Flora menghampiri Muthe yang sedang mengemasi barangnya. Cahaya matahari sore masuk melalui jendela kelas yang terbuka lebar, menyinari meja-meja yang sudah mulai kosong. Hanya beberapa murid yang masih tersisa, sebagian besar sudah pulang. Di papan tulis masih ada sisa coretan pelajaran terakhir yang belum sempat dihapus.
"Ayo, Muthe, kita pulang," ajak Flora dengan senyum lembutnya.
Muthe mengemas buku-bukunya dengan cekatan, menutup tasnya dengan suara ritsleting yang jelas terdengar di ruangan yang mulai sepi. "Iya, ayo," jawabnya, sambil meraih tas yang tergeletak di meja sebelah.
Flora memiringkan kepalanya sedikit, melihat tas di tangan Muthe. "Tas siapa, Muthe?"
"Ini tas Christy, katanya dia minta dibawain ke ruang OSIS sehabis pulang sekolah," jelas Muthe sambil melangkah menuju pintu.
Mereka keluar kelas dan langsung disambut oleh keramaian di lorong yang penuh dengan suara obrolan murid-murid yang sedang pulang. Poster-poster acara sekolah terlihat berwarna-warni, menempel di dinding-dinding dengan aneka informasi tentang acara mendatang. Cahaya matahari sore yang hangat menerpa lorong, menciptakan bayangan panjang yang bergerak seiring langkah kaki mereka.
Setiap beberapa langkah, Muthe selalu disapa oleh teman-temannya yang lewat, membuatnya harus berhenti sejenak untuk menyapa balik. Flora hanya tersenyum kecil, mengamati betapa populernya sahabatnya ini, dalam hati berpikir, "Sepertinya satu sekolah temennya Muthe semua."
Sesampainya di depan ruang OSIS, Muthe berhenti di depan pintu kayu besar yang tertutup rapat. Ia merasakan sesuatu yang aneh, sebuah firasat. Tangannya menyentuh gagang pintu, tapi sebelum membukanya, ia menempelkan telinga ke pintu, mencoba mendengarkan apa yang terjadi di dalam.
"Loh, kenapa? Sekarang udah pulang sekolah, sayang."
"I-iya, tapi agak nanti, Muthe habis ini kesini, nanti dia liat."
Muthe menelan ludah mendengar percakapan itu. Ia mengetuk pintu dengan tegas dan memberi jeda sesaat sebelum membukanya. "Flora, kamu tunggu di luar aja ya. Biar aku aja yang masuk," katanya dengan nada yang sedikit serius.
Flora, meskipun sedikit kebingungan, hanya mengangguk patuh. "Oke, aku tunggu di sini," jawabnya sebelum melangkah mundur dan bersandar di dinding, mengeluarkan ponselnya untuk menghabiskan waktu.
Muthe kemudian membuka pintu ruang OSIS dan masuk. Di dalam, ia langsung disambut oleh pemandangan Zevan dan Christy yang duduk berdekatan di meja panjang. Wajah mereka tampak merah dan sedikit canggung, seolah baru saja terjadi sesuatu yang tidak ingin mereka bagi dengan orang lain.
"Oh, halo Muthe," Christy mencoba menyembunyikan kecanggungannya dengan senyuman, "Sini, duduk dulu."
Zevan, yang masih terdiam, hanya tersenyum tipis sambil merapikan beberapa kertas di depannya. Suasana di dalam ruang OSIS terasa sunyi, hanya diisi oleh suara lembaran kertas yang dibolak-balik dan detak jantung yang seolah bisa terdengar di ruangan yang tertutup rapat itu.
Sementara itu di luar, Flora sedang memainkan ponselnya mengirim pesan ke Jason.
[Flora]
"Jason, kamu kelarnya agak telat ya? Tadi aku liat kelasnya masih ada pelajaran."[Jason]
"Iya, Flo. Biasa, matematika suka ngaret."
Jason mengirim foto papan tulis penuh dengan soal.Flora melihat foto itu dan tersenyum kecil. Ia bisa membayangkan betapa lelahnya Jason setelah pelajaran panjang itu.
[Flora]
"Hahaha, susah ya soal-soalnya? Kelasku belum sampai situ sih materinya."Tiba-tiba, Jason mengirim foto wajahnya yang terlihat lesu, dengan caption, "Apakah terlihat tanda-tanda tidak kesusahan di wajahku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)
Fanfiction(update tiap akhir pekan) "I can't do it, Helisma. Aku gabisa buat kathrina jatuh cinta lagi." "Maafin aku, Gita. Aku gabisa biarin kamu jatuh di tangan kathrina." "Jangan menangis, cantik. Hal terakhir yang ingin aku lihat adalah senyumanmu."