Bel terakhir berdering nyaring, menggema di seluruh ruangan, menandakan akhir dari pelajaran terakhir. Suasana kelas yang sebelumnya penuh konsentrasi tiba-tiba berubah menjadi riuh. Buku-buku ditutup dengan bunyi berdebum mengakhiri hari yang panjang. Pulpen-pulpen dimasukkan ke dalam kotak dengan suara gemerincing, dan obrolan mulai memenuhi udara, menyeruak seperti riak-riak air di kolam yang tenang.
Di depan kelas, guru yang tadinya menerangkan materi tersenyum lega, menutup bukunya dan mulai merapikan meja. Ia menghela napas panjang, seolah melepaskan beban berat dari pundaknya. "Jangan lupa tugas dikumpulkan besok Senin, anak-anak. Selamat berakhir pekan," katanya, berusaha mengatasi keramaian yang mulai menguasai ruangan.
Di pojok kelas, Muthe tersenyum, merasa senang akhirnya pelajaran yang melelahkan itu selesai. Matanya berbinar-binar saat ia merapikan buku-bukunya dengan cepat. "Akhirnya selesai juga," ucap Muthe sambil menutup bukunya, suaranya tenggelam dalam keriuhan kelas.
Setelah memasukkan buku-buku, alat tulis, serta barang-barang lainnya ke dalam tas briefcase yang tergantung gantungan stroberi kecil itu, Muthe beranjak dari tempat duduknya untuk pulang ke apartemen. Namun, saat dia baru selangkah keluar dari kelas, dia merasa ada tangan yang menepuk pundaknya dari belakang. Saat Muthe menengok, terlihat gadis seumurannya berambut terurai dengan jepitan rambut kecil berwarna biru di sisi kanan kepalanya. Dia adalah Angelina Christy, teman sekelasnya.
"Eh, ada apa, Christy?" tanya Muthe dengan senyum yang masih tersisa di wajahnya.
"Kamu nggak papa?" tanya Christy.
"Aku lagi jadi manusia paling bahagia sedunia, ada apa emang?" jawab Muthe sambil tertawa kecil, mencoba menghapus kekhawatiran temannya.
"Tadi kamu didatengin Kak Gita di kelas. Aku khawatir sama kamu," ujar Christy.
"Ehh, kenapa? Kak Gita baik kok sama aku," balas Muthe dengan nada ceria.
"Kamu nggak diapa-apain kan? Kamu tau kan Kak Gita itu..."
"Enggak, serius aku nggak kenapa-kenapa," potong Muthe, mencoba meyakinkan temannya.
Jason datang dari kelas 10B yang berada di depan kelas Muthe. Meskipun mereka sejenjang, mereka tidak sekelas.
"Ini, tanya sama Jessi. Ada dia juga di sana tadi. Kami cuma makan siang kok," sambung Muthe, melihat Jason yang mendekat.
Pandangan Christy beralih kepada Jason, tatapannya seperti meminta kepastian atas apa yang Muthe ucapkan. Jason, yang paham akan maksud tatapan tersebut, hanya tersenyum sambil mengangguk.
Christy menghela napas, "Baiklah, tapi kalau terjadi sesuatu jangan sungkan buat cerita ke aku ya," ucapnya, nada suaranya penuh kekhawatiran dan kasih sayang. Dia tidak ingin hal yang buruk terjadi kepada teman sedari SMP-nya itu.
"Iya, udah-udah, ditungguin tuh," ucap Muthe menunjuk lelaki yang sedang bersandar di dinding.
"Oh, yaudah aku duluan ya," ucap Christy berlari sambil melambaikan tangan kepada Jason dan Muthe.
Muthe dan Jason hanya tersenyum melihat perginya dua orang itu. Mereka tahu betapa pedulinya Christy dan Muthe satu sama lain.
"Itu siapa, Mumu?" tanya Jason setelah Christy menghilang dari pandangan.
"Itu Zevan Asadel, pacar barunya Christy," jawab Muthe.
Jason ber "oh" ria mendengar hal tersebut, memahami apa yang terjadi. "Enak ya, baru beberapa bulan kenal bisa langsung jadian," sambung Muthe dengan nada sedikit iri.
Jason menengok ke arah Muthe yang masih melihat ke depan, "Iya," ucapnya sambil tersenyum kecil.
"Ayo kita juga," ajak Muthe sambil melangkah maju, suaranya riang dan penuh semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)
Hayran Kurgu(update tiap akhir pekan) "I can't do it, Helisma. Aku gabisa buat kathrina jatuh cinta lagi." "Maafin aku, Gita. Aku gabisa biarin kamu jatuh di tangan kathrina." "Jangan menangis, cantik. Hal terakhir yang ingin aku lihat adalah senyumanmu."