KALUT XIV

251 45 2
                                    

Milk dan Namtan telah berteman sejak awal kuliah, mereka pertama kali bertemu saat ospek di kampus. Saat itu, Namtan yang tinggal sendirian, menawarkan Milk untuk tinggal di rumahnya agar bisa menghemat biaya. Meskipun mereka tidak satu jurusan, Namtan yang mengambil jurusan seni, sementara Milk di komunikasi, tapi persahabatan mereka tetap erat.

Setelah pertemuan minggu lalu, Milk ngerasa harus ngobrol lagi sama Namtan. Banyak hal yang mesti dia jelasin, terutama soal kehidupannya yang baru. Jadi, Milk memutuskan buat nyamperin Namtan di jurusannya dengan harapan bisa ngomong langsung.

Milk ngelihat Namtan yang lagi asik ngobrol sama temen-temennya. Dia manggil dari jauh. Namtan nengok dan heran, "Gun? Ngapain lu di sini?" tanyanya sambil jalan mendekat. Dia pikir mungkin ini ada hubungannya sama Love.

Milk senyum tipis. "Gua mau ngobrol sama lu, tapi nggak di sini. Bisa nggak kita ngobrol di tempat lain, di rumah lu mungkin?"

Namtan kerut kening, makin bingung. "Kenapa harus di luar kampus? Terus kenapa di rumah gua?" tanyanya curiga.

"Gua serius, Namtan. Yang mau gua omongin ini penting banget," kata Milk memohon. Meski aneh, Namtan akhirnya setuju dan mereka berdua pergi ke rumah Namtan.

---

Sampai di rumah, Milk masuk dan langsung ngerasa nostalgia. Dia ngelihat sekeliling, ngenalin tiap sudut rumah yang dulu pernah dia tinggali. "Masih sama, nggak ada yang berubah," pikirnya.

Namtan nyuruh Gun duduk dan ngasih sebotol minuman. "Jadi, apa nih yang mau lu omongin sampai harus ke rumah gua? Ini ada hubungannya sama Love? Lu cemburu gara-gara gua ngasih barang-barang Milk ke Love?"

Milk menggelengkan kepala, menatap Namtan serius. "Ini bukan cuma soal Love... ini lebih rumit dari itu." Lalu dia mulai cerita semuanya—dari sosok bersayap sampai gimana dia terbangun di tubuh Gun, pacarnya Love. Dia juga cerita soal sifat asli Gun yang kasar, tentang Cizee yang suka sama Milk, dan perasaan campur aduk yang dialaminya.

Namtan dengerin dengan ekspresi bingung. "Ini orang mabuk apa gimana sih?" pikirnya. Tapi waktu Gun mulai nyebut nama Cizee, yang cuma Namtan tahu, dia mulai ragu. Gimana Gun bisa tahu soal itu?

Semakin lama denger ceritanya, meskipun aneh, Namtan mulai terdiam. "Gerak-geriknya... cara bicaranya... kok mirip Milk" pikirnya, masih nggak percaya.

Tapi ketika cerita semakin nggak masuk akal, Namtan nggak bisa tahan lagi. Dia berdiri dan teriak, "Udah cukup! Ini nggak masuk akal! Milk udah meninggal, Gun! Gua yang liat sendiri! Gua yang nganter dia sampai jadi abu!"

Dengan marah dan bingung, Namtan dorong Gun, nyuruh dia pergi. "Lu gila, Gun! Mending lu pergi sekarang."

Tapi Milk tetap tenang, berusaha keras buat yakinin Namtan. Dia mulai ngingetin semua kenangan mereka, termasuk rahasia-rahasia pribadi Namtan yang cuma Milk yang tahu. Denger itu, Namtan terdiam. Dia kaget, karena nggak mungkin Gun bisa tahu soal rahasia itu. Hanya Milk yang tahu.

"Apa-apaan ini...?" pikir Namtan, bingung. Milk nggak pernah kenal Gun waktu masih hidup, jadi gimana Gun bisa tahu semua itu?

Namtan duduk lagi, tatap Gun dengan perasaan campur aduk. "Lu... beneran Milk?" tanyanya pelan, suaranya penuh ragu tapi ada sedikit keyakinan.

Milk ngangguk pelan, matanya mulai berkaca-kaca. "Iya, Tan... ini gua."

