Selamat membaca, tandai jika ada kesalahan dalam menulis.
✯✯✯
Anin memilih berkumpul duduk dimeja Kalula bersama Melody, tiga gadis itu tampak membahas berbagai macam hal. Pembahasan yang tadinya berawal dari A tiba-tiba tanpa sadar sudah ke Z.
"Eh kalian tau gak sih?" tanya Melody.
"Udah ih, katanya gamau ghibah." kesal Kalula seraya merapihkan rambutnya.
Melody berdecak, "Ini tuh lagi hot banget tau, rugi kalo kalian gatau."
"Apaan, Mel?" tanya Anin mengalihkan perhatiannya dari ponsel karna sedari tadi ia tengah mengirim pesan kepada Shaka, pemuda itu memaksanya untuk belajar lagi sepulang sekolah.
"Kalian tau kak Anna kelas dua belas? Yang masuk tiga besar ranking pararel tahun lalu itu lho." ucap Melody sedikit berbisik.
Kalula dan Anin mengangguk pertanda mengenalnya, "Dia kenapa, Mel?" tanya Kalula penasaran.
"Kata kak Septa kelasnya kemarin praktek tentang kesehatan gitu, di cek golongan darah, tensi darah terus di jelasin tuh. Nah si kak Anna jadi moderator, terus ada yang namanya kak Gilang ditugasin buat jadi bahan percobaan, karna pas praktek kak Gilang bolos alhasil kak Anna yang disuruh." ucap Melody menjeda ucapannya, "Kak Anna nolak, katanya dia udah jadi moderator tapi kelompoknya kekeuh. Terus salah satu temen kelompoknya narik tangannya dan angkat lengan baju yang dia pake."
"Terus?" tanya Kalula.
"Disitu mereka semua syok karna banyak bekas sayatan, bahkan ada yang udah jadi keloid." ucap Melody, "Kak Anna langsung dibawa ke ruang konseling, tapi dia gak jawab apapun. Karna itu dia dianggap cuma caper, padahal kalo dia jelasin masalahnya mungkin orang-orang engga bakal beranggapan gitu."
"Padahal keliatannya kak Anna orang yang ceria ya? Gak nyangka gua dia gitu." jawab Kalula.
Melody mengangguk, "Karna masalah kemarin, buk Lidia mutusin buat razia tangan. Beliau takut banyak murid yang lakuin hal itu. Tapi kalian diem-diem aja, karna ini juga infonya gak jelas."
"Gua harap diantara kita bertiga engga ada yang gitu deh, pokoknya kalo ada masalah cerita jangan di pendam." ucap Kalula.
Melody mengangguk, ia mirik Anin yang sedari tadi diam lalu berujar, "Anin, lo oke kan?"
Anin mengangguk, "Oke kok."
"Kayaknya razia hari ini deh, tuh liat buk Lidia lagi jalan ke kelas kita." celetuk Kalula yang tak sengaja melihat keluar kelas.
Sontak Anin mendongak, benar saja disana terlihat jelas ada buk Lidia juga pak Damar yang tengah melangkah berjalan kearah kelasnya. Baru saja ingin beranjak pergi keluar kelas, tapi kalah cepat oleh guru tersebut.
Anin kembali ke bangkunya saat pak Damar mulai berbicara, ia melirik Marvel yang tengah fokus memperhatikan lalu berujar. "Marpel, kayaknya gua haid deh, gak nyaman banget."
"Engga, Nin. Tadi gua liat gaada bercak darah kok." jawab Marvel menoleh menatap Anin.
"Tapi gua mau cek dulu, boleh gak ya keluar kelas?"
"Dengerin dulu, Nin, nanti aja." ucap Marvel.
"Baik, karna itu kami selaku pihak sekolah ingin memastikan bahwa tak ada lagi murid yang menggores tubuh." ucap Damar, "Kepada murid yang memakai baju lengan panjang, silahkan angkat keatas."
Anin beranjak diikuti oleh Shaka, pemuda itu membawa almamater lalu memasangkannya di pinggang Anin. Shaka berjalan mendekat kearah buk Lidia dan pak Damar lalu berujar, "Pak, buk saya permisi keluar sama Anin, dia bocor."
"Sebentar Shaka, biar ibu cek dulu pergelangan tangan kalian."
Shaka menggeleng, "Ibu ini urgent, kasian Anin udah sakit perut juga."
"Hanya sebentar Shaka." ucap buk Lidia.
"Buk, kasian Anin, nanti kita balik kok." ucap Shaka meyakinkan.
Buk Lidia menghela nafas, "Yasudah, kalo selesai langsung kembali ke kelas."
Shaka mengangguk, ia lantas keluar kelas diikuti Anin, ketika sudah jauh dari kelas gadis itu melepas almamater milik Shaka. "Thanks ya udah nolongin gua."
Shaka mengangguk, ia meraih pergelangan tangan Anin lalu berujar, "Lo pakein apa?"
"Cushion." jawab Anin. "Tapi bekasnya udah mau ilang kok."
"Jangan lagi, gua gak suka liat lo luka."
Anin mendongak, pandangan mereka bertemu. Jujur Anin sedikit salah tingkah akibat penuturan Shaka tentang kepeduliannya, namun ia tetap berusaha setenang mungkin.
☆☆☆☆
Tujuan pertama Anin sepulang sekolah sore ini ialah iBox, ia berniat membeli MacBook untuk memudahkannya dalam bekerja, karna menggunakan satu handphone cukup menyusahkan.
Bermodalkan ATM Shaka ia membeli barang elektronik tersebut, ia yakin Shaka tak akan tau jika ia membeli barang ini, lagipula sewaktu ia mengecek saldo angkanya sangat banyak, ia pikir Shaka tak akan mengingat jumlah saldonya. Ia pun sudah mengembalikan semua uang kepada orang-orang yang sudah ia palak, menghabiskan kurang lebih lima puluh juta dari tabungan.
"Kalo yang ini berapa kak?" tanya Anin menunjuk salah satu MacBook.
"Yang itu 29.499.000 rupiah, kak."
"Yaudah yang itu aja deh," ucap Anin mengeluarkan kartu ATM didalam dompetnya.
Setelah selesai membayar ia segera keluar dari tempat tersebut, matanya mengedar melihat seisi mall lalu kepalanya berputar melirik tembok yang ada dibelakang. Matanya membulat, ia mengerjab menatap sosok pemuda yang tengah bersandar dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku. Pemuda itu berjalan kearahnya lalu berujar. "Udah belanjanya?"
"Ya belum lah, baru juga ke beli satu barang." ketus Anin melirik Shaka malas.
"Mau beli apa lagi? Skincare, mekaup, baju atau apa?" tanya Shaka.
"Mau beli semua biar uang lo abis."
"Gua takut lo kena jambret makanya gua susul kesini." ucap Shaka, "Lo kesini bawa motor kan?"
Anin menggeleng, "Engga, gua naik pesawat tadi, emang lo gak liat pesawat gua diparkiran?"
Shaka memutar bola mata malas, "Serius." ujarnya mencubit pipi Anin.
"SHAKA!" teriak Anin membuat beberapa pengunjung mall menoleh, ia yang menyadari hal itu sontak menutup wajah malu lalu menarik tangan Shaka menjauh, "Lo suka banget pegang muka gua, nanti kalo gua jerawatan gimana?" kesal Anin berbohong, karna sejujurnya wajahnya tidak sensitif, jadi tak masalah jika dipegang.
"Maaf." sesal Shaka, "Mau beli skincare atau treatment?"
Mata Anin mengerjab, "Serius boleh?"
"Boleh, kan lo yang bayar."
Anin tertawa pelan, "Gua yang bayar tapi pake duit lo." ucapnya lalu menggandeng tangan Shaka memasuki salah satu brand skincare, "Lo udah kayak cowok gua."
"Iya." jawab Shaka beralih memegang pinggang Anin.
Anin sedikit terkejut namun ia biarkan tangan Shaka bertengger di pinggangnya, "Lo aja yang jadi pacar gua, biar gua gak perlu capek-capek kerja." ucapnya dengan tawa pelan, "Becanda ya, Shak."
"Iyain aja biar lo seneng." tutur Shaka.
Berharap hari ini tak kunjung selesai, ia ingin menikmati waktu bersama Anin. Mungkin orang-orang yang melihat interaksi mereka berdua akan beranggapan jika keduanya memiliki hubungan, padahal aslinya hanya sebatas teman.
Ah, teman, ya? Shaka melupakan status itu. Ia kira mereka sudah menjalin hubungan karna sekarang bertingkah layaknya sepasang kekasih.
✯✯✯
Temui saya di Instagram: @lizaliza17_
Beri vote sebagai bentuk feedback kepada penulis.
Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOGYAKARTA | ARSHAKA
Teen FictionMenjabat sebagai ketua kelas dan memiliki predikat selalu mendapat juara satu pararel membuat Shaka harus berurusan dengan Anindya-teman kelas sekaligus murid yang dijuluki preman sekolah. Hari yang dulu selalu berjalan flat berubah sedikit berwarna...