Chapter 17 - Kumohon

99 12 8
                                    

Malam itu terasa begitu tenang di luar jendela apartemen Muthe. Kota berdenyut dengan kehidupan, namun di dalam kamarnya, suasana terasa berbeda. Lampu ruangan yang temaram menciptakan bayangan lembut di dinding, sementara suara televisi berbisik pelan, menjadi satu-satunya gangguan di antara mereka Muthe, Gita, dan Flora. Angin malam yang sejuk sesekali merembes melalui celah jendela, menyapu pelan tirai tipis yang menggantung di sisi kamar.

Di atas kasur, Gita dan Muthe duduk berdampingan, pandangan mereka tertuju pada layar TV—meskipun jelas bukan acara di televisi yang mendominasi pikiran mereka. Di sebelah mereka, Flora sudah tertidur dengan nyenyak. Matanya terpejam, wajahnya damai, tapi napasnya yang pelan menunjukkan betapa lelahnya ia hari ini. Flora memang berniat pulang ke apartemennya setelah makan malam, tapi ia khawatir membiarkan Gita dan Muthe berduaan setelah melihat apa yang terjadi. Namun sekarang, kelelahan mengalahkan rasa khawatirnya, membuatnya terlelap di antara mereka.

Di kamar yang sunyi itu, hanya ada suara televisi yang sesekali memecah keheningan dan detak jantung yang kian terasa dari dua orang yang duduk di atas kasur. Muthe masih terlihat sedikit resah, memikirkan apa yang telah ia lakukan sebelumnya.

"Kak Gita," panggil Muthe pelan, memecah kesunyian tanpa memalingkan pandangannya dari layar TV.

"Hm?" Gita menjawab lirih, suaranya terdengar tenang, tapi pikirannya masih terselimuti oleh ciuman tiba-tiba yang dilakukan Muthe beberapa jam lalu.

Muthe menelan ludah, berpikir sejenak. "Maaf ya soal yang tadi... setelah kupikir-pikir, kayaknya aku terlalu berlebihan." Suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya, seolah-olah ia benar-benar menyesal.

Gita diam sesaat sebelum berbicara. "Iya, gapapa, Muthe. Tapi..." Gita memalingkan wajahnya, tatapannya beralih ke sudut ruangan. "Lain kali kalau mau melakukannya, pastikan cuma ada kita berdua. Aku malu kalau ada orang lain yang lihat."

Muthe membelalakkan matanya, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ada sesuatu yang berbeda dari cara Gita merespons kali ini, dan hal itu membuat Muthe terdiam sejenak.

Gita masih menatap ke sudut, pipi merahnya tak mampu disembunyikan meski ia memalingkan wajahnya. Namun Muthe, yang sudah terpikat oleh ucapan Gita tadi, berani mengambil langkah lebih. Ia memegang tangan Gita yang dingin, dan perlahan, Gita pun menoleh, tatapan mereka bertemu.

Mata mereka berbicara lebih banyak daripada kata-kata. Muthe perlahan mendekatkan wajahnya ke Gita, jantungnya berdebar kencang, dan ia bisa merasakan napas hangat Gita yang semakin dekat. Gita terpaku, tubuhnya menegang, tapi ia tak berusaha menjauh. Ketika wajah Muthe semakin dekat, Gita perlahan memejamkan mata, siap apapun yang akan terjadi.

Dan saat itu, bibir mereka bertemu dalam ciuman lembut yang penuh kasih sayang. Tak ada desakan, tak ada nafsu—hanya sentuhan singkat yang penuh kehangatan, seolah-olah mereka berdua berbagi perasaan yang lebih mendalam daripada yang terlihat di permukaan.

Muthe menarik diri sedikit, namun jarak di antara mereka masih dekat. Bibirnya yang tadi menyentuh bibir Gita kini tersenyum tipis, sementara matanya menatap lembut ke dalam mata Gita yang kini terbuka perlahan. Wajah mereka memerah, tapi tak ada yang berusaha menjauh. Napas Gita sedikit bergetar, sementara ia menatap Muthe dengan pandangan yang sayu namun penuh keinginan.

"Jangan terlalu kasar..." bisik Gita dengan suara pelan, hampir tak terdengar. Suaranya penuh kelembutan dan sedikit ragu, namun ucapannya lebih terasa seperti sebuah ajakan.

Muthe tertawa kecil, senyumnya semakin lebar, dan tanpa berkata apa-apa lagi, Muthe kembali mendekat, kali ini tidak hanya sekadar mencium bibir Gita, tapi dengan sebuah niat yang lebih dalam, lebih intens. Ketika bibir mereka bertemu lagi, Muthe sedikit membuka mulutnya, memberi ruang untuk lebih dari sekadar sentuhan lembut. Lidahnya perlahan menyusup, menyentuh bibir Gita dengan lembut namun penuh keberanian. Gita sedikit terkejut pada awalnya, tapi dengan cepat mengikuti ritme yang Muthe ciptakan.

Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang