Yogyakarta 12 : Truth or dare

55 8 2
                                    

Selamat membaca, tandai jika ada kesalahan dalam menulis.

✯✯✯

Berbagai jenis kue tertata rapih diatas meja, minuman dingin juga beberapa makanan asin sama halnya disediakan. Rumah Shaka menjadi tempat berkumpul malam ini, petikan gitar beserta pekikan heboh tak membuat pemilik rumah terganggu.

"Gimana kalo kita main truth or dare?" celetuk Raviz seraya menaruh gitarnya.

Jaegar mengangguk menyetujui, "Gua download aplikasinya dulu."

"Gua gak paham, gimana cara mainnya?" tanya Shaka.

Geraldo memutar bola mata malas, "Serius lo gatau?" tanyanya, "Jadi kalo lo pilih truth harus dijawab sama kejujuran, nah kalo pilih dare harus lakuin tantangan. Paham?"

Shaka mengangguk, "Oh paham."

Permainan dimulai, Raviz bertugas memutar botol pertama kali, botol tersebut berhenti tepat didepan Jaegar membuat pemuda yang tengah menikmati kue tersebut berdecak malas.

"Gua pilih truth aja deh." ucapnya.

Raviz meraih ponsel Jaegar mencari pertanyaan yang akan dilayangkan, setelah berdiskusi Raviz berujar. "Lo pernah naksir sama temen kelas gak? Spill orangnya kalo ada."

"Pas kelas sepuluh pernah naksir si Kalula tapi gua udah keduluan sama cowoknya yang sekarang, mana langgeng bener, padahal gua nungguin nereka putus."

"Telat sih, makanya kalo naksir buru-buru di tembak biar gak keduluan yang lain." kekeh Geraldo.

Botol kembali diputar, kini botol tersebut berhenti didepan Raviz, dengan santainya ia menyebut dare karna yakin tak mungkin ada tantangan yang begitu sulit.

"Telepon cewek lo bilang kalo lo mau putus." ucap Jaegar membacakan tantangan yang tertera di ponselnya.

Raviz mendelik, "Gak mau! Lo pada lupa kalo kemarin gua hampir putus karna ketauan jalan sama cewek lain? Engga ah, gua gamau putus beneran." ketus Raviz.

"Solid aja, kalo putus kan derita lo." celetuk Shaka.

"Cepet ah lakuin aja."

Raviz menghela nafas lalu meraih ponselnya, ia segera menelpon kekasihnya kemudian mengload-speaker agar teman-temannya bisa mendengar.

"Sayang, aku mau ngomong." ujar Raviz setelah sambungan telepon tersebut terhubung.

"Apa?"

Raviz menggigit bibir bawahnya menatap satu-persatu temannya, "A-aku mau putus." ujarnya gugup.

Tak ada sahutan dari sambungan telepon tersebut membuat Raviz kembali berujar, "Sayang, maaf aku mau putus."

"Terus?"

Sebenarnya Raviz sedikit takut terhadap kekasihnya, gadis itu lebih terkesan dominan daripada dirinya sendiri. "Ya intinya aku mau putus." ulang Raviz.

"Putus aja sendiri, gua gamau."

"Tapi aku bosen, mau putus."

"Ngomong sono sama tembok, gak jelas lo kadal."

Sambungan telepon terputus, wajah Raviz berubah masam akibat ditertawakan. Namun dalam hati ia bersyukur karna Mauren—sang kekasih tak mengiyakan ajakannya.

Putaran ketiga berhenti di Geraldo, setelah mendengar pertanyaan dari temannya ia lantas menjawab, "Sejauh ini gua gak lagi naksir siapa-siapa, tapi kalo deket ada sama adek kelas."

YOGYAKARTA | ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang