Di dalam keheningan alam, Andaress duduk dengan tenang, hanya ditemani oleh Seraphina yang sedang fokus merajut di sampingnya. Tempat itu tampak tak berbentuk, seolah ruang hampa yang luas dan tak terbatas, dipenuhi oleh warna putih samar yang tidak nyata. Namun, meskipun semuanya tampak kabur dan abstrak, ada perasaan tenang yang menyelimuti mereka.
Jarum besar di tangan Seraphina bergerak perlahan, menganyam benang yang tampaknya tidak berasal dari kain biasa. Cahaya lembut memancar dari setiap helai benang yang ia gunakan, berkilau seiring dengan setiap gerakan terampilnya. Andaress memperhatikan dalam diam, merasa aneh dengan keadaan ini, hingga akhirnya ia membuka suara dengan rasa penasaran yang tak tertahankan.
"Jadi... kau lagi apa?" tanyanya, suaranya terasa sedikit serak, seolah-olah sudah lama tak berbicara.
Seraphina tersenyum kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari karyanya. "Aku sedang memperbaiki tubuh ini," jawabnya tenang.
Andaress mengernyitkan alisnya. "Tubuh siapa?" tanyanya lagi, semakin bingung.
"Gita," jawab Seraphina singkat namun pasti, sembari terus merajut.
Mendengar nama itu, Andaress terperangah. Matanya melebar, dan napasnya terhenti sesaat. "Gita? Gita belum mati?" suaranya nyaris pecah oleh keterkejutan. Ada harapan dan ketidakpercayaan yang bercampur menjadi satu.
Seraphina menatap Andaress dengan tenang, sedikit menaikkan sebelah alisnya. "Tentu saja belum," katanya, "kau pikir kita ada di mana sekarang?"
Andaress mulai melihat sekeliling, namun yang ia lihat hanyalah kekosongan tak berbatas, tempat yang tak bisa ia pahami. Tak ada tanda-tanda dunia nyata di sini, hanya keheningan yang aneh.
"Nggak tau," jawab Andaress akhirnya, suaranya masih penuh kebingungan, "memangnya kita di mana?"
"Kita berada di alam bawah sadar Gita," jawab Seraphina dengan tenang, seolah-olah itu adalah hal yang sangat wajar.
Andaress kembali terkejut. "Jadi... aku juga belum mati?" tanyanya, kali ini suaranya penuh harapan.
Seraphina mendengus ringan, tetap fokus pada pekerjaannya. "Kalau perempuan itu tidak memelukmu dengan erat, mungkin kau sudah mati," katanya dengan nada yang sedikit lebih dingin, tapi ada kehangatan tersembunyi di baliknya.
Andaress mengernyit, mencoba mencerna kata-kata Seraphina. "Siapa?" tanyanya, bingung.
Seraphina berhenti sejenak dari merajutnya, matanya melirik Andaress dengan tatapan yang penuh teka-teki. "Yang tadi kau ciumi seharian," katanya datar, meskipun ada sedikit senyum bermain di sudut bibirnya.
Mendengar itu, wajah Andaress memerah seketika. Darah mengalir cepat ke wajahnya hingga ia merasa panas. "M-Muthe?" jawabnya dengan terbata-bata, suaranya gemetar antara malu dan tak percaya.
Seraphina hanya mengangguk, kembali fokus pada jarumnya, jarum yang kini mulai memancarkan cahaya lebih terang. "Kau tahu?" tanya Andaress ragu, seolah mencari konfirmasi.
"Tentu saja," jawab Seraphina, "aku mengawasimu dari liontin itu."
"Liontin?" Andaress merasa semakin bingung. Ia mencoba mengingat liontin yang dikenakan Muthe.
Seraphina akhirnya menghentikan merajutnya sejenak, mengangkat wajahnya dan menatap langsung ke mata Andaress. "Iya, liontin dari bunga Senkura yang Muthe kenakan. Berterimakasihlah kepada Muthe, karena dia memelukmu, aku jadi bisa masuk ke dalam tubuhmu."
Andaress terdiam, memikirkan apa yang dikatakan Seraphina. "Sejak kapan kau berada di sana?" tanyanya lagi.
"Sejak kau dan Kathrina memasukkan mana kalian berdua ke bunga Senkura. Kalian berdua adalah reinkarnasi dari diriku dan Melvin, jadi kalian berdua mewarisi mana kami secara keseluruhan. Aku adalah sisa mana Kathrina yang tersimpan dalam liontin itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)
Fanfic(update tiap akhir pekan) "I can't do it, Helisma. Aku gabisa buat kathrina jatuh cinta lagi." "Maafin aku, Gita. Aku gabisa biarin kamu jatuh di tangan kathrina." "Jangan menangis, cantik. Hal terakhir yang ingin aku lihat adalah senyumanmu."