Yogyakarta 10 : Kartu atm

54 7 0
                                    

Selamat membaca, tandai jika ada kesalahan dalam menulis.

✯✯✯

Sedari kecil sudah tinggal di Yogyakarta tak membuat gadis tomboy tersebut jenuh, ia malah semakin dibuat jatuh cinta setiap harinya oleh Yogyakarta. Benar kata orang, kota istimewa itu memiliki berjuta kenangan. Maka tak heran banyak turis maupun orang dari luar kota mengunjunginya.

Anin paling suka berkeliling kota menggunakan motor scoopy miliknya, hampir setiap hari bahkan. Karna ia terlalu jenuh dirumah mendengar perdebatan kedua orangtuanya yang tak pernah selesai, jadi ia lebih sering keluar menenangkan pikiran.

Fano—sang ayah tak pernah memberi uang begitupun Tania—sang ibu, jadi jika ditanya darimana Anin mendapatkan uang maka ia akan menjawab dari penjualan online yang sudah ia lakukan sejak SMP. Ia menjadi salah satu reseller di telegram menjual berbagai macam produk, tak hanya itu ia juga menjual aplikasi premium dengan harga miring. Semua itu jelas cukup dengan kebutuhannya yang tidak seberapa.

Mungkin jika kembali berjumpa kejadian tempo lalu, dimana ia sengaja memoroti Aldo dengan cara mengajak duel itu ia lakukan karna skincare miliknya sudah hampir habis. Mau beli sendiri pun uangnya tak akan cukup, maka dari itu ia memilih melakukan hal tersebut. Sebenarnya itu tak boleh, namun mau bagaimana lagi. Toh yang diporotin pun tak keberatan.

Setelah selesai membeli tempo gelato, Anin bergegas kembali kerumah. Hanya memakan waktu tiga puluh menit akhirnya ia tiba, langsung memasukkan motor kedalam garasi lalu masuk ke kamar tanpa menghiraukan Tania yang tengah asyik menonton televisi.

Merebahkan tubuh dikamar seraya mengecek ponsel melihat banyak pesan masuk, Anin memilih membalas pesan tersebut satu-persatu kemudian mulai mengerjakan pesanan dari salah satu customer—yaitu membeli akun Netflix premium.

☆☆☆☆

Hari ini seperti keberuntungan bagi Anin, Vina—selaku guru yang menyuruhnya melengkapi catatan dikabarkan tengah melahirkan dan akan cuti selama tiga bulan kedepan. Dalam hati bersorak senang, setidaknya ada satu dari tiga belas mata pelajaran yang tak akan belajar.

Anin menopang kedua dagu merasa jenuh dengan penjelasan Shaka, pemuda itu sedari tadi mengajari fisika karna jam kosong. Seharusnya ini waktu tidurnya, namun pemuda itu malah mengajaknya belajar. Membosankan.

"Paham, Anindya?" tanya Shaka melirik Anin yang sudah terpejam.

Ia menggeleng pelan melihat gadis itu, "Gua engga lagi ngedongeng, kenapa lo tidur?"

"Suara lo bikin ngantuk anjir!" seru Anin dengan mata perlahan terbuka. Sedangkan Marvel yang berada disisinya hanya tertawa pelan. Ada-ada saja.

"Biar gak ngantuk, gimana kalo lo minum atau cuci muka dulu?" tawar Shaka.

Anin menggeleng dengan tatapan sinis, "Kalo gua cuci muka mekaup gua luntur."

Marvel terbahak refleks menoyor kepala Anin, "Lagian dempul sih!"

Anin tak terima langsung menjambak rambut Marvel, "Bacot lo ketapel!"

"Sakit anjir lepasin," gumam Marvel berusaha menjauhkan diri, namun tenaga Anin sangat kuat setara dengan tenaga laki-laki.

Shaka meraih pergelangan tangan Anin menjauhkannya dari rambut Marvel, "Kasian nanti rambutnya rontok." ujar Shaka memberi tahu Anin.

Anin mendengus, "Siapa suruh ngatain gua dempul."

Shaka menggeleng pelan, ia mengangkat tangannya mengarah jari jempol menekan pipi Anin. "Emang dempul, Nin." ucap Shaka setelah melihat jarinya yang dipenuhi bedak.

YOGYAKARTA | ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang