Chapter 19 - ECHO FEST!!

122 17 22
                                    

Pagi itu, suasana sekolah mulai menggeliat dengan kehadiran para siswa yang datang satu per satu. Gerbang sekolah yang sebelumnya hanya terbuka sedikit kini menganga lebar, menandakan semakin banyaknya kerumunan yang masuk. Tawa riang, suara obrolan, dan langkah kaki memenuhi udara, menciptakan hiruk-pikuk khas pagi sekolah yang ramai. Sinar matahari menyinari gedung sekolah, menembus jendela-jendela kelas dan memberikan nuansa hangat pada koridor-koridor yang sebelumnya sunyi.

Di kelas, Eli baru saja kembali dari ruang osis, membawa beberapa lembar kertas di tangannya. Langkahnya tenang, tatapannya sedikit lelah setelah mengurus beberapa hal administratif. Ia melihat ke arah Gita yang sedang duduk di bangkunya, melamun sambil memandang keluar jendela.

Eli duduk di samping Gita tanpa berkata apa-apa, hanya menaruh kertas-kertas itu di mejanya. Ia lalu mengambil ponselnya, memotret lembaran-lembaran tersebut sebelum kemudian sibuk mengetik sesuatu di layar. Namun, tiba-tiba Eli menghentikan gerakannya. Seolah menyadari sesuatu yang baru saja lewat dalam pikirannya.

"Gita," panggil Eli lembut namun cukup jelas, menarik perhatian adiknya itu.

"Hmm?" Gita hanya bergumam pelan, pandangannya masih terpaku pada pemandangan di luar jendela, terlihat setengah sadar. Seakan pikirannya tengah terjebak dalam lamunan yang dalam.

Eli tersenyum tipis, memiringkan kepalanya sedikit. "Tadi... Muthe kesini?" tanyanya.

Gita, yang awalnya tampak tenang, sedikit tersentak mendengar pertanyaan itu. Matanya berkedip, mencoba untuk tidak terlalu menunjukkan reaksinya.

"Kenapa?" jawabnya, masih dengan nada datar, meski ada sedikit keraguan yang terselip. Ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan apa yang sebenarnya sedang ia rasakan.

Eli menggeser duduknya lebih dekat kepada Gita, menghirup nafas dalam, lalu tersenyum lebar. "Ada aroma seperti parfumnya Muthe," lanjut Eli, matanya menelisik dengan isyarat menggoda. "Gak mungkin aku salah soal itu."

Gita, yang mulai merasa tidak nyaman dengan arah percakapan ini, hanya menjawab pendek, "Nggak tau," sambil tetap menjaga pandangannya ke luar jendela, berharap Eli akan berhenti mengulik.

Namun, bukannya menyerah, Eli malah menghela napas panjang, kemudian mendekat sedikit lagi ke arah Gita. Ia memperhatikan lebih dekat ke leher Gita, sebelum dengan santai menyentuh kerah bajunya, menaikkannya sedikit.

"Dasar kalian ini," Eli berkata sambil tersenyum jahil, suaranya rendah tapi penuh arti. "Bilang sama Muthe, lain kali kalau mau melakukannya, coba lebih ke bawah... biar bekas merahnya gampang ditutupin."

Wajah Gita seketika memerah, tangannya refleks memegang lehernya, seakan baru menyadari jejak yang tertinggal dari kejadian tadi. Matanya melebar, dan ia tampak terkejut, seperti seorang yang tertangkap basah dalam aksi rahasia. Suasana antara mereka mendadak jadi canggung, meskipun Eli tampak menikmati reaksi Gita yang begitu mudah terbaca.

Pagi yang sebelumnya tenang di dalam kelas itu tiba-tiba terasa panas, bukan karena matahari di luar, melainkan karena percakapan tak terduga yang baru saja terjadi. Namun sebelum Gita bisa berkata lebih lanjut, suasana kelas mulai berubah. Siswa lain mulai berdatangan. Langkah kaki dan suara obrolan kembali memenuhi ruangan, menandakan dimulainya aktivitas sekolah yang semakin ramai. Beberapa siswa tampak antusias dengan acara besar yang akan diadakan hari ini—Echo Fest.

Di kelas 10 A, Muthe akhirnya kembali setelah beberapa saat menghilang. Wajahnya terlihat agak pucat, matanya sedikit redup, dan gerakannya cenderung lemah, seakan habis menghabiskan banyak energi. Dengan lelah, ia menjatuhkan diri di bangkunya, tepat di sebelah Flora yang sudah duduk lebih dulu.

Flora, yang sibuk dengan beberapa lembar kertas di mejanya, menoleh ketika mendengar suara bangku Muthe yang bergeser. Ia tersenyum kecil melihat sahabatnya yang tampak lesu. "Sepertinya di toilet kamu cukup berjuang ya, Muthe," ucap Flora setengah bercanda, meski ada sedikit nada khawatir dalam suaranya. Ia menatap Muthe yang duduk dengan bahu terkulai, napasnya pelan namun terlihat berat.

Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang