Jisoo, Jennie, dan Kupu-kupu

347 54 14
                                    

Jisoo mengantar Jennie kesekolah lebih pagi, bahkan terbilang sangat pagi, karena matahari saja masih belum menampakkan diri. Untungnya Jennie mau-mau aja di ajak berangkat pagi sebelumnya. Gadis itu memang sempat bawel bertanya ada apa harus berangkat sepagi ini. Namun, Jisoo tidak mau menjawab, maunya Jennie melihat langsung kemana dia akan membawanya.

Jisoo memarkirkan mobilnya saat sampai ditujuan. Dengan lembut, Jisoo membangunkan Jennie yang tertidur. "Jen, bangun. Udah sampe."

"Nyampe sekolah?" Jennie mengerjapkan mata, lalu melihat keluar jendela. Tidak ada gedung sekolahnya. "Ini dimana?" Tanyanya bingung saat Jisoo sedang membukakan sabuk pengamannya.

"Coba liat kedepan ada apa," perintah Jisoo dan langsung dituruti oleh Jennie.

Jennie melihat gerobak bubur yang amat dia kenal. Apalagi dengan pria paruh baya yang tampak sibuk dibalik gerobak. "Ih, ya ampun, bubur pak Agus?!" Jennie sedikit berteriak. "Kok, bisa nemu kak? Sumpah ya, pas lulus SMP, gue selalu nyari bubur pak Agus kemana-mana, tapi gak ketemu. Kirain pindahnya keluar kota," kata Jennie. Gerak geriknya tidak sabar ingin bernostalgia dengan rasa gurih bubur langganannnya dengan Jisoo dulu.

"Bisalah. Apa sih, yang gue gak bisa. Apalagi sekedar nyari bubur favorit lo," jawab Jisoo songong, sementara Jennie cuma bisa mengiyakan karena memang begitu adanya.

Mereka turun dari mobil lalu menuju pak Agus. Keduanya sempat mengobrol sebentar dengan pak Agus. Menjalin lagi silaturahmi yang sempat putus. Setelah itu, mereka duduk anteng menanti bubur.

"Dingin gak?" Tanya Jisoo karena saat ini Jennie hanya mengenakan seragam sekolahnya yang berlengan pendek.

"Nggak sih, biasa aja kak."

"Kalo dingin, ya bilang dingin. Jangan bilang biasa aja, itu jawabannya abu-abu." Jisoo melepaskan jaket hitam yang dikenakannya untuk menutupi punggung dan lengan Jennie.

"Ih kak, nanti lo yang dingin. Mana cuman pake kaos tipis lagi," Jennie protes, tapi didiamkan Jisoo. Dia malah menuangkan teh hangat kegelas yang sudah disediakan. "Jangan bikin gagal romantis," ucapnya datar, lalu menyodorkan gelas teh itu.

"Makasih ya....," ucap Jennie pelan. "Eh, kak, bentar. Mau bilang ke pak Agus, gak usah pake--"

"Gak usah pake kacang, sambelnya banyak, kecapnya sedikit, kerupuknya dipisah, pake telor puyuh dua tusuk. Udah, udah gue pesen," Jisoo menjawab cepat dan tepat. Jennie sedikit tersipu, mengetahui Jisoo masih hafal betul dengan pesanannya, padahal sudah lama mereka tidak menyantap bubur bersama.

"Kan, gue udah bilang, kalo perihal Jennie, Jisoo juaranya." Jisoo melirik Jennie dengan raut bangga, sementara gadis itu langsung melayangkan pelan pukulan kelengan Jisoo.

Dua mangkuk bubur mereka kemudian diantarkan oleh pak Agus. Dengan semangat, Jennie menyantap bubur kesukaannya itu. Pelan-pelan, nanti keselek," Jisoo mengingatkan.

"Kak," panggil Jennie tiba-tiba.

"Hm?"

"Hehehehehe......" seakan peka, Jisoo segera memberikan kerupuknya yang tersisa untuk Jennie. Jisoo itu sangat paham Jennie. Bahkan terkadang, dari tatapan mata aja, Jisoo bisa menebak apa yang Jennie inginkan. Tingkat kepekaan Jisoo kepada Jennie itu memang tinggi beratus-ratus kali lipat. Padahal, kalau untuk hal lain, Jisoo itu sangat sulit pekanya.

Setelah menghabiskan bubur tanpa sisa sedikitpun dimangkuk, keduanya beranjak pergi.

"Masih jam 6:10, kesekolah lo paling berapa menit juga sampai Jen. Masih terlalu sepi gak nantinya?" Tanya Jisoo, mulai menyalakan mesin mobil. Namun, tak ada jawaban dari Jennie. Diliriknya Jennie yang sedang fokus menatap layar ponsel, seperti sedang mengetik sebuah pesan. "Jen?" Panggil Jisoo lagi, tapi tetap tidak mendapat atensi.

Jisoo & Hukum (JenSoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang