Chapter 2 - Takdir

143 18 0
                                    

Malam itu, langit tampak seperti kanvas hitam yang dihiasi ribuan bintang berkilauan. Bulan purnama menggantung tinggi di angkasa, memancarkan cahaya perak lembut yang menyapu seluruh Pegunungan Aranthor dengan keanggunan. Di kejauhan, bayangan pohon-pohon tinggi membentuk siluet gelap yang teratur, menambah kesan misterius pada malam yang tenang ini. Cahaya rembulan memantul di daun-daun yang masih basah oleh embun, memberi kilauan lembut seolah-olah ditaburi berlian. Kabut tipis mulai menyusup dari permukaan tanah, melayang perlahan dan menyelimuti kaki-kaki pohon serta rerumputan, menciptakan nuansa magis dan misterius di sekitar mereka.

Di tengah keheningan malam ini, di balkon Istana Kerajaan Valerian, seorang wanita bermantel panjang berdiri bersandar pada tepi balkon. Ia dikelilingi oleh keheningan malam yang menenangkan dan sinar rembulan yang lembut, memandangi seluruh Pegunungan Aranthor dengan tatapan kosong. Lentera-lentera di jalan dan rumah-rumah bersinar lembut, seperti titik-titik kecil yang berpendar dalam lautan kegelapan. Setiap lampu menciptakan cahaya kuning keemasan yang berkilau, tampak seperti bintang-bintang kecil yang menari di bumi.

Di tangannya, sebuah cerutu yang sudah pendek menyala, memberikan tanda bahwa ia sudah berada di situ cukup lama, merenungi malam yang panjang. Ujung cerutu yang menyala memancarkan cahaya oranye terang, menyebar dalam lingkaran kecil. Asap cerutu bergerak perlahan di udara malam, terangkat mengikuti angin malam yang lembut, membentuk awan tipis yang menghilang seiring waktu.

Langit cerah tanpa awan menambah kedalaman malam, membuatnya terasa lebih luas dan megah. Setiap bintang tampak bersinar lebih terang dari biasanya, seakan-akan mereka adalah penonton yang saksama, menyaksikan momen magis yang sedang terjadi di bawah mereka. Suara malam yang biasanya terdengar seperti gesekan lembut dari hewan-hewan malam yang saling bersahutan, malam ini terasa lebih pelan dan lebih peka, seolah mereka semua mengakui dan menghormati keajaiban yang baru saja terjadi. Udara malam yang sejuk, dengan aroma segar dari embun dan tanaman, membawa ketenangan mendalam, mengisi setiap sudut dengan kedamaian yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

"Aku sudah bilang, jangan terlalu banyak menghisap cerutu itu, Fiony," ucap seorang pria yang baru datang ke balkon itu. Suaranya lembut tapi berwibawa, memecah keheningan malam.

Dia adalah salah satu penyihir kerajaan, Freya Nashira.

Fiony tidak tampak menghiraukan ucapan Freyana. Ia masih terbenam dalam pikirannya, tatapannya kosong dan jauh.

Freyana menghela napas dengan berat, menghampiri Fiony, dan ikut bersandar di tepi balkon. "Mimpi itu datang lagi?" sambungnya dengan nada prihatin, suaranya mencerminkan kepedulian yang mendalam.

Tanpa menoleh, Fiony mengangguk singkat sebagai tanda mengiyakan

"Sepertinya mimpi itu semakin sering akhir-akhir ini, ya?" tanya Freyana suaranya penuh kekhawatiran.

"Iya, sepertinya karena abad ini Poldarius akan bangkit dari segelnya," balas Fiony dengan nada tegas, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.

"Apakah kita bisa melawannya saat dia datang?" tanya Freyana.

"Aku yakin, dengan kekuatan yang kita punya hari ini kita bisa melawan pasukan iblisnya, tapi untuk Raja Poldarius sendiri, kita memerlukan kekuatan dari reinkarnasi Melvin dan Seraphina," jawab Fiony sambil menghisap cerutu lagi, kepalanya sedikit tertunduk seakan mencoba mencari jawaban dari kegelapan malam.

"Untuk menyempurnakan segelnya, ya..." gumam Freyana sambil menatap rembulan, suaranya melayang seakan dibawa oleh angin malam.

"Tidak. Kita tidak akan menyegelnya," bantah Fiony dengan nada yang lebih tajam, menyiratkan tekad yang kuat.

"Apa maksudmu?" tanya Freyana kebingungan.

"Aku akan membunuhnya dan mengirimnya kembali ke dasar neraka," ucap Fiony dengan tegas, menggertakkan giginya. Dia meremas cerutu di tangannya hingga hancur, tekadnya sudah bulat sejak lama.

Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang