Sore hari menyelimuti kota dengan keheningan yang damai, ditandai dengan matahari yang memancarkan sinarnya lembut ke segala penjuru, menciptakan langit berwarna jingga keemasan yang menenangkan. Jason, dengan soda dingin di tangannya, berjalan santai sambil memikirkan kebiasaan-kebiasaan kecil yang dia lalui setiap hari. Ransel yang menggantung di sebelah bahunya bergetar lembut mengikuti irama langkahnya. Jalan pintas yang biasanya dia lewati terasa lebih lengang hari ini, tanpa kehadiran Muthe yang sering mengisi sore-sorenya dengan obrolan penuh semangat, entah mengeluarkan keluh kesahnya selama seharian atau bercerita mengenai hal hal kecil yang terjadi di sekolah.
Namun, keheningan sore itu pecah dengan teriakan meminta tolong yang melengking melalui udara. Jason menajamkan telinganya, mengarahkan langkahnya ke arah suara tersebut, yang tampaknya datang dari sebuah jalan kecil di samping apartemennya. Ketika dia berbelok ke jalan itu, pemandangan yang dia lihat membuatnya berhenti sejenak.
Di depan matanya, terdapat tiga anak laki-laki dan seorang perempuan, mengenakan seragam sekolah yang sama seperti dirinya. Perempuan itu tampak tertekan. "Berani beraninya kau berteriak!" ucap salah seorang laki laki diantara mereka sembari melayangkan pukulan ke arah perempuan itu. Pukulan itu mendarat keras di pipinya, menyebabkan perempuan itu terhempas ke samping, tubuh kecilnya itu tidak mampu menahan kekuatan serangan itu.
Melihat situasi yang menegangkan itu, Jason tidak berpikir dua kali. Ia berlari ke arah mereka. Dalam satu gerakan cepat, dia menghantam wajah salah seorang pelaku yang tengah bersiap untuk menendang perempuan tersebut. Pukulan Jason mengirimkan lelaki itu terhuyung ke belakang. tubuhnya terkejut, tidak siap menghadapi pukulan yang datang tiba-tiba.
"APA APAAN KALIAN INI?" Jason berseru dengan nada marah, suaranya menggema di lorong sempit itu.
"SIALAN!" Salah satu pria yang baru saja dipukul oleh Jason berusaha membalas, melayangkan pukulan kearahnya. Namun, Jason dengan cekatan menunduk, berkelit ke samping, dan dalam gerakan yang lincah, dia menekuk tubuhnya, memajukan badannya untuk melakukan serangan balasan. Pukulan kiri Jason mengarah ke ulu hati lelaki tersebut, menyebabkan rasa sakit yang tajam. Tanpa memberi kesempatan untuk merespons, Jason melanjutkan dengan pukulan melengkung yang menghantam sisi kepala pria itu, membuatnya terjatuh ke tanah, dia meringis kesakitan.
Jason berdiri dengan postur siap tempur, kakinya sedikit lebih maju dari yang lain, kedua tangannya yang mengepal erat terangkat di samping pelipisnya, tatapannya tajam kedepan siap menghadapi ancaman berikutnya. "Majulah kalian berdua," ucapnya dengan suara datar dan penuh percaya diri. Melihat bagaimana rekan mereka ditaklukkan dengan cepat, dua pelaku lainnya melarikan diri, diikuti oleh lelaki yang satunya, dia berusaha untuk berlari meski tampak cukup kesulitan.
Ketika ketiga pelaku tersebut akhirnya pergi dari tempat itu, Jason melepaskan postur bertarungnya dan menghampiri perempuan yang tergeletak di tanah itu. "Hei, kau tidak apa-apa?" tanya Jason.
Namun, perempuan itu tidak bergerak atau menjawab. Jason terkejut setelah menyadari perempuan itu pingsan. dia panik tidak tau apa yang harus dilakukan. Dia memeriksa denyut nadi dan pernapasan perempuan tersebut, dan merasa sedikit lega ketika dia masih bernapas, meskipun sangat lemah. Jason memutuskan untuk membawanya ke apartemennya. Dengan hati-hati, Jason mengangkat tubuh perempuan itu, berusaha menjaga agar dia tidak terluka lebih parah.
"Maafkan aku," bisik Jason saat dia membawa perempuan itu dengan lembut, menggendongnya menuju apartemennya. Jalan yang semula terasa biasa kini tampak panjang, setiap langkahnya semakin terasa berat karena beban di tangannya.
Sesampainya di apartemen, Jason membaringkan perempuan itu di tempat tidur. Dia cepat-cepat mencari kotak P3K, membersihkan luka-luka ringan, dan memastikan tidak ada cedera serius. Sambil bekerja dengan cepat, pikirannya terus berputar, bertanya-tanya tentang siapa perempuan ini dan apa yang membuatnya menjadi sasaran kekerasan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)
Fanfic(update tiap akhir pekan) "I can't do it, Helisma. Aku gabisa buat kathrina jatuh cinta lagi." "Maafin aku, Gita. Aku gabisa biarin kamu jatuh di tangan kathrina." "Jangan menangis, cantik. Hal terakhir yang ingin aku lihat adalah senyumanmu."