Milk ngerasa napasnya berat setelah Namtan teriak, bikin suasana di dalam rumah jadi makin menyesakkan. Dia tahu ini nggak gampang buat dipercaya, tapi dia nggak punya pilihan lain selain nyoba yakinin sahabatnya. "Namtan, dengerin gua. Gua tahu ini susah buat dipahami, tapi ini gua, Milk. Gua tahu semua ini kedengeran gila, tapi gua mohon, dengerin gua sampai akhir."

Namtan nggeleng, matanya mulai basah. "Nggak mungkin. Milk udah mati! Gua yang ngeliatnya sendiri! Gua yang nganterin abunya! Dan sekarang, lu bilang lu Milk? Lu nggak sadar betapa gilanya ini?"

Milk ngambil napas dalam-dalam, nyoba tenang. "Gua tahu, Tan. Gua tahu ini kedengeran gila. Tapi coba pikir, siapa lagi yang tahu rahasia lu selain gua? Gimana mungkin Gun bisa tahu kalau bukan gua yang di sini?"

Namtan terdiam, pikirannya kacau. Dia tahu Gun nggak mungkin tahu soal rahasia itu. Bahkan Love nggak pernah tahu. Rahasia itu cuma Milk yang tahu. Tapi, gimana mungkin Milk yang udah jadi abu bisa ada di tubuh Gun?

Namtan jalan ke arah meja, naruh minuman dengan tangan gemetar. "Kalau lu bener-bener Milk," katanya dengan suara serak, "kenapa lu ada di tubuh Gun? Kenapa lu balik? Apa maksud dari semua ini?"

Milk nunduk sejenak, nyusun kata-katanya. "Gua sendiri nggak tahu kenapa ini bisa terjadi. Sejak kecelakaan itu, gua bangun di tubuh ini. Gua nggak tahu gimana atau kenapa, tapi yang jelas... gua masih Milk, meski ada di dalam tubuh ini. Gua nggak tahu apa yang harus gua lakuin, dan sekarang... gua butuh bantuan lu."

Namtan diem, tatap lantai, nyoba mencerna semuanya. Semua kenangan tentang Milk muter di kepalanya, dari persahabatan mereka sampai kecelakaan Milk. Dia ngerasa marah, bersalah, dan bingung campur jadi satu. "Jadi... lu balik gara-gara Love? Atau ada sesuatu yang belum selesai?"

Milk tatap Namtan penuh harap. "Gua nggak tahu kenapa gua balik. Mungkin karena Love, mungkin karena ada yang belum selesai di antara kita. Tapi yang pasti... gua nggak bisa terus hidup berpura-pura jadi Gun. Gua butuh bantuan lu buat cari tahu apa yang harus gua lakuin."

Namtan narik napas panjang, masih sulit buat nerima semua ini. Tapi, di dalam hatinya, dia tahu ada kebenaran di balik cerita Gun (Milk). Cara bicaranya, gerak-geriknya, dan semua yang dia tahu soal Namtan—itu nggak mungkin cuma kebetulan.

"Oke... gua bakal coba bantu," katanya akhirnya, meski suaranya masih penuh ragu. "Tapi gua nggak janji bisa bantu banyak. Ini... terlalu aneh, Gun, eh... Milk. Tapi kalo emang lu Milk, gua nggak bakal biarin lu sendirian."

Milk senyum tipis, meski matanya masih sedih. "Makasih, Namtan. Gua tahu ini nggak gampang buat lu."

Namtan nunduk, nyoba tenangin dirinya. "Jadi, apa rencana lu selanjutnya? Apa yang lu butuhin?"

Milk ngambil napas lagi, lalu bilang dengan lembut, "Pertama-tama, gua butuh lu buat tetap rahasiain ini. Gua nggak tahu apa yang bakal terjadi kalo Love tahu... atau orang lain tahu. Gua cuma perlu waktu buat ngerti semuanya."

Namtan ngangguk, meski masih kelihatan bingung. "Oke... gua bakal rahasiain. Tapi lu juga harus hati-hati, Milk. Semakin lama lu hidup jadi Gun, semakin susah juga buat  ngejalaninnya."

Milk tahu Namtan benar. "Iya, gua tahu. Dan itulah kenapa gua butuh bantuan lu, Tan."





- TBC -



KALUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang