Ayasya Maudi Lashira, tak pernah mengira bahwa Ia akan jatuh hati kepada seorang laki-laki seperti Danan Januarga Kasandanu, yang merupakan adik kelasnya itu. Semua berawal saat Ayasya memimpikan seorang Danan Januarga Kasandanu. Mimpi yang katanya...
Sore itu, Ayasya masih berada di SMA BANTARA. Ia sedang mengurus surat-surat terkait absensinya akibat kecelakaan yang menimpanya. Saat ini, ia berada di ruang guru bersama wali kelasnya untuk memastikan surat-surat tersebut. Setelah semuanya selesai, gadis itu melangkah keluar menuju halte bus di depan sekolah. Ayahnya tak bisa menjemput dirinya karena tengah sibuk melakukan meeting di kantornya.
Kini, Langit sore seolah menggantungkan awan-awan kelabu yang bergelayut malas, seakan menahan tangis yang siap tumpah kapan saja. Gadis itu sedang duduk menunggu bus datang, namun tak ada satu pun bus yang datang dan memberinya tumpangan.
Hujan turun deras seperti butiran berlian yang jatuh dari langit, membasahi segala sesuatu di bawahnya tanpa henti. Langit mendung itu perlahan mulai gelap dengan matahari yang akan segera terbenam di ufuk barat.
Ayasya masih menanti tumpangan yang tak kunjung datang. Ayasya sangat menyukai hujan, gadis itu berniat untuk menerobos hujan. Namun, karena teringat tentang kondisinya yang belum sepenuhnya pulih. Dengan helaan napas pelan, Ia mengurungkan niatnya dan kembali berteduh di bawah atap halte.
Entah mengapa gadis itu malah teringat oleh Danan, karena setahunya Danan akan pulang sore jika ada urusan organisasi di sekolah. Dengan sedikit rasa ragu, Ia mengecek handphone nya berniat meminta tolong kepada laki-laki itu. Tapi ia lagi-lagi mengurungkan niatnya, karena laki-laki itu sudah kun Instagramnya. Dengan berat hati, ia meletakkan handphonenya kembali ke dalam tasnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ternyata udah di unfollow." gumamnya.
Ayasya termenung sesaat untuk mengambil keputusan, gadis itu memutuskan untuk menerobos hujan dengan tas yang berada di kepalanya.
★★★
Di sisi lain, Danan memandang seorang gadis yang sedang duduk di halte menunggu bus datang. Ia memandang lekat gadis itu, laki-laki itu sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari Ayasya. Ada sesuatu yang mendesak dalam dirinya untuk terus mengamati, ia ingin memastikan bahwa gadis itu akan mendapatkan tumpangan.
Hujan terus turun dan hari mulai petang, namun gadis itu masih berada di sana, Ia termenung sembari menatap hujan yang jatuh pada tanah, gadis itu masih mempertimbangkan antara menunggu bus atau menerobos hujan.
Danan yang sudah mengetahui arah pikiran dari gadis itu, buru-buru meraih payung yang sempat ia ambil dari ruang guru. Tanpa ragu, laki-laki itu segera berlari menghampiri Ayasya yang sedang berada di halte bus tersebut.
Hujan yang semakin deras membuat Ayasya akhirnya memutuskan untuk menerobos hujan saja. Saat gadis itu bersiap untuk melangkah, tanpa sepengetahuannya seseorang datang dan langsung mencegah aksinya itu. Danan, sudah berdiri di hadapannya dengan sebuah payung yang berada di tangannya. Tidak membuang-buang waktu, Danan langsung memberikan payung itu kepadanya lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Meninggalkan Ayasya dengan beribu pertanyaan di dalam benaknya, ia hanya bisa menatap laki-laki yang merupakan adik kelasnya itu, sosok itu tengah berlari menerobos hujan dengan tangan yang melindungi kepalanya. Gadis itu bergumam lirih, suara kecilnya nyaris tenggelam di antara suara derasnya hujan.
"Terimakasih buat payungnya, nan."
Ayasya segera pergi meninggalkan halte tersebut, berjalan dengan payung yang menjaganya dari jangkauan hujan.
Ayasya baru saja selesai membersihkan diri, gadis itu keluar dari kamar mandinya. Dari jendela kamarnya, gadis itu sedang mengamati setiap tetes hujan yang masih setia mengguyur tanah meski sudah menjelang malam.
Gadis itu melamun, merenungkan kejadian tadi sore. Bayangan laki-laki itu terus berputar dipikirannya, memunculkan pertanyaan demi pertanyaan yang mungkin tidak akan dijawab oleh laki-laki itu. Tak ingin terlalu ambil pusing, ia memutuskan untuk mengistirahatkan pikirannya. Ia menghampiri ranjangnya, lalu membungkus tubuhnya yang kedinginan itu dengan selimut. Perlahan, kelopak matanya mulai tertutup walau pikirannya masih sedikit terusik oleh bayangan laki-laki itu.