Febri menatap Flora dengan ekspresi bingung. "Yang bener aja Flora," ucapnya dengan nada setengah tak percaya.
Flora mendengus sambil melipat tangannya di dada. "Kenapa? Kamu numpang kan? Harusnya nggak masalah dong tidur di kasur lipat," jawabnya tegas, seakan memastikan tak ada ruang untuk negosiasi.
"F-Flo..." gumam Jason di sebelahnya.
Flora langsung menoleh dan mengangkat tangannya, memberi isyarat supaya Jason berhenti bicara. "Kamu diem dulu, Jason."
Jason hanya bisa menutup mulutnya, sementara Febri mendesah panjang, mengusap tengkuknya. "Aku... aku nggak masalah tidur di kasur lipat, kok," katanya mencoba kompromi, "tapi nggak di dapur juga, Flooo..." lanjutnya dengan nada sedikit mengeluh.
Flora mengangkat bahu tanpa rasa bersalah. "Kamarnya udah penuh buat aku sama Jason."
"Masih cukup kok, Flo. Kasur lipatnya masih bisa ditaruh di kamar kayak kita dulu," sela Jason, mencoba memberi solusi.
Flora langsung melirik Jason dengan tajam. "Kubilang diem, Jason," ulangnya dengan nada galak, meski nada itu terdengar lebih seperti menggertak daripada serius marah.
Mendadak, Jason menggenggam tangan Flora dengan lembut. Flora terkesiap, terkejut melihat Jason melakukan sesuatu yang tak biasa seperti ini.
"Percaya aku," ucap Jason pelan namun penuh keyakinan. Mata cokelatnya menatap Flora dengan hangat, seakan menyampaikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Flora terdiam, bibirnya terkatup rapat. Ia bisa merasakan jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Setelah beberapa saat yang terasa lebih lama dari seharusnya, ia akhirnya membuang muka dengan sedikit kesal, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. "Terserah," gumamnya singkat, seakan tak peduli.
Jason hanya tersenyum lembut melihat reaksi Flora. Ia tahu bahwa di balik sikapnya yang sinis, Flora tak benar-benar keberatan. Dengan satu tarikan napas, Jason mengangkat kasur lipat itu dan mulai membawanya ke kamar. Flora dan Febri mengikuti di belakangnya, memperhatikan setiap gerakan Jason.
Begitu tiba di kamar, Jason meletakkan kasur lipat di lantai, tepat di samping kasurnya. Ia menepuk-nepuk kasur lipat itu, memastikan posisinya nyaman dan stabil. "Nih, udah cukup, kan?" tanyanya sambil menoleh ke Febri.
Febri memandang kasur lipat itu, kedua tangannya bertolak pinggang. "Ya... lumayan lah," gumamnya.
"Tch," Flora mendengus, lalu melangkah menuju tempat tidur utamanya dengan gerakan percaya diri. Ia menepuk sisi kasur sambil melirik Jason. "Ayo sini, sayang, kita tidur."
Jason terdiam seketika. Kata-kata itu menghantamnya seperti petir di siang bolong. Jantungnya berdegup begitu keras hingga ia merasa bisa mendengarnya di telinganya sendiri. Wajahnya memerah sampai ke telinga—ini pertama kalinya Flora berbicara padanya dengan kata-kata seperti itu, seolah mereka pasangan yang sudah lama bersama.
Flora, yang sepertinya tak terlalu peduli dengan kekikukan Jason, justru terlihat santai dan menantikan reaksi darinya. Ia menepuk tempat tidur sekali lagi, mengajak Jason untuk segera naik ke tempat tidur.
Jason mencoba mengendalikan diri. Dengan tangan gemetar, ia mematikan lampu ruangan, membiarkan hanya lampu tidur kecil yang menyala, memancarkan cahaya lembut ke seluruh kamar. Suasana menjadi tenang dan hangat, meski kepalanya penuh dengan pikiran kacau.
Ia berjalan pelan mendekat dan akhirnya memutuskan untuk naik ke ranjang dengan hati-hati. Tempat tidur itu terasa jauh lebih sempit dari biasanya, terutama dengan Flora yang duduk di sana menatapnya dengan pandangan puas.
Sementara itu, Febri berbaring di kasur lipat di lantai dan melihat perubahan ekspresi Jason dengan penuh perhatian. Ia menutupi mulutnya dengan tangan, berusaha keras menahan tawa. Bibirnya sedikit bergetar, tapi matanya penuh godaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)
Fanfic(update tiap akhir pekan) "I can't do it, Helisma. Aku gabisa buat kathrina jatuh cinta lagi." "Maafin aku, Gita. Aku gabisa biarin kamu jatuh di tangan kathrina." "Jangan menangis, cantik. Hal terakhir yang ingin aku lihat adalah senyumanmu."