Yogyakarta 03 : Ujian dadakan

267 38 27
                                    

Selamat membaca, tandai jika ada kesalahan dalam menulis.

✯✯✯

Suasana hening akibat guru matematika yang terkenal killer tiba-tiba mengatakan ada ujian dadakan, para siswa diberikan waktu lima belas menit untuk menghafal rumus-rumus yang telah dipelajari. Hampir semua tampak fokus mengotak-atik buku di kertas persediaan, namun tampaknya itu semua tak berlaku dengan gadis yang duduk dibangku paling belakang.

Bukannya mempelajari rumus, Anin malah asik mencoret-coret kertas kosong yang kini sudah dipenuhi lukisan abstrak. Semua yang bisa digambar ia torehkan ke kertas tersebut, entah itu kupu-kupu, burung atau bahkan pemandangan sawah. Seperti anak sd memang.

Marvel selaku teman sebangku Anin pun memilih acuh terhadap gadis disebelahnya, fokusnya tetap pada bongkahan puzzle yang sedari tadi berada ditangan.

"Marpel," panggil Anin pelan seraya menyenggol tangan pemuda disampingnya.

"Apa?" tanya Marvel melepas puzzle ditangannya.

"Lo paham gak?" tanya Anin.

Marvel menggeleng, "Kaga, udah lah Nin serahin semua sama Tuhan aja." jawab Marvel. Memang pemuda itu sama seperti Anin, sama-sama nakal, hanya saja Marvel tak senakal gadis disampingnya yang sampai dijuluki preman sekolah.

Anin mendengus sebal, dilihatnya-lah buku catatan miliknya yang polos tak ada sedikitpun tulisan lalu menopang kedua dagunya, "Kapan ya lulus?" celetuk Anin.

Marvel memutar bola mata malas menyentil kening teman sebangkunya, "Mending lo belajar, lulus masih lama."

"Waktu habis, kumpulkan buku catatan ke depan, kita ulangan harian menggunakan double volio, kerjakan tanpa alas." ujar Vina—guru matematika yang tengah hamil tua tersebut.

Semua menurut, begitupun dengan Anin, ia mengumpulkan buku kosong kedepan setelah itu kembali ke mejanya. Guru mulai menuliskan soal dipapan tulis lalu segera menyuruh murid-muridnya untuk menjawab.

"Waktu tiga puluh menit, setelah itu langsung ibu koreksi." ujar Vina kembali duduk dikursinya. Ia mulai memeriksa satu-persatu catatan sesekali melirik pergerakan siswanya.

"Anindya kenapa buku kamu masih kosong?" tanya Vina.

Vina yang tengah menjawab dengan rumus asal lantas menoleh, "Kata siapa kosong? Itu ada kok buk, tapi liatnya pake mata batin." jawab Anin mengundang gelak tawa teman kelasnya.

"Coba saya tanya, kamu sendiri liat gak sama isi catatan kamu?"

Anin menggeleng, "Engga buk, soalnya mata batin saya belum dibuka."

Vina menghela nafas jengah, "Saya tidak mau tau, minggu depan catatan kamu sudah lengkap. Ini ambil buku kamu." titah Vina.

Anin beranjak mengambil buku setelah itu kembali ke meja, ia mendongakkan kepala saat melewati meja Shaka berniat melihat jawaban pemuda itu, namun Shaka terlalu peka, ia menyadari hal yang tengah Anin lakukan, segera ia menutup jawabannya lalu kembali fokus.

"Pelit banget!" ketus Anin pelan.

Satu-persatu murid mengumpulkan kertas jawaban membuat Anin gelabakan, "Pel, liat dong." ujar Anin.

Marvel menyerahkan kertasnya lalu memilih menidurkan kepala di meja menghadap Anin, matanya terbuai oleh pesona Anin sebelum akhirnya memutuskan pandangan akibat hitungan guru dari depan sana.

"10, 9, 8, 7—"

Marvel beranjak merampas kertasnya juga kertas Anin untuk di kumpulkan di meja guru, hal itu tentu membuat Anin kesal hingga tak sadar menjambak rambut Marvel.

"Gua belum selesai anying!"

