Selamat membaca, tandai jika ada kesalahan dalam menulis.
✯✯✯
Balutan dress hitam pendek melekat pas ditubuh. Ibadah telah selesai dilakukan, bergegas Anin menghampiri taksi yang baru saja ia pesan.
Hari ini niatnya kembali kerumah Shaka, menjelaskan semua hal kepada Lara. Shaka mengiyakan dan menyuruh untuk segera datang. Ia memasuki perkarangan rumah, pintu dibukakan langsung oleh Lara. Wanita itu tersenyum tipis kearahnya mempersilahkan masuk.
"Biar kamu bisa numpahin semuanya, kita ngobrol berdua aja." tutur Lara, "Dikamar Acel."
"Boleh, tante." jawab Anin dengan langkah yang terus mengikuti Lara.
"MAMA!" seru bocah berkepang dua yang tengah menikmati crepes ditangannya. "Halo kakak cantik!" sapa Acel melambaikan tangannya.
Lara tersenyum manis, "Halo, Acel ya?"
Acel mengangguk, "Iya kak." jawab Acel.
"Mama mau ngobrol sama kak Anin dulu dikamar adek, boleh kan?" tanya Lara mengelus pipi anaknya.
Acel mengangguk, "Boleh, ma. Acel boleh kan ikut abang latihan basket?"
Lara mengangguk, ia melirik Shaka yang sudah rapih dengan jersey ditubuhnya lalu berucap. "Adek nya diajak, kalo udah langsung pulang."
Shaka mengangguk, ia meraih pergelangan tangan Acel segera berpamitan. "Abang sama adek pergi dulu." ucap Shaka, "Anin, lo pulang pas gua balik aja, biar gua yang anter." lanjutnya.
Anin mengangguk, "Iya."
Setelah dua saudara tersebut semakin menjauh, Lara segera mengajak Anin ke lantai atas, tepatnya menuju kamar Acel juga Shaka. Pintu kamar terbuka dan Lara kembali menutupnya setelah Anin masuk.
"Duduk disini aja." titah Lara menepuk ranjang empuk yang tengah ia duduki.
Anin mengangguk, ia melepas tas nya lalu berujar. "Aku bingung mau mulai cerita dari mana."
Lagi-lagi Lara meraih tissue, tapi kali ini ia hanya memberikannya kepada Anin tak langsung mengelap pergelangan tangan gadis itu. "Hapus, tante mau liat."
Anin menatap tissue itu ragu, "Aku takut tante syok lagi."
Lara menggeleng, "Engga."
Lantas Anin menurut. Ia mulai menghapus foundation yang menutupi goresan tersebut lalu menaruh bekas tissue diatas nakas. "Om Alva kemarin udah cerita ke aku, katanya tante punya trauma dimasa lalu." ujar Anin.
Lara mengangguk dengan senyum tipis, "Kamu cerita aja, tante denger."
Anin menarik nafas dalam, "Sejak kecil, keluarga ku udah hancur. Mereka hasil perjodohan, dan aku bisa dibilang anak yang gak diharapkan." tutur Anin pelan. "Setiap hari mereka ribut, celaan, bentakan bahkan pecahan kaca udah kayak makananku sehari-hari."
Anin menjeda ucapannya, "Ibu gak pernah menjalankan tugasnya sebagai istri, dan ayah juga gak menuhi kewajibannya sebagai suami." cicit Anin, "Karena itu, dari kecil aku udah berusaha cari uang sendiri. Bantu jualin gorengan tetangga atau bahkan bersihin rumah orang."
Runtuh sudah pertahanan Anin, ia menumpahkan tangisnya membuat Lara segera memberi dekapan hangat. Tak menyangka bahwa nasib Anin jauh lebih buruk dari dirinya dimasa lalu.
"Keluarin aja semua, kamu gak lemah, tante bangga sama kamu." ucap Lara disela-sela kecupan yang ia berikan pada pucuk kepala Anin.
"Mereka gak pernah anggap aku. Jangankan kasih aku uang saku buat sekolah, disapa aja jarang banget." lirih Anin. "Aku hilang arah tante, aku gak tau kenapa dulu tetap milih hidup."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOGYAKARTA | ARSHAKA
Teen FictionMenjabat sebagai ketua kelas dan memiliki predikat selalu mendapat juara satu pararel membuat Shaka harus berurusan dengan Anindya-teman kelas sekaligus murid yang dijuluki preman sekolah. Hari yang dulu selalu berjalan flat berubah sedikit berwarna...