Yogyakarta 07 : Kenangan masa lalu

63 5 0
                                    

Selamat membaca, tandai jika ada kesalahan dalam menulis.

✯✯✯

Perumahan cempaka, merupakan tempat dimana rumah Shaka berada. Rumah itu dibeli dari pasangan lansia yang kini tengah pindah ke kota Sumatera untuk dirawat oleh anaknya.

Lokasi perumahan yang terkenal elit dan nyaman itu dihuni rata-rata oleh orang yang bekerja kantoran. Hanya sedikit anak kecil yang berkeliaran, karena banyak dari mereka yang tinggal disini sudah memiliki anak seusia Shaka.

Untuk kedua kalinya Anin menginjakkan kaki memasuki rumah ini, rasanya sangat tenang berbanding balik ketika ia berada dirumahnya. Rumah Shaka seperti diberi banyak energi positif membuatnya betah berada disini.

Sapaan ia berikan kepada seorang wanita yang tengah fokus menatap laptop diruang tamu, nampaknya ibu dari Shaka memiliki pekerjaan yang mungkin saja tak bisa ditinggalkan. Ah, Anin jadi tak enak sudah berkunjung kemari.

"Tante kira kamu gak jadi kesini," ujar Lara mematikan laptopnya, "Tadi Shaka udah chat tante, katanya kamu mau kesini, ternyata beneran."

Anin tersenyum canggung, "Maaf ganggu waktunya tante."

Lara tersenyum tipis, "Tante engga lagi sibuk kok, jadi gak masalah." jawab Lara, "Katanya kamu mau belajar bikin kue?"

Anin mengangguk, "Iya tante, soalnya aku tuh suka banget sama makanan manis." jawab Anin, "Ngomong-ngomong, makasih ya soal donat tadi."

"Sama-sama, Anin." jawab Lara, "Kamu kayak Acel, suka kue." kekehnya.

"Acel ada tante?" tanya Anin sok akrab, padahal ia belum pernah bertemu dengan adik dari Shaka tersebut.

Lara menggeleng, "Setiap pulang sekolah, Acel tuh sibuk, kalo engga kursus ya latihan balet." tutur Lara. "Kalo kamu mau ketemu Acel, malem aja."

"Aduh sibuk banget kayaknya," kekeh Anin, "Emang Acel engga capek?"

"Kadang minta pijitin kalo capek, tapi katanya dia suka balet, jadi tante gak bisa larang." jawab Lara. "Yasudah kalo gitu mending kita langsung ke dapur."

Anin melepas tas ranselnya lalu mengangguk, "Ayo tante."

Lara beranjak menatap putranya yang sedari tadi menyimak, "Abang ganti baju gih, habis itu langsung makan." ucap Lara, "Sekalian bawain laptop mama ke kamar."

"Iya, mama." jawab Shaka, "Anindya, gua keatas dulu."

Anin hanya merespon dengan anggukan pelan lalu mengikuti langkah Lara yang membawanya ke dapur, ibu dari dua anak tersebut membuka magicom menaruh nasi diatas piring dan membawanya keatas meja makan. "Kamu isi perut dulu, selagi kamu makan, tante siapin bahan-bahannya."

Anin tak enak jika harus menolak, apalagi Lara sudah memberikannya nasi. Ia mengangguk, "Iya tante, makasih banyak, ya."

"Gausah sungkan, anggap aja rumah sendiri." tutur Lara seraya membuka lemari mencari bahan-bahan untuk membuat kue, "Oh iya, kamu mau belajar bikin kue apa?"

Anin yang tengah mengambil opor lantas menjawab, "Brownies aja tante."

Lara mengangguk, "Kamu makan yang banyak, tante mau keatas bentar."

Anin mengangguk, ia menikmati makanan dengan lahap. Rasanya ia sudah lama tak memakan masakan rumahan, bahkan Tania—sang Ibu tak pernah memasak. Pantas saja jika Fano—ayahnya selalu marah karena tak dilayani dengan baik.

"Anindya,"

Anin tau betul jika ada yang memanggil nama lengkapnya berati itu Shaka, padahal orang-orang terdekatnya biasa memanggil empat bahkan hanya tiga dari nama depannya. Banyak dari guru yang mengabsen pun hanya menyebut kata 'Anin' bukan 'Anindya'. Sebenarnya, Shaka pun begitu, hanya saja ia lebih suka memanggil dengan nama lengkap.

YOGYAKARTA | ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang