semua siapa? Begitu banyak pertanyaan dalam benak. Namun, hanya bisa di pendam, tidak ingin bertanya banyak kepada orang-orang yang tidak aku kenali.
Mendengar suara pintu terbuka, semua orang beralih menatap kearah pintu yang terdapat wanita ber jas putih, di ikuti pria yang tadi berpamitan untuk memangil dokter.
Pria yang tadi hendak menyentuh kepala-ku langsung mendekat kearah dokter, terlihat sekali ekspresi wajah pria itu sangat khawatir. “Dok, sepertinya adik saya kehilangan ingatannya, tetapi mengapa? Bukankah kata dokter adik saya baik-baik saja?”
Wajah dokter itu terlihat kebingungan. “Sebentar, biar saya periksa.” Setelah mengatakannya, dokter cantik itu mendekat kearah-ku lalu memegang kepala-ku, entah apa yang sedang dokter ini lakukan. “Kepalanya sama sekali tidak mengalami luka sedikit pun,” ujar dokter tersebut memberitahu.
“Tapi dia tidak mengingat saya, Dok! Apa Dokter pikir adik saya pura-pura lupa ingatkan, hah?!”
Aku semakin menggenggam erat selimut, merasa takut dengan teriakan dari pria yang sejak tadi mengajaknya berbicara.
“Gitano, kamu tenang dulu, jangan marah-marah seperti itu.” Seorang wanita paruh baya tadi menghampiri pria yang disebut Gitano, wanita itu memegang pundak Gitano lalu mengelus nya pelan. “Dokter, apa bener kepala Zeara tidak mengalami luka yang mendalam?” Suara wanita itu lebih terdengar lembut dari pada Gitano.
Dokter mengangguk, wajahnya masih terlihat tenang. “Benar, Nyonya. Bukankah kalian yang membawa Nona Zea? Saat kalian membawanya, Nona Zea sama sekali tidak mengeluarkan darah, bukan?”
“Jika seperti itu, mengapa adik saya tidak mengenali saya?!” Gitano kembali berbicara mengunakan urat.
Dokter itu terdiam sembari menatap kearah-ku, aku juga membalas tatapan itu dalam diam. “Apakah Nona Zeara mengalami trauma mendalam sebelum datang kemari?” tanya dokter itu, semuanya terdiam, tidak ada yang menjawabnya. “Jika iya, sepertinya Nona Zeara mengalami Amnesia Disosiatif.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Obsesi
RomanceKarna sebuah insiden penculikan, Zeara memutuskan untuk mempunyai seorang bodyguard, tapi siapa sangka? Zeara malah memperkerjakan seorang gelandang yang gadis itu temukan di jalanan, Zeara memperkerjakannya sebagai bodyguard pribadi untuknya! Dan i...