Selamat membaca, tandai jika ada kesalahan dalam menulis.
✯✯✯
Shaka mengantar Anin seorang diri karna Acel memilih untuk tinggal di kedai kue bersama Jovy, alhasil sekarang hanya ada mereka berdua dimobil. Kota istimewa macet berkepanjangan, entah apa yang terjadi didepan sana yang jelas sejak sepuluh menit lalu mobil belum juga bergerak.
"Anindya, what's wrong?" tanya Shaka membuka pembicaraan setelah dilanda keheningan.
"Nope, why?" Anin menaikkan kedua alisnya tak paham dengan arah pembicaraan pemuda disampingnya.
Shaka meraih tangan kiri Anin mengangkatnya lalu kembali berujar, "Kenapa lo selfharm?"
"Kenapa lo nanya?" ketus Anin menepis tangan Shaka.
"Lo cerita sama mama kan? Kenapa gak mau cerita sama gua juga?" ujar Shaka.
Anin tertawa sarkas, "Gak usah sok peduli jerk!"
Shaka tersenyum simpul, tak sakit hati dengan penuturan Anin. Gadis itu memang ceplas-ceplos dan selalu berbicara sesukanya tanpa memperdulikan perasaan orang lain. "It's okay kalo lo gamau cerita, cerita ke orang yang lo percaya aja, yang penting mulai sekarang jangan di pendam, okay?"
"Hm," sahut Anin tanpa mengalihkan fokusnya dari ponsel yang ia pegang.
Shaka melirik Anin, sejujurnya ia sangat khawatir pada gadis itu, namun tak tau harus melakukan apa. Sebelumnya ia juga tak pernah menjalin kasih, jadi tidak tau harus memperlakukan perempuan seperti apa.
"Shak, lo pernah pacaran gak?" celetuk Anin menaruh ponselnya melirik Shaka.
Shaka menggeleng, "Engga, kenapa emangnya?"
"Gua juga gak pernah pacaran," ujar Anin membuat Shaka menautkan kedua alisnya, tak percaya. "Menurut gua pacaran nambah beban aja, beban idup gua udah banyak mau pacaran."
"Kenapa mikir gitu?" tanya Shaka penasaran.
Anin menopang dagunya, bibir tebalnya sedikit manyun membuat Shaka menahan kedutan dibibirnya. "Kan kalo pacaran harus chatingan tiap hari, telponan, ketemuan capek banget bayanginnya," keluh Anin, "Belum lagi kalo lagi berantem. Nguras energi banget."
Melihat wajah kesal Anin, Shaka tertawa, "Memang kalo pacaran harus lakuin hal tadi?"
Anin mengangguk, "Harus, kan namanya pacaran." tutur Anin, "Dan bayangin dapet pacar yang posesif suka ngekang, duh gak banget. Mau jalan sama temen gak boleh, ke mall sendirian gak boleh." ucap Anin. Ia melirik Shaka yang sedari tadi menatapnya lalu mengalihkan pandangan menatap jalanan, salah tingkah akibat cara Shaka menatapnya. "Lo tau gak apa yang paling gua hindarin?"
"Apa?" tanya Shaka.
"Gua paling takut jatuh cinta sama cowok mokondo." ujar Anin, "Jujur aja nih, gua udah capek kerja, yakali dapet cowok mokondo yang modal gombal doang."
Shaka tersenyum kecil menanggapi Anin, "Hati gabisa ditentuin kepada siapa dia bakal berlabuh, tapi gua doain lo jatuh cinta ke orang yang bisa hargain hal-hal kecil lo, ya?" ujar Shaka, "Yang paling penting cari cowok yang bisa bikin lipstik lo luntur, bukan cowok yang cuma bisa bikin maskara lo rusak."
Mulut Anin menganga, matanya menyipit menatap Shaka, "Lipstik luntur? Maksudnya ciuman?"
Shaka menggeleng, merasa lucu dengan ucapan Anin. "Lipstik luncur karna di ajak makan mulu."
Anin mengangguk paham, astaga ia salah mengartikannya. "Pacaran itu serem ya?" ujar Anin. "Gimana kalo gua ketemu cowok yang anggap mekaup, skincare, treatment cuma buang-buang duit?"
Shaka menggeleng, "Engga serem kalo sama orang yang tepat."
"Cowok jaman sekarang mah kalo gak brengsek ya gay," ujar Anin kesal.
"Gua engga." tutur Shaka.
Anin mengangguk, betul juga. Shaka itu baik, ramah dan intinya type lelaki greenflag yang memiliki kesabaran seluas samudra. "Bener sih, udah smart boy, good boy, handsome boy tapi sayang,"
"Sayang kenapa?"
"Gapapa sayang, udah lampu hijau tuh, ayo jalan."
Shaka memalingkan wajahnya menginjak pedal gas, sedangkan Anin kembali bermain ponsel seperti tak terjadi apapun. Tanpa ia sadari bahwa telinga Shaka sudah memerah layaknya kepiting rebus.
☆☆☆☆
Jika ditanya apa yang Shaka sukai, mungkin ia akan menjawab 'mendengar musik'. Hampir setiap waktu ia memutar lagu-lagu favoritnya, Feast, Hindia, Dewa 19 merupakan band yang ia sukai. Bahkan beberapa bulan lalu ia pernah menonton konser Feast bersama teman-temannya.
Sedari dulu lagu Nina selalu jadi favoritnya, lagu itu ia tujukan kepada sang adik, berharap adiknya lebih baik daripada dirinya sendiri.
Salah satu alasannya belum mau menjalin hubungan juga karna Acel—sang adik. Ia takut sewaktu-waktu menyakiti perempuan dan adiknya mendapat karma karna ulahnya.
Sejak memasuki usia remaja, ia benar-benar tak pernah jatuh cinta. Ia lebih mementingkan nilai dan memperbaiki kualitas diri, hingga akhirnya sewaktu sekolah menengah atas ia bertemu dengan Anin, teman kelas yang sudah ia perhatikan sejak dulu. Gadis nakal yang diberi label 'preman sekolah' itu benar-benar menarik perhatian.
Di kelas sepuluh mereka berdua minim sekali berinteraksi, hingga sampai dipertengahan semester satu dikelas sebelas hal tak terduga terjadi. Ia diharuskan membantu Anin memperbaiki diri dan juga nilainya.
Ia takut perasaan yang sedari dulu dipendam kembali tanpa seizinnya, sudah menahan diri untuk tidak kembali menyukai Anin, namun tetap luruh juga.
Melihat sisi lain gadis tersebut membuatnya ingin terus melindungi Anin, menemaninya melewati banyak bebatuan yang menghalangi hidup. Entah Anin memiliki masalah apa, yang Shaka inginkan hanya membuat gadis itu tersenyum cerah tanpa ada celah sedih sedikitpun.
Shaka akui ia kalah, ia mengaku bahwa dirinya benar-benar mencintai Anin.
✯✯✯
Temui saya di Instagram: @lizaliza17_
Beri vote sebagai bentuk feedback kepada penulis.
Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOGYAKARTA | ARSHAKA
Teen FictionMenjabat sebagai ketua kelas dan memiliki predikat selalu mendapat juara satu pararel membuat Shaka harus berurusan dengan Anindya-teman kelas sekaligus murid yang dijuluki preman sekolah. Hari yang dulu selalu berjalan flat berubah sedikit berwarna...