Marvel menepis tangan gadis itu, decakan sebal keluar dari mulutnya, "Gua gak mau kertasnya di robek gegara telat ngumpul."

Semua murid fokus pada kegiatan masing-masing, buk Vina pun begitu. Ia memeriksa semua jawaban dengan teliti, dibantu oleh Kalula selaku sekretaris untuk memindahkan nilai kedalam buku daftar nilai.

"Baik saya akan menyebutkan mereka yang lulus, sisanya remedial." ujar Vina setelah Kalula sudah kembali ketempat duduknya.

"Arshaka Damaresh, Melody Amerta, Geraldo, Agustina, Kalula, Zahwa dan terakhir Naura Yesika." ucap Vina, setelah itu ia membagikan kertas hasil ujian harian satu-persatu kepada muridnya.

"Ini saya yang kurang teliti dalam menjelaskan atau kalian yang tidak paham?" tanya Vina kecewa.

Tak ada jawaban, hening, sedangkan disisi lain Anin mendengus sebal melihat angka dua puluh yang terletak dikertasnya, matanya menatap kertas Marvel yang mendapat nilai lima puluh lalu memilih menaruh kertasnya ke laci bangku.

Setelah guru matematika tersebut keluar kelas, Anin menghela nafas lega. Baru saja ingin memejamkan mata berniat tidur karna lelah melihat angka-angka, Shaka lebih dulu memanggil namanya.

"Kenapa sih, Shak? Akhir-akhir ini lo suka banget ganggu ketenangan idup gua." kesal Anin.

"Mau tidur?" tanya Shaka.

"Masih nanya?" Anin bertanya balik dengan nada keras membuat Marvel turut tersentak.

"Pelanin nada bicara lo, Nin." tutur Marvel.

Shaka lantas mengangguk, "Lo disuruh ke ruang konseling, Nin, tapi kalo lo capek gapapa tidur aja dulu." ujar Shaka, "Nanti bisa gua bilang ke buk Lidia."

Anin berdecak malas, "Serius semua guru udah percaya banget sama lo? Padahal dulu lo gak peduli sama gua. Lo niat caper sama guru, Shak?" sarkas Anin.

Sontak semua mata tertuju pada Anin, mereka tak percaya gadis itu menuturkan kata yang mungkin saja bisa melukai hati orang lain. Shaka menghela nafas, semua yang ada dipikiran Anin bukanlah kebenaran, ia tak berniat cari perhatian, hanya saja ingin membantu guru untuk merubah gadis itu. Namun sepertinya Anin salah dalam mengartikan niatnya.

"Sorry, Nin." sesal Shaka, "Yaudah lo tidur aja, biar gua yang nemuin buk Lidia."

Shaka berjalan menjauh meninggalkan meja Anin, sedangkan Anin kembali duduk dengan perasaan gelisah. Marvel melirik gadis itu lalu berucap, "Jaga lisan Anin, jangan kurang ajar, lagian Shaka cuma jalani tugasnya sebagai ketua kelas."

"Berisik lo Marpel!" ketus Anin lalu beranjak keluar kelas.

"Anin, lo mau kemana?" tanya Melody saat Anin melewati mejanya.

"Ruang bk." jawab Anin.

"Temen lo itu," kesal Melody menatap Kalula.

Kalula tertawa pelan, "Dia ngeyel banget ya, padahal niat Shaka baik, tapi harus ketemu cewek batu kayak Anin." ujar Kalula, "Cowok sesabar Shaka emang patut dijadiin pacar." celetuknya.

"Kalula, udah gua rekam, mau gua kirim ke kak Parel nih!" seru Melody memutar kembali rekaman video suara Kalula.

Kalula melebarkan matanya merampas ponsel Melody, "Jangan ih!"

Melody terbahak, ia membiarkan Kalula memeriksa ponselnya hingga gadis itu kembali mengembalikan padanya. "Mau ke kantin ga?" tanya Melody.

Kalula mengangguk, "Ayo, tapi gua mau ke kak Parel dulu." jawabnya.

✯✯✯

Temui saya di Instagram: @lizaliza17_

Beri vote sebagai bentuk feedback kepada penulis.

Terimakasih.

YOGYAKARTA | ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang