Ayasya Maudi Lashira, tak pernah mengira bahwa Ia akan jatuh hati kepada seorang laki-laki seperti Danan Januarga Kasandanu, yang merupakan adik kelasnya itu. Semua berawal saat Ayasya memimpikan seorang Danan Januarga Kasandanu. Mimpi yang katanya...
Saat ini adalah hari pembagian raport, namun Ayasya tidak ikut ke sekolah bersama sang ayah untuk mengambil raportnya.
di rumah, gadis itu sedang sibuk mencuci pakaian. Gerakan tangan gadis itu sedikit terhambat akibat luka cambuk yang belum sembuh, namun Ayasya terus memaksa diri. Meskipun rasa perih yang ia rasakan saat menyentuh pakaian tersebut.
Saat sedang fokus melakukan pekerjaannya, tiba-tiba Arga muncul dengan amarah yang dapat dirasakan oleh gadis itu. Tanpa peringatan, sang Ayah meraih rambutnya dengan kasar, menariknya dengan paksa lalu menenggelamkan kepala Ayasya ke dalam bak yang berisikan air.
Gadis itu meronta-ronta, tubuhnya melemah akibat udara di paru-parunya semakin menipis. Nafasnya tersendat, namun genggaman Arga tak tergoyahkan. Di ambang kesadarannya yang kian memudar, tiba-tiba cengkraman itu mengendur. Dengan kasar, sang ayah menariknya keluar dari air, lalu menyeret tubuhnya yang lemas itu menuju kamar mandi.
Tubuhnya di hantam ke dinding dengan keras oleh sang Ayah, Ayasya sudah kehilangan kesadaran, Arga segera mengunci pintu kamar mandi dan mematikan lampu, lalu meninggalkan putrinya yang sedang tak sadarkan diri itu.
Di malam itu, Ayasya terkapar lemas. Nafasnya tersengal, dan tubuhnya terasa semakin kehilangan tenaga. Dengan sisa kekuatan yang ia miliki, tangannya meraba-raba saku celananya, mencari handphone miliknya. Tanpa melihat nama kontak, Ia segera mengirim voice note dengan bermaksud untuk meminta pertolongan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di tempat lain, Danan yang sedang fokus belajar menjadi teralihkan karena mendengar bunyi notif dari handphone miliknya. Ia menerima pesan dari Ayasya, setelah mendengar voice note itu, tanpa pikir panjang Danan segera bergegas ke rumah Ayasya.
Sesampainya di rumah gadis itu, Danan langsung mengetuk pintu dengan sedikit tergesa-gesa. Tak lama kemudian seseorang membukakan pintu. Sosok pria paruh baya berdiri di ambang pintu, tanpa basa-basi Danan langsung membuka suara.
"Permisi om, Ayasya nya ada?" tanya Danan, suaranya terdengar sopan namun tegas.
"Ada perlu apa kamu malam-malam kesini?" tanya Arga, menatap laki-laki itu dengan wajah curiga.
"Ada yang ingin saya sampaikan ke Ayasya, om." jawab Danan, sebisa mungkin memasang wajah yang terlihat tenang.
Arga menatap laki-laki itu dari bawah sampai atas, kemudian ia memberikan izin.
"Ayo masuk." ucapnya, mempersilahkan laki-laki itu untuk masuk.
Danan yang mendapatkan izin langsung memasuki rumah Ayasya, ia di persilahkan untuk duduk di sofa ruang tamu.
"Tunggu sebentar ya, Ayasya sedang ada di kamarnya." Arga menyuruhnya untuk menunggu, Danan hanya mengangguk.
"Erlina, tolong panggilkan Ayasya, suruh dia kemari." ucapnya menyuruh istrinya.
☆☆☆
Ayasya yang masih tergeletak di lantai kamar mandi, dengan tubuh yang lemah dan dingin. Matanya yang setengah terpejam tiba-tiba membelalak ketika suara pintu yang terbuka mengisi keheningan. Ibu tirinya lah yang sudah membukakan pintu untuk nya dan menyuruhnya untuk segera bersiap-siap.
"Nih pake, habis itu keluar. Ada yang nyariin lo, inget jangan cepu." ujar wanita itu, melemparkan sepasang baju pada gadis itu.
Ayasya buru-buru meraih pakaian itu, Ia penasaran siapa yang ingin menolongnya malam-malam begini. Setelah siap Ia segera melangkah keluar menuju ruang tamu. Saat tiba di ruang tamu, gadis itu melihat Ayahnya sedang berbincang dengan seorang laki-laki yang menurutnya tampak familiar. Ayasya menghampiri kedua orang itu, Ayahnya yang menyadari kehadiran putrinya langsung tersenyum ke arahnya.
"Ayas, ini Danan nyariin kamu, Ayah tinggal dulu ya soalnya ada urusan." ucap Arga, dengan senyuman yang terukir di bibirnya.
Saat sang ayah mengangkat tangannya, Ayasya reflek memejamkan matanya. Tubuh gadis itu menegang, mengira pukulan akan mendarat seperti biasanya. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, sang ayah malah menepuk kepalanya lembut. Gadis itu membeku dengan raut wajah yang terkejut sekaligus bingung. Setelah Ayahnya pergi, Danan mengajaknya berbicara di depan rumah.
Di malam yang sunyi itu. Mereka berdua duduk di bangku taman halaman rumah, terdiam dalam pikiran masing-masing. Udara malam berhembus pelan menusuk kulit, Ayasya akhirnya mengeluarkan suara.
"Terimakasih banyak nan, gue minta maaf udah ngerepotin lo. Gue ga tau kalo pesan itu kekirim di kontak lo, terimakasih sekali lagi... dan maaf." ucapnya lirih.
"Lo ga salah, kenapa lo yang minta maaf? Sya, gue dateng kesini ga ngerasa di repotin, justru gue lega bisa nolongin lo." ucap Danan, dengan suaranya yang selalu terdengar tenang.
"Terimakasih yaa nan, gue ga tau harus ngebales pake apa."
"Dengan lo yang baik-baik aja, udah lebih dari cukup bagi gue, sya." Danan tersenyum, senyuman yang selalu menjadi hal yang paling Ayasya sukai.
Melihat senyuman yang menghangatkan itu, Ayasya tanpa sadar ikut mengukir senyuman di wajahnya.
Keheningan lagi-lagi menyapa, Danan akhirnya memutuskan untuk membuka suara.
"Masuk gih, udah malem ga enak dilihat orang." suruh laki-laki itu.
Ayasya beranjak dari tempat duduknya dan segera memasuki rumahnya, meninggalkan Danan yang masih terduduk di bangku taman. Menatap punggung gadis itu, yang perlahan menghilang.
"Lo sakit sya, tapi ga berisik." gumamnya pelan, hampir seperti bisikan yang tertahan di udara malam.
Danan akhirnya bangkit dari tempat duduknya, memastikan Ayasya benar-benar masuk ke rumah. Ia segera melangkah pergi, menyusuri jalan pulang dalam keheningan.