Fiony kembali ke kamarnya setelah mengantar Helisma menjenguk Andaress dan Kathrina. Saat ia membuka pintu kamar, pandangannya langsung tertuju pada Freyana yang duduk santai di atas kasur, tenggelam dalam buku yang sedang dibacanya. Ruangan itu terlihat nyaman dengan cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela, memberikan kehangatan yang lembut meskipun udara dingin dari pegunungan Aranthor terus merasuk ke dalam kamar. Freyana yang menyadari kehadiran Fiony segera mengalihkan atensinya dari buku.
"Oh, halo Fio, gimana Helisma?" tanya Freyana sambil tersenyum.
Fiony masuk dengan wajah kusut dan terlihat lesu, seakan beban dunia berada di pundaknya. "Dia pergi latihan memanah dengan Pangeran Ariel, padahal dia ada kelas sihir hari ini," jawabnya dengan nada kesal.
Freyana tertawa kecil, "Hahaha, padahal dia sering ngomelin Pangeran Andaress ketika dia membolos karena Kathrina," ucapnya, terhibur oleh ironi tersebut.
Tanpa aba-aba, Fiony langsung melompat ke atas Freyana, membenamkan wajahnya di dadanya dengan gerakan yang begitu tiba-tiba dan penuh keakraban. Freyana terkejut, jantungnya berdegup lebih cepat ketika merasakan Fiony yang tiba-tiba mendekat begitu erat. "Ada apa, Fio?" tanyanya lembut, mencoba memahami apa yang terjadi.
Fiony tidak menjawab. Ia hanya mengusap-ngusapkan wajahnya di dada Freyana dengan manja, seolah mencari kenyamanan dari kehangatan yang diberikan oleh Freyana. Wajah Freyana mulai memerah, merasakan keintiman yang tiba-tiba ini.
"F-Fio?"
Fiony berhenti, memeluk Freyana erat dan menempelkan pipinya di dada Freyana, matanya lesu menatap dinding. "Aku cape," bisiknya.
Freyana mengelus lembut rambut Fiony, mencoba menenangkan sahabatnya. "Cape kenapa? Masih pagi juga," ucapnya dengan nada penuh perhatian.
Fiony menghela napas panjang, "Cape mentalku. Tadi aku keluar dari kamar Pangeran Andaress, langsung ketemu Pangeran Ariel. Trus aku kaget cara Helisma ngomong sama Pangeran Ariel jadi beda banget, kaya lebih lembut gitu. Padahal 2 hari yang lalu cara mereka ngomong masih biasa aja. Mana saling panggilnya udah sayang sayangan gitu lagi. " ucap Fiony, nadanya semakin melemah, "Kan aku jadi iri."
Freyana terdiam sejenak, meresapi kata-kata Fiony. "Ternyata dia punya sisi seperti ini," batin Freyana, menyadari bahwa Fiony yang kuat dan tegar juga sebenarnya punya perasaan seperti itu.
Kemudian, dengan suara yang tiba-tiba, Freyana berkata, "Bagaimana kalau kita menikah?"
Fiony terkejut, langsung mengangkat kepalanya, menatap Freyana dengan mulut menganga, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Mau?" tanya Freyana lagi, lebih lembut, matanya menunjukkan ketulusan.
Fiony tidak merespon, pikirannya bercampur aduk antara kaget, bingung, dan... sesuatu yang lain yang tidak bisa ia jelaskan. Freyana mulai merasa khawatir melihat Fiony yang tak bergeming sama sekali. "F-Fio?" panggilnya, mencoba mendapatkan respons.
Tanpa peringatan, Fiony langsung duduk di atas Freyana, dan mulai memukulnya dengan intensitas yang cukup keras. "Aduh, Fio, sakit Fio!" keluh Freyana sambil mencoba menahan setiap pukulan itu.
"KENAPA? KENAPA KAU MELAMAR DI MOMEN SEPERTI INI? HARUSNYA KAU MEMBUAT SUASANA YANG ROMANTIS BUKAN PAGI-PAGI SEPERTI INI!! KEMUDIAN KALIMAT APA ITU, SEJAK KAPAN PETINGGI BANGSAWAN KERAJAAN MELAMAR DENGAN KALIMAT SEPERTI ITU!!" seru Fiony, sambil terus memukul Freyana, matanya berkobar dengan campuran antara marah dan bingung.
"M-Maaf... Poldarius akan bangkit, j-jadi kutukan keabadianmu juga akan berakhir. Sebelum itu terjadi, aku ingin kamu merasakan cinta, mengingat kamu hampir 1000 tahun belum pernah punya pasangan, Fio. Aku kasihan kalau kamu sampai tidak punya keturunan," ucap Freyana, mencoba menahan pukulan itu sambil memberikan penjelasan yang tulus dari hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)
Fanfic(update tiap akhir pekan) "I can't do it, Helisma. Aku gabisa buat kathrina jatuh cinta lagi." "Maafin aku, Gita. Aku gabisa biarin kamu jatuh di tangan kathrina." "Jangan menangis, cantik. Hal terakhir yang ingin aku lihat adalah senyumanmu."