Selamat membaca, tandai jika ada kesalahan dalam menulis.
✯✯✯
Aldo membatalkan janjinya untuk mentraktir Anin dengan alasan ada urusan mendesak, tapi sebagai gantinya pemuda itu sudah mengirim uang ke rekening Anin sebanyak satu juta rupiah.
Sebenarnya Anin kesal, tapi mau bagaimana lagi. Padahal ia berniat jalan-jalan bukan belajar. Mulutnya mengeluarkan decakan pelan menatap seorang disampingnya, ujaran pelan ia ucapkan, "Shak, daripada belajar mending kita ke mall." ajak Anin.
Shaka menggeleng, "Belajar dulu."
Anin merengek, "Shak, ayolah,"
Shaka melirik Anin membuat gadis itu mendatarkan wajah, "Udah mau sampe Nin, tanggung."
Anin kembali berdecak, "Kenapa belajarnya gak di cafe aja? Harus banget ke rumah lo?"
"Di cafe berisik." jawab Shaka.
Anin mendengus saat Shaka mulai memarkirkan mobil di perkarangan rumah yang sangat megah, seketika mulutnya bungkam, tak menyangka Shaka sekaya ini. Ia jadi insecure, kenapa orang-orang didekatnya berasal dari keluarga yang berada semua?
"Shak, rumah lo sepi banget." celetuk Anin, "Gua paham kok, biasanya anak yang berasal dari keluarga kaya tuh kekurangan kasih sayang, soalnya orangtua sibuk kerja." Anin berucap iba kepada Shaka membuat Shaka heran.
"Untung keluarga gua engga." jawab Shaka.
Kening Anin mengernyit, "Maksud lo?"
"Keluarga gua engga gitu, walaupun mereka sibuk kerja tetap luangin waktu buat anaknya."
"Oh berati gua salah,"
Shaka berdehem pelan, "Gua ganti baju dulu, lo jangan kabur."
Anin memutar bola mata malas, ia berjalan menghampiri pajangan photo di dinding menatapnya cukup lama. Disana terlihat photo keluarga dengan tema profesi masing-masing.
"Anindya."
Anin lantas menoleh, ia melirik Shaka yang hanya memakai kaos hitam juga boxer lalu berucap, "Papa lo dokter?"
Shaka mengangguk seraya berjalan menuju sofa, "Iya."
"Terus mama lo?" tanya Anin, pasalnya ia tak tau profesi dibalik baju yang dikenakan wanita dalam photo tadi.
"Mama gua punya empat cabang kedai kue, baju yang dia pake di photo itu ibarat melambangkan seorang wanita karir." jawab Shaka disertai kekehan pelan.
"Nama adek lo siapa?" ini pertanyaan Anin yang kesekian untuk menunda belajarnya.
"Acella."
Anin mengangguk, "Gua tuh suka banget sama anak kecil, dimana sih dia? Pengen main deh."
Shaka memutar bola mata malas, "Kita mau belajar."
"Satu jam aja Shak, gua beneran pengen main sama adek lo." bujuk Anin.
"Adek gua lagi gak dirumah, mungkin lagi sama mama."
Anin menghela nafas berat, "Yaudah cepet belajar, gua mau pulang juga nih." ucap Anin melirik jam dinding, "Lo gak sholat Jum'at, Shak?"
"Anin, kalo lo nanya mulu ini kapan kita mulai belajarnya?" tanya Shaka berusaha sabar.
"Kan sholat Jum'at itu kewajiban Shak, kalo lo mau sholat dulu gak apa kok."
Tangan Shaka terangkat memegang kalung yang bertengger dileher lalu kembali melepasnya, "Ngerti kan sekarang?"
Anin menyengir, "Lo biasa ibadah di gereja mana, Shak? Kali aja kita bisa bareng."
Shaka mengelus dadanya, ia tersenyum tipis ke arah Anin, "Anin, kita belajar dulu ya? Nanya-nya nanti aja, oke?"
"Yaudah iya!" pasrah Anin lalu mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas.
Shaka mulai menuliskan soal-soal matematika lalu menjelaskannya kepada Anin, tangan sibuk mencoret-coret mencari jawaban tanpa memperhatikan Anin. "Paham kan Nin?" tanya Shaka melirik Anin, mata mereka bertemu, tak ada yang ingin membuang wajah.
"Diliat-liat lo cakep banget ya, Shak."
Shaka menghela nafas, "Liat penjelasannya Anin, bukan liat gua." helaan nafas Shaka terdengar berat, jujur saja ia merasa sangat lelah menghadapi gadis ini.
Anin jadi tak enak melihat raut masam Shaka, "Ulang Shak, janji deh gua serius."
Shaka kembali memegang pena, "Oke kita jawab soal nomer dua aja, ya."
Shaka menjelaskan dengan teliti, sesekali ia bertanya kepada Anin sudah mengerti apa belum, gadis itu hanya menganggukkan kepala sebagai respon. Shaka merenggangkan otot tubuhnya lalu kembali melirik Anin, "Gua kasih soal, lima aja."
"Habis itu gua pulang ya, Shak?" pinta Anin.
Shaka mengangguk, ia mulai menuliskan soal untuk Anin lalu memberikannya kepada gadis itu, "Lo jawab dulu, gua mau ambil cemilan di kulkas. Mau minum apa?"
"Apa aja deh."
Anin fokus mengerjakan soal, sesekali ia kebingungan namun tetap ia lanjutkan. Saat menjawab soal ketiga ia mendengar suara langkah kaki mendekat kearahnya. Ia kira itu Shaka namun ternyata bukan. Itu sepasang suami istri yang Anin lihat di photo tadi.
"Wah siapa nih?"
"Saya Anindya Tante." jawab Anin melepas pena-nya.
"Saya Lara, mama Shaka." wanita yang hampir kepala empat itu turut menjawab.
"Yasudah tante sama om mau ke atas dulu, kamu lanjut aja belajarnya." pamit Lara langsung diangguki oleh Anin.
Anin menatap sepasang suami-istri yang mulai menjauh itu dengan tatapan sulit diartikan, walaupun mereka berdua tak menebarkan keromantisan namun Anin tau bahwa keduanya memiliki hubungan yang baik.
"Anindya?"
Anin tersadar saat Shaka menyenggol pelan pundaknya, "Udah lama lo disini?"
Shaka mengangguk, "Lo kenapa?"
Anin menggeleng, "Engga kok."
"Soalnya udah?" tanya Shaka.
Anin menggeleng, "Masih belum, bentar lagi."
Shaka mengangguk, ia memilih memperhatikan Anin yang tengah mengerjakan soal dengan fokus. Bau harum gadis itu menyeruak, pada jarak sedekat ini ia mampu merasakannya.
"Sudah nih, coba lo koreksi."
Shaka meraih pena mulai mengoreksi soal-soal yang dikerjakan Anin, "Bener semua. Nah kalo lo mau pasti bisa."
"Tapi masalahnya gua males belajar." jawab Anin seraya menyambar snack yang tadi dibawa oleh Shaka.
Shaka tersenyum tipis, "Niatin dari hati Anin, pikirin masa depan lo, berhenti nakal, lo udah mau kelas akhir."
Anin tak merespon hingga pasangan suami-istri yang tadi ia temui kembali mendekat, "Mama sama papa mau jemput Adek dulu." pamit Lara menatap Shaka, matanya beralih menatap Anin, "Tante pergi lagi ya, Nin."
Anin mengangguk, "Iya Tante, hati-hati."
"Abang mau nitip makanan engga?"
Shaka menggeleng, "Engga deh,"
"Yaudah kita pergi dulu."
"Hati-hati." titah Shaka diangguki oleh Lara.
✯✯✯
Temui saya di Instagram: @lizaliza17_
Beri vote sebagai bentuk feedback kepada penulis.
Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOGYAKARTA | ARSHAKA
Teen FictionMenjabat sebagai ketua kelas dan memiliki predikat selalu mendapat juara satu pararel membuat Shaka harus berurusan dengan Anindya-teman kelas sekaligus murid yang dijuluki preman sekolah. Hari yang dulu selalu berjalan flat berubah sedikit berwarna...