18

7 1 0
                                    

𝙅𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙚𝙡𝙪𝙝, 𝙙𝙪𝙣𝙞𝙖 𝙢𝙚𝙢𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙖𝙙𝙞𝙡 𝙪𝙣𝙩𝙪𝙠 𝙨𝙚𝙢𝙪𝙖 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜.

.
.
.

Ujian akhir semester sudah di depan mata, Ayasya saat ini sedang mati-matian untuk belajar, agar nantinya mendapatkan hasil yang memuaskan dan tidak di hukum oleh Ayahnya lagi.

Pagi harinya semua murid SMA BANTARA sedang melakukan ujian, Ayasya saat ini tengah mengerjakan soal-soal ujian. Sudah sedari tadi Ayasya selesai mengerjakan, tapi Ia terus mengecek jawabannya berkali-kali.

Semua murid di kelasnya sudah selesai, tapi gadis itu belum selesai mengecek kertas lembar jawabannya. Guru yang mengawasi merasa kesal melihat tingkah laku Ayasya, Guru itu segera menghampirinya dan mengambil paksa lembar jawaban itu. Ayasya yang diperlakukan seperti itu hanya bisa pasrah, dan segera menuju ke luar kelas.

Sebelum pulang sekolah gadis itu melihat nilai ujian yang ia dapatkan, di sana tertera bahwa Ia mendapatkan nilai 91. Bukannya senang, Ayasya malah gelisah dengan pikiran yang menggangu dirinya.

Sehabis pulang sekolah, gadis itu segera menuju kamarnya. Saat ingin memasuki pintu kamarnya, Erlina ibu tirinya menghalangi gadis itu untuk masuk.

"Udah tau kan lo harus ngapain? Buruan ke ruang kerja Ayah lo." Suruh wanita itu.

Ayasya yang sudah mengetahui apa yang akan ia dapatkan, segera menuju ruang kerja Ayahnya.
Sesampainya di depan ruangan itu, gadis itu menarik nafasnya dan menghembuskannya. Ia mengetuk pintu dan masuk kedalam ruang kerja Ayahnya, pria paruh baya itu sedang fokus dengan pekerjaannya. Saat menyadari putrinya sudah memasuki ruangannya Ia menatap gadis itu dengan tatapan mengintimidasi.

"Dapet berapa nilai ujiannya?" Tanya Arga tegas pada putrinya.

"Sembilan puluh satu, yah."

Arga yang mendengar ucapan dari anaknya segera bangkit dari tempat duduknya dan menampar pipi gadis itu. Ayasya hampir kehilangan keseimbangan karena pusing akibat tamparan itu, tak sampai disitu, sang Ayah mencambuknya berkali-kali. Ayasya hanya bisa berteriak kesakitan, dan meminta maaf kepada sang Ayah.

"Ayah udah... tolong be-berhenti.. Ayas mi-minta maaf.. Ayas janji.. akan membanggakan ayah..."

"Kamu saya besarkan untuk menjadi yang terbaik Ayasya!!!" Bentak Arga yang masih terus mencambuk putrinya itu.

"Maaf ayah... Maaf tidak bisa jadi yang terbaik buat ayah.." lirihnya dengan suara yang hampir habis karena terlalu banyak berteriak.

Ayasya hanya bisa pasrah, Ia tidak menghindari cambukan yang di berikan oleh Ayahnya.

☆☆☆

Esok harinya, Ayasya sudah pulang sekolah dan lagi-lagi gadis itu berada di depan ruang kerja Ayahnya. Dengan ragu gadis itu membuka pintu ruang kerja Ayahnya, Ayasya kini tengah berdiri di hadapan sang Ayah. Dengan tangan yang dilipat di depan dada Arga bertanya pada putri semata wayangnya itu.

"Nilai berapa?"

Ayasya yang mendengar pertanyaan dari Ayahnya itu, menelan ludahnya dengan wajah ketakutan.

"Delapan puluh tujuh, yah.."

"AYASYA!! KAMU ANAK TIDAK BERGUNA!!" Arga naik pitam.

Arga segera mengambil cambukan itu dan mencambuk putrinya dengan keras, Ayasya memohon kepada sang Ayah.

"Ayah jangan.. luka kemarin belum sembuh.."

Arga tak menggubris perkataannya, tanpa belas kasihan sang Ayah terus mencambuknya lebih keras.

"Ayah.. Ayasya sudah berusaha..."

Ayasya hanya menerima cambukan itu walaupun lukanya belum kering.

Satu Minggu berlalu, Ayasya melewati hari yang sulit. Dengan luka yang belum kering, gadis itu terus menerus di cambuk oleh Ayahnya. Tubuh gadis itu sudah penuh dengan luka yang mengenaskan.

DANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang