•• Obsession 🥀 | 25

115 2 0
                                    

Ini adalah hari ketiga Zeara mengalami Koma, dan selama tiga hari tersebut Gitano terus menunggu di ruang inap. ditemani oleh Kenic, paman seno, istri paman seno, atau hanya berdua dengan Zeara.

Sesekali Giitano merasa kesal kepada Zeara, mengapa adiknya harus keluar dari kamar dengan melamun? Membuat frustasi saja. Dirinya sudah kehilangan kedua orangtuanya, ia tidak akan sanggup lagi jika adiknya juga pergi meninggalkan-nya seorang diri.

“Nggak usah ngelamun, ntar kerasukan. Nggak ada yang mau nolongin,” ketus Kenic secara tiba-tiba, memecah keheningan.

Gitano menoleh malas kearah samping. Benar, sekarang di ruangan ini dirinya tidak hanya berdua dengan Zeara, melainkan bertiga dengan Kenic. “Nggak sekolah?” tanya Gitano asal.

Diberi pertanyaan tersebut, raut wajah Kenic memperlihatkan ekspresi terkejut dengan di lebih-lebihkan. Membuat Gitano berpikir ... Apakah ada yang salah dengan pertanyaannya tadi?

“Hei, sekarang hari minggu! Lo mau gue sekolah sama hantu, hah?” sewot Kenic mengunakan nada tinggi. “Harusnya gue yang nanya, nggak ada jadwal kampus, lo?”

“Udah keluar.”

Mendengar perkataan Gitano tentu saja membuat Kenic keheranan. “Loh? Kenapa?”

Gitano menghembuskan nafas berat, menatap lurus kearah Zeara. “Kalo Zeara udah bagun, rencananya gue sama Zeara mau pindah ke Australia, ke rumah om seon dan lanjutin kuliah di sana,” jelas Gitano pelan. Sebenarnya ini bukan keinginannya, melainkan keinginan om dan tantenya itu, katanya demi kebaikan Zeara yang memberi alasan ....

Zeara masih kecil, masih butuh sosok orang tua di sampingnya. Nggak baik juga buat kesehatan mental Zeara kalo masih tingal di rumah itu.” Gitano berbicara dengan nada pelan, mengingat kembali nasehat om-nya. Mau tidak mau Gitano setuju dan rencananya ia akan tinggal di sana sampai Zeara remaja.

“Yah ... Gue di tinggal sendirian dong?” sedih Kenic.

Gitano lebih memilih diam, tidak ingin menjawab ke lebaian seorang Kenic Giarcarlo.

“Tapi nanti kesini lagi 'kan?”

“Ya.”

“Nah, udah ngomong iya. Awas kalo enggak, ntar gue susul kesana lalu culik Zeara!”

Gitano hendak mengeluarkan suara, tapi terhenti saat mendengar ringisan kecil dari adiknya. Gitano dan Kenic segera menghampiri Zeara, mata gadis kecil itu terbuka secara perlahan, menyesuaikan pencahayaan.

Tidak menunggu waktu yang lama Gitano langsung melemparkan ekspresi marahnya, “Bagus! Ngapain kamu pake acara bunuh diri, hah? Mau meninggal, iya?! Mau ninggalin kakak sendirian, Zeara?” sentak Gitano.

Bukannya mendapat balasan, Gitano malah merasa dejavu dengan tindakan Zeara sekarang. Adiknya itu menutupi setengah muka menggunakan selimut, seperti kejadian minggu lalu. Tapi kali ini, muka gadis itu seperti ketakutan.

Ka-kalian ... siapa? Kenapa marahin aku ...?” cicit Zeara pelan.

Secara bersamaan, Gitano serta Kenic saling pandang dengan ekspresi datar. Anak ini hilang ingatkan lagi, sepertinya itu hobi baru Zeara, di umurnya yang baru menginjak sembilan taun, Zeara sudah dua kali hilang ingatan. Wah ... Tingkatkan lagi keahlianmu Zeara.

Sekarang mereka harus berusaha mendekati Zeara lagi dengan susah payah, seperti kemarin-kemarin.

Kenic kembali menatap kearah Zeara datar, kebetulan bocah si tukang amnesia itu juga sedang menatapnya takut. “Kita?” tanyanya datar, Zeara mengangguk kecil.

Terjerat ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang