KALUT IV

276 48 4
                                    

POV Milk

Setelah kami melepas pelukan, Love memegang wajahku dengan senyuman yang begitu manis. "GUN! Akhirnya kondisimu sudah pulih. Aku rindu banget sama kamu, Gun. Aku cemas banget waktu dengar kamu kecelakaan," ucap Love dengan wajah lega.

"Aku juga rindu banget sama kamu, Love," jawabku dalam hati, tanpa bisa mengeluarkan suara.

"Love? Kok kamu di sini? Kamu kenal Gun?" tanyaku tanpa sadar, masih bingung dengan semua yang terjadi.

"Apaan sih, Gun? Kamu kan pacarku. Masa aku nggak kenal sama kamu?" jawabnya dengan nada setengah bercanda, tapi aku bisa melihat kekhawatiran di wajahnya.

Aku terdiam, mematung sejenak. Pacar? pikirku. Jadi... selama ini, Love sudah punya pacar? Rasanya hatiku seperti ditusuk oleh sesuatu yang tajam. Sakit sekali mengetahui bahwa Love sudah punya kekasih, dan yang lebih buruk, aku terperangkap dalam tubuh kekasihnya ini.

"Gun.. aku minta maaf buat pertengkaran kita yang bulan lalu, maaf karena aku terlalu kekanak-kanakan. Maaf juga aku baru berani nengok kamu sekarang. Selama ini aku merasa bersalah sama kamu dan juga temanku Milk...," ucap Love dengan nada penuh penyesalan.

"Maksud kamu?" tanyaku, meskipun perasaanku sudah mulai kacau.

"Milk temanku juga jadi korban di kecelakaan ini. Setelah kamu keluar dari rumah dan pergi, aku telepon Milk buat jemput dan membawaku keluar rumah, agar aku bisa melupakan masalah kita. Tapi saat diperjalanan, kendaraan kalian saling bertabrakan dan menyebabkan kecelakaan itu, juga menewaskan temanku. Coba aja aku enggak minta dia buat datang ke rumah, mungkin kalian berdua enggak akan mengalami kecelakaan ini, sekarang jasad Milk sudah menjadi abu dan abunya disimpan di tempat yang selalu dia sukai. Aku merasa bersalah banget sama dia, karena dia harus pergi ninggalin aku untuk selamanya. Sejak kejadian itu, aku mengurung diri di rumah, enggak tahu harus gimana menghadapi semua ini," jelas Love sambil menangis tersedu-sedu.

Aku terdiam mendengar penjelasan Love. Rasanya kepalaku seperti dihantam batu yang besar, telingaku berdenging dan hatiku sakit sekali mendengar semua ini. Air mataku jatuh perlahan, bukan hanya karena rasa sakit yang dirasakan tubuh ini, tapi juga karena rasa sakit dan emosi yang menghantamku. Aku ingin mengamuk, ingin meneriaki Love, tapi... aku sadar bahwa semua itu akan sia-sia. Aku raga ku sudah benar-benar pergi dan aku bukanlah Gun, tapi sekarang aku terjebak dalam hidupnya. 

Aku melihat Love masih menangis, rasanya aku ingin memeluknya dengan erat. Tapi rasa kecewa dan amarahku menyuruhnya untuk pergi.

"Love, keluar dari sini," kataku dengan suara bergetar.

"Maksud kamu, Gun? Aku minta maaf, aku nggak tahu harus gimana lagi..." Love mencoba menjelaskan, tapi aku memotongnya.

"LOVE! Aku mohon, keluar dari sini! Kasih aku waktu buat nerima ini!" teriakku, tak bisa lagi menahan perasaan yang bercampur aduk.

Love terdiam, air matanya masih mengalir. Dia keluar dari kamar dengan langkah berat, meninggalkanku sendirian. Aku merasa hancur, bukan hanya karena terperangkap dalam tubuh Gun, tetapi juga karena menyadari bahwa wanita yang selama ini kusukai sudah memiliki orang lain dan sialnya itu bukan aku.

Aku mengusir Love bukan karena aku membencinya, tapi karena aku membenci diriku sendiri. Aku benci berada dalam situasi ini, di mana aku harus menghadapi kenyataan bahwa cinta yang selama ini aku simpan, tak akan pernah terwujud.

---

Flashback Kecelakaan

Love sedang menelepon Milk sambil menangis, meminta temannya itu untuk menjemputnya dari rumah, hanya ingin mencari udara segar setelah pertengkaran hebat dengan Gun. Sementara itu, Gun yang baru saja pulang dari rumah Love, masih diliputi amarah dan frustrasi. Saat tiba di perempatan, Gun menginjak gas terlalu dalam, mobilnya melaju kencang tanpa kendali. Di sisi lain, Milk yang juga sedang tidak fokus, memikirkan alasan di balik tangisan Love saat menelepon tidak sempat menghindar. Kedua kendaraan itu bertabrakan hebat, menghancurkan segalanya dalam sekejap.

Kecelakaan itu tidak hanya merenggut nyawa Milk dan Gun, tetapi juga mengubah hidup Gun selamanya dan menjerumuskan Milk ke dalam tubuh yang bukan miliknya, menghadapkan Milk pada kenyataan pahit yang tak pernah dia bayangkan.

Flashback End

---

POV Milk

Aku hanya bisa menatap ke luar jendela kamar rumah sakit, merasa terjebak dalam tubuh ini dan tak tahu harus berbuat apa selanjutnya. Apakah aku harus menjalani hidup ini lagi sebagai Gun ataukah ada jalan untuk keluar? Entah lah hanya waktu yang bisa menjawab.








- TBC -

KALUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang