18. hah

691 17 0
                                    

ini cerita LGBT
↩ sorry for typo

Yg udah read bantu vote sama komentya dong, biar ke up ceritanya 😠

.
.
.
.

Setelah seharian yang melelahkan di kampus, Darwin dan Juno akhirnya kembali ke rumah mereka. Mereka masih tertawa bersama, mengenang hukuman yang diberikan oleh Arnold, meskipun rasa lelah sudah mulai menguasai tubuh mereka. Di tengah perjalanan, Dev yang juga kelelahan, mencoba untuk tidak terlalu memikirkan ancaman dari Jason dan lebih fokus pada tugas yang diberikan Arnold.

"Capek banget, rasanya mau cepat-cepat sampai rumah..." gumam Dev sambil menghela napas panjang. Namun, tiba-tiba sebuah mobil yang familiar berhenti tepat di hadapannya. Kaca mobil perlahan turun, memperlihatkan wajah Carl, ayahnya, yang duduk di balik kemudi.

"Papa?" ujar Dev dengan kaget, campuran antara senang dan bingung menghiasi wajahnya. Sudah lama ia tidak melihat ayahnya yang biasanya sibuk dengan pekerjaan dan sering bepergian ke luar kota.

Carl tersenyum tipis, namun ada sesuatu yang aneh dalam tatapan matanya. "Iya, Papa di sini untuk jemput kamu," jawab Carl dengan suara rendah, mencoba menutupi ketegangan yang ia rasakan.

Dev tidak bisa menahan kegembiraannya. "Papa sudah tidak sibuk lagi? Papa sudah tidak pergi-pergian ke luar kota lagi kan? Dev bisa tinggal sama Papa lagi, kan?" tanyanya dengan antusias.

"Iya, nak. Papa kangen kamu..." jawab Carl, suaranya terdengar rendah, seakan menahan sesuatu yang lebih besar dari sekadar rasa rindu.

Meskipun Dev merasa ada yang tidak beres dengan sikap ayahnya, ia memilih diam dan tidak ingin mengganggu fokus Carl yang sedang menyetir. Perasaan aneh mulai menyelimuti dirinya, namun ia mencoba menepisnya dan menikmati momen kebersamaan dengan ayahnya.

Sesampainya di rumah, suasana tidak seperti yang Dev harapkan. Tidak ada sambutan hangat, tidak ada pelukan yang biasa ia terima. Carl langsung menyelonong masuk ke rumah dengan langkah cepat, membuat Dev merasa kecewa dan bingung.

"Papa kenapa gitu? Jangan kayak gitu, bikin aku sedih!" rengek Dev, berharap mendapatkan perhatian seperti biasanya.

Carl berhenti sejenak, membalikkan badan, dan menatap Dev dengan tatapan dingin yang tidak biasa. "Bikin kamu sedih? Kamu sendiri bagaimana? Apa kamu tidak kasihan sama Papa yang tiap hari sedih melihat tingkah laku konyol kamu?"

Dev mulai merasa takut. Kalimat ayahnya terdengar seperti tuduhan, dan ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Papa, Dev minta maaf kalau Dev ada salah..." ucapnya pelan, berharap bisa meredakan situasi.

Namun, Carl tidak melunak. Dengan suara tegas, ia berkata, "Bersiaplah di kamar, Dev."

Dev terpaku, mulutnya ternganga karena terkejut. Ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dan mulai merasakan ketakutan yang menjalar di seluruh tubuhnya. Meneguk ludah dengan berat, ia mencoba memohon. "Papa, maafin Dev ya? Jangan ya, Pa? Please..."

Namun, Carl sudah memutuskan. Ia mengambil rotan miliknya, sesuatu yang sudah lama tidak terlihat oleh Dev, dan menatap anaknya dengan dingin. "Cepat," perintahnya dengan suara yang tidak bisa dibantah.

Dengan terisak, Dev perlahan berjalan menuju kamarnya. Rasa takut dan penyesalan menyelimuti dirinya. Setelah sampai di kamar, ia tengkurap di pinggir ranjang, bersiap menerima hukuman yang tahu akan sangat menyakitkan.

SLEPET!

"AAKHH SAKIITT PAAA!" teriak Dev keras saat rotan itu mengenai pantatnya. Ia merasakan rasa sakit yang luar biasa, seolah-olah tubuhnya dihantam oleh petir. Tangannya refleks mengusap pantatnya yang berdenyut, mencoba meredakan rasa sakit.

Hire a Host 🔞 ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang