Saat akhir pekan, Love meminta Gun untuk menemaninya ke tempat terakhir Milk, ke sebuah ruangan kecil yang dipenuhi oleh kenangan. Ada rasa yang begitu berat di hati Milk saat ia melihat tempat itu, melihat abu dirinya yang ditempatkan di dalam sebuah kotak kaca dengan barang-barang kesukaannya di sekeliling dan juga ada foto Milk bersama sahabat-sahabatnya. Milk menahan tangisnya saat melihat foto-foto tersebut. Ada foto Milk dengan sahabat-sahabatnya, termasuk Love. Setiap sudut ruangan itu seolah berbisikkan kenangan yang begitu menyakitkan, mengingatkan Milk pada kehidupan yang telah hilang.
---
Saat mereka akan pulang dari tempat abu Milk disimpan, suasana menjadi hening dan canggung. Love meremas-remas ujung bajunya, tampak seperti sedang memikirkan sesuatu yang dalam. Milk merasa sesak melihat tempat abu yang menyimpan kenangan dirinya. Namun, saat mereka akan keluar dari ruangan itu, Milk melihat sosok yang sangat dikenalnya.
"Ciize..." panggil Milk dengan spontan. Suaranya keluar begitu saja, seolah-olah ada dorongan kuat dari dalam dirinya untuk memanggil sahabat yang dulu begitu dekat dengannya.
Love langsung menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke arah Milk dengan ekspresi penuh kebingungan. "Ciize?" "Gun, kamu kenal Ciize?" tanyanya dengan nada yang berusaha terdengar biasa, tapi Milk bisa merasakan ada ketegangan di baliknya.
Ciize juga berhenti dan melihat ke arah mereka, mata Ciize membesar saat mendengar namanya dipanggil oleh orang yang dikenalnya hanya sebagai Gun. "Sorry.. apa tadi kamu memanggilku?" tanyanya pelan, matanya memperlihatkan kebingungan yang sama seperti Love.
Milk terdiam, merasa canggung. Dia sadar betul bahwa Gun tidak mungkin mengenal Ciize. Tapi, karena dorongan perasaan Milk yang begitu kuat, dia tak bisa menahan diri. "Uh... pernah dengar cerita tentang kamu dari... Love," jawabnya dengan cepat, berusaha menutupi kegugupannya.
Namun, Love tidak mudah diyakinkan. Dia merasakan ada sesuatu yang janggal. "Gun, aku nggak pernah cerita soal Ciize ke kamu loh. Kenapa kamu tiba-tiba manggil dia?"
Milk mencoba tetap tenang meskipun hatinya berdebar kencang. "Mungkin aku pernah dengar namanya waktu kita ngobrol dulu...," kata Milk sambil tersenyum canggung.
Love menatap Milk dengan tatapan curiga. "Dengar dari siapa? Aku hampir nggak pernah cerita soal dia ke kamu."
Milk merasa terpojok. "Love, serius, aku cuma dengar sekilas aja mungkin waktu kamu lagi ngobrol sama teman-teman kamu."
Namun, Love tidak puas dengan jawaban itu. Dia masih ingat bagaimana dulu Ciize berusaha untuk menjauhinya dari Milk. Rasa ketidaksukaan yang dulu mulai muncul kembali. "Apa kamu dan Ciize pernah ketemu di tempat lain?" tanyanya, nadanya lebih tegas.
Milk mencoba mengalihkan perhatian. "Love, aku nggak pernah ketemu Ciize selain dari cerita yang pernah kamu sebut. Kamu jangan berpikir aneh-aneh, ya?"
Ciize yang melihat keributan antara Gun dan Love memilih untuk berpamitan dengan alasan harus segera pergi. "Aku harus pergi sekarang, Love, Gun. Senang bisa bertemu lagi sama kalian," katanya dengan senyum tipis, meskipun jelas terlihat dia merasa situasi ini sangat aneh.
Setelah Ciize pergi, Love diam sejenak sebelum akhirnya berkata dengan nada yang lebih rendah, "Gun, aku cuma nggak suka ya kamu dekat sama orang yang pernah bikin aku merasa nggak nyaman. Aku tau mungkin aku ini udah terlalu berlebihan, aku cuma takut kehilangan kamu lagi."
Milk merasa sesak mendengar kata-kata Love. Rasa bersalahnya semakin menumpuk, tetapi dia juga merasa bingung harus bagaimana. Dia tidak ingin melukai Love lagi, tapi kenyataan bahwa dia adalah Milk dan bukan Gun membuatnya merasa terjebak dalam kebohongan yang semakin besar.
"Love, aku nggak akan ninggalin kamu. Janji. Aku di sini sekarang, ada sama kamu," kata Milk, meskipun kata-kata itu terasa pahit di lidahnya. Dia tidak tahu sampai kapan bisa terus berpura-pura dan semakin hari, beban ini semakin berat.
Love hanya mengangguk pelan, tetapi wajahnya masih tampak cemas. Mereka berjalan kembali ke motor dengan perasaan yang berbeda dari saat mereka datang. Milk merasa bersalah telah memicu konflik kecil ini, sementara Love tenggelam dalam pikirannya sendiri, masih mencoba memahami perasaan yang bercampur aduk.
Tidak ada yang berbicara saat mereka jalan pulang. Suara mesin motor yang menderu-deru menjadi satu-satunya suara yang terdengar di antara mereka, menyelimuti keheningan dengan ketegangan. Sesampainya di depan rumah Love, mereka hanya saling mengangguk sebelum Love masuk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Milk menatap punggung Love yang semakin menjauh, merasa hatinya semakin hancur. Konflik kecil ini meninggalkan luka yang lebih dalam di antara mereka, membuat hubungan yang sudah rumit menjadi semakin sulit untuk dijalani.
- TBC -
Jangan lupa pencet ⭐️ ya guys, makasih 🫶
KAMU SEDANG MEMBACA
KALUT
FanfictionSetelah kecelakaan tragis, seorang wanita terbangun dalam tubuh pria yang tidak dikenalnya. Dalam kebingungan dan kecemasan, dia menyadari bahwa pria yang tubuhnya sekarang dia huni adalah kekasih dari orang yang sangat dia cintai. Kini, dia harus